
Disentil Sri Mulyani Gegara Tekor, Begini Kinerja 7 BUMN

4. PT Dirgantara Indonesia
Perusahaan ini menjalankan usaha di bidang industri pesawat terbang, industri sistem persenjataan, jasa rekayasa teknik dan jasa perawatn, informasi teknologi, otomotif, maritim, simulasi teknologi, otomotif, maritim, simulasi teknologi, industri turbin dan jasa teknik.
Saat ini perusahaan memiliki empat unit bisnis yakni perakitan pesawat, aerostructure, jasa pelayanan pesawat serta teknologi dan pengembangan. Hasil produksi dari perusahaan ini dipasarkan ke dalam dan luar negeri.
Hingga 2019 lalu, PT DI sudah mencatatkan laba bersih di 2019. Padahal di 2018 perseroan menderita kerugian hingga US$ 38,5 juta
Laba bersih PTDI pada 2019 tercatat US$ 10,5 juta atau setara dengan Rp 147 miliar. Laba bersih dipengaruhi oleh pendapatan perseroan yang naik hingga US$ 259,7 juta atau Rp 3,64 triliun.
Pada 2019 PTDI memiliki 4 pesawat CN235 dan 6 pesawat NC212. Di 2021 nanti, perseroan berharap memiliki tambahan 2 pesawat CN235. PTDI berkantor pusat di Jl Pajajaran Nomor 154 Bandung dan memiliki pabrik di Batu Poron Surabaya dan Tasikmalaya.
5. PT Pertani
Perusahaan ini menjalankan usaha di bidang pengadaan, produksi dan pemasaran sarana produksi pertanian dan komoditi pertanian. Jenis produk yang dihasilkan berupa bibit pertanian, pupuk dan pestisida, peralatan pertanian serta bahan kimia lainnya untuk pertanian.
Selain itu, perusahaan ini juga menyediakan jasa pengolahan lahan dan penyewaan alat-alat pertanian dan melakukan pemasaran dan perdagangan.
Perusahaan ini, hingga akhir 2016, mencatatkan laba bersih mencapai Rp 4 miliar dengan nilai pendapatan sebesar Rp 1,28 triliun. Nilai aset Pertani hingga 2016 tercatat Rp 1,63 triliun dengan nilai ekuitas senilai Rp 516 miliar.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan sejak 2015-2016, terdapat 8 BUMN yang merugi. Kemudian pada 2016 menurun menjadi 3 BUMN yang merugi, dan terakhir pada 2018 tercatat ada 7 BUMN yang merugi, salah duanya yakni Pertani dan Sang Hyang.
Kerugian yang terjadi pada Sang Hyang Seri dan Pertani disebabkan karena inefisiensi bisnis, beban bunga, dan perubahan kebijakan pemerintah dalam mekanisme pengadaan benih.
6. Perum Bulog
Bulog merupakan perusahaan yang memiliki tugas untuk logistik dan perdagangan pangan sekaligus menjalankan kegiatan pelayanan publik dengan melaksanakan kebijakan pengadaan gabah/beras, menjaga stok dan menjaga keterjangkauan dan stabilitas harga pangan melalui cadangan beras pemerintah (CBP).
Dilansir dari laporan keuangan perusahaan, hingga akhir 2018 Bulog mencatatkan kerugian senilai Rp 923 miliar dengan penjualan di tahun tersebut mencapai Rp 28,43 triliun.
Nilai aset Perum Bulog tercatat senilai Rp 43,44 triliun dengan nilai ekuitas sebesar Rp 10,80 triliun. Perum Bulog, kata Sri Mulyani, mengalami kerugian karena ada kelebihan pengakuan pendapatan atas penyaluran Rastra (Bansos Beras Sejahtera).
"Sehingga Bulog harus melakukan pembebanan koreksi pendapatan di taun 2018," jelas Sri Mulyani.
7. PT Krakatau Steel Tbk (KRAS)
Krakatau Steel merupakan produsen baja terbesar di Indonesia yang telah berdiri sejak 1970. Memiliki fasilitas produksi baja dan anak usaha di bidang pembangkit listrik, pusat penjernihan air, pelabuhan dan sistem telekomunikasi.
Bertahun-tahun menelan kerugian, atau setidaknya 8 tahun, KRAS akhirnya menyampaikan prognosa laba bersih perseroan pada kuartal I-2020 sebesar US$ 20 juta atau sekitar Rp 320 miliar dengan asumsi kurs Rp 16.000/US$ dibandingkan dengan periode yang sama 2019.
Sebagai perbandingan, pendapatan KRAS di kuartal I-2019 turun menjadi US$ 418,98 juta dari periode yang sama 2018 yakni US$ 486,17 juta, dengan menderita rugi bersih US$ 62,32 juta dari sebelumnya rugi bersih US$ 4,87 juta.
Pada awal tahun ini, emiten dengan kode saham KRAS ini sudah menyelesaikan proses restrukturisasi utang senilai US$ 2 miliar atau setara Rp 27,22 triliun (asumsi kurs Rp 13.611/US$ pada Januari). Ini merupakan restrukturisasi utang terbesar yang pernah ada di Indonesia.
Sepanjang 2019, data laporan keuangan mencatat, rugi bersih KRAS mencapai US$ 505,39 juta atau Rp 7,07 triliun (asumsi kurs Rp 14.000/US$), dari rugi bersih US$ 167,53 juta. Pendapatan turun menjadi US$ 1,42 miliar dari sebelumnya US$ 1,74 miliar.
[Gambas:Video CNBC]
