
Gegara IMF, Rupiah Kembali ke Atas Rp 14.100/US$

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis (25/6/2020), meski masih tipis hingga tengah hari.
Proyeksi pertumbuhan ekonomi global terbaru dari Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) membuat sentimen pelaku pasar memburuk, yang membuat rupiah tertekan.
Rupiah mengawali perdagangan dengan stagnan di Rp 14.080/US$, kemudian sempat menguat 0,07% sesaat sebelum masuk ke zona merah. Pada pukul 12:00 WIB, rupiah berada di level Rp 14.110/US$, melemah 0,21% di pasar spot, melansir data Refinitiv.
Melihat pergerakan bursa saham global sejak kemarin, mulai dari Eropa yang ambrol lebih dari 3% dan Wall Street lebih dari 2%, dan mayoritas bursa Asia hari ini lebih dari 1%, artinya sentimen pelaku pasar memang sedang buruk.
Pelemahan tipis rupiah terbilang masih cukup bagus saat sentimen pelaku pasar sedang buruk tersebut.
IMF dalam rilis terbarunya yang berjudul A Crisis Like No Other, An Uncertain Recovery kembali memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global.
"Pandemi Covid-19 memiliki dampak yang negatif pada paruh pertama 2020 daripada yang diperkirakan," tulis lembaga itu, dikutip CNBC Indonesia, Kamis (25/6/2020).
Di negara dengan tingkat penularan Covid-19 dengan tren menurun, pemulihan ekonomi masih akan lambat karena aturan social distancing yang diberlakukan, dan akan berpengaruh hingga semester II-2020.
Sementara di negara yang masih berjuang menghadapi pandemi, lockdown akan terjadi lebih lama, sehingga pemulihan ekonomi pun akan memerlukan waktu yang lebih lama.
Dalam rilis tersebut, IMF memprediksi perekonomian global di tahun ini akan berkontraksi atau minus 4,9% lebih dalam ketimbang proyeksi yang diberikan pada bulan April lalu minus 3%.
Nyaris semua negara, dari negara maju hingga negara berkembang diramal akan mengalami kontraksi ekonomi. Secara umum, perekonomian negara maju akan minus 8%.
Amerika Serikat (AS), negara dengan nilai ekonomi terbesar di dunia diprediksi mengalami kontraksi 8%, kemudian ekonomi zona euro -10,2%. Jepang, negara dengan nilai ekonomi terbesar ketiga di dunia diprediksi -5,8%.
Sementara itu, dari negara berkembang secara umum diramal minus 3%, tetapi perekonomian China diprediksi masih bisa tumbuh 1%. Sementara itu perekonomian Indonesia juga diprediksi -0,3% di tahun ini.
Rilis terbaru dari IMF tersebut membuat sentimen pelaku pasar memburuk, sehingga akan lebih berhati-hati mengalirkan modalnya ke negara emerging market, rupiah pun apes.
Pergerakan rupiah memang sangat rentan oleh keluar masuknya aliran modal (hot money) sebagai sumber devisa. Sebabnya, pos pendapatan devisa lain yakni transaksi berjalan (current account), belum bisa diandalkan, karena masih mengalami defisit.
Praktis pasokan valas hanya dari hot money, yang mudah masuk-keluar. Ketika terjadi capital outflow yang besar maka tekanan bagi rupiah akan semakin kuat.
Tetapi sekali lagi, dengan pelemahan tipis saat sentimen pelaku pasar memburuk, kinerja rupiah bisa dikatakan cukup bagus.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sentuh Rp 16.500/US$, Rupiah Terus Terpuruk
