
Pak Erick! Moody's Pangkas Peringkat 3 BUMN Nih

Jakarta, CNBC Indonesia - Perusahaan pemeringkat Moody's Investor Service baru saja menurunkan Corporate Family Rating (CFR) serta rating obligasi 3 perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan anak usahanya.
Ketiga perusahaan BUMN tersebut adalah PT Wijaya Karya Tbk (WIKA), PT Jasa Marga Tbk (JSMR), PT Pelabuhan Indonesia II (Pelindo II). Sementara itu rating PT Pelabuhan Indonesia III (Pelindo III) tidak berubah.
PT Wijaya Karya Tbk (WIKA)
Moody's menurunkan rating WIKA dari Ba3 menjadi Ba2 dan menurunkan pandangan kedepan perusahaan ini dari stabil menjadi negatif.
Menurut Moody's penurunan rating ini dikarenakan sektor usaha WIKA sudah terdampak sangat parah oleh pandemi virus corona dan menurut Moody's dengan terganggunya rantai pasokan dan terganggunya pekerjaan di bidang konstruksi walaupun tidak parah, ini akan menganggu penyelesaian proyek-proyek WIKA.
Kemudian tingginya kontrak baru yang ditandatangani WIKA selama berberapa tahun terakhir juga menjadi masalah bagi kredit perusahaan karena kontrak-kontrak tersebut memerlukan investasi besar yang perlu di bayar di muka terlebih dahulu dan Moody's beranggapan bahwa kondisi keuangan perusahaan akan berada pada level negatif dari rentang tahun 2020 sampai 2021.
Outlook negatif ini merefleksikan lemahnya likuiditas perusahaan di tengah ketidak-pastian kapan operasi WIKA dapat berlangsung normal kembali. WIKA juga perlu untuk melakukan pembiayaan kembali untuk hutangnya yang akan jatuh tempo dalam 6 bulan sebesar Rp 5,6 triliun.
WIKA juga memiliki bisnis model yang terdiversifikasi dan banyak proyek yang bisa mendatangkan pendapatan seperti dari sektor permesinan dan konstruksi sipiln infrastruktur, industri energi dan dengan luasnya diversifikasi ini tentunya akan menurunkan volatilitas pendapatan perusahaan.
Selanjutnya, pendapatan WIKA 2 tahun kedepan akan tersokong oleh 3 proyek terbesarnya, Kereta Cepat Jakarta-Bandung, Light Rail Transit Jakarta, dan Tol Samarinda. Ketiga proyek ini nilainya sekitar 27% total proyek WIKA sehingga apabila proyek ini terjadi masalah, akan sangat menganggu profil kredit perusahaan.
Akan tetapi menurut Moody's, sebagai BUMN besar WIKA akan terus mendapatkan akses yang mudah dari bank-bank BUMN pula. Ekspektasi Moody's bahwa WIKA akan tetap mendapatkan dukungan pemerintah Indonesia dikarenakan sektor bisnis WIKA merupakan sektor yang esensial bagi pemerintah Indonesia yaitu pengembangan proyek infrastruktur dan satu diantara empat BUMN konstruksi besar di Indonesia.
PT Jasa Marga Tbk (JSMR)
Moody's juga menurunkan rating Jasa Marga dari Baa2 menjadi Baa3 dan outlook perusahaan tetap negatif.
Penurunan rating ini menurut Moody's dikarenakan turunya ekspektasi dukungan dari pemerintah Indonesia terhadap BUMN ini karena pemerintah Indonesia nampaknya semakin selektif terhadap BUMN mana yang layak dibantu karena kondisi fiskal Indonesia yang sedang kurang baik.
Apalagi menurut Moody's JSMR tidak memiliki posisi yang strategis dari kepentingan pemerintah Indonesia dibandingkan dengan perusahaan lain. Walaupun begitu Moody's beranggapan bila pemerintah Indonesia akan tetap membantu JSMR bila benar-benar diperlukan
Outlook negatif yang diberikan Moody's juga dikarenakan oleh resiko kredit yang terus menghantui Jasa Marga dampak dari merebaknya virus corona. Moody's berekspektasi terjadinya kontraksi di tingkat lalu lintas terutama di tol milik Jasa Marga akan menurunkan tingkat arus kas JSMR pada tahun 2020. Walaupun pemerintah Indonesia sudah melonggarkan Pembatasan Sosial berskala Besar (PSBB) akan tetapi ketidakpastian akan terjadinya gelombang kedua virus corona tetap cukup besar.
Kelemahan profil finansial JSMR ini termasuk sedikitnya zona penahan dan kebutuhan perusahaan akan tambahan dana dari luar perusahaan menyebabkan buruknya profil kredit BUMN ini.
Jasa Marga sedang membicarakan hal ini dengan bank-bank yang memberikan pinjaman agar tidak terjadi gagal bayar dan dapat mengatur arus kasnya dengan lebih baik di tengah pandemi corona ini.
Kebijakan baru di tengah ketidakpastian akibat corona ini juga menjadi dasar penurunan profil kredit Jasa Marga. Kenaikan tarif di tol milik Jasa Marga sudah ditunda dan walaupun perusahaan berhak atas kompensasi atas penundaan ini, masih belum di dapat berapa dan kapan kompensasi ini akan di dapat.
Akan tetapi memang secara historis, pengguna tol Jasa Marga lumayan tahan terhadap krisis di tengah tingginya pertumbuhan demografi masyarakat kelas menengah di Indonesia.
Likuiditas Jasa Marga tergolong lemah dalam 12 sampai 18 bulan kedepan karena arus kas yang negatif. Apalagi JSMR baru saja mengumumkan akan membayarkan dividen sebesar 5% dari laba bersih perusahaan, turun dari 15% tahun lalu.
Per May 2020, JSMR kurang lebih memiliki Ro 2,8 triliun kas di neraca ny. Likuiditas JSMR disokong oleh fasilitas kredit sebesar Rp 24,4 triliun, Rp 4,4 triliun diantaranya akan jatuh tempo dalam setahun kedepan. JSMR sedang membicarakan hal ini dengan bank-bank lokal untuk memperpanjang dan mendapatkan likuiditas baru.
PT Pelabuhan Indonesia II (Pelindo II)
Selanjutnya Moody's juga menurunkan rating PT Pelabuhan Indonesia II (Pelindo II) dari Baa2 menjadi Baa3, akan tetapi menurut Moody's outlook perusahaan ini tetaplah stabil kedepanya.
Penutunan rating Pelindo II dikarenakan turunya ekspektasi dukungan dari pemerintah Indonesia terhadap BUMN ini karena pemerintah Indonesia nampaknya semakin selektif terhadap BUMN mana yang layak dibantu karena kondisi fiskal Indonesia yang sedang kurang baik.
Apalagi menurut Moody's Pelindo II tidak memiliki posisi yang strategis dari kepentingan pemerintah Indonesia dibandingkan dengan perusahaan lain. Walaupun begitu Moody's beranggapan bila pemerintah Indonesia akan tetap membantu Pelindo II bila benar-benar diperlukan.
Menurut Moody's sektor pelabuhan juga terkena efek kejut virus corona, dimana total volum kargo yang dikirim dan diterima turun karena tingkat perdagangan global juga turun akibat terkontraksinya kondisi makro ekonomi global.
Akan tetapi Pelindo II diuntungkan oleh kuatnya posisi tawar mereka, akses terhadap biaya rental tetap dalam konsesi jangka panjang dengan perusahaan-perusahaan yang memiliki reputasi baik, dan profil finansial yang lumayan terutama kuatnya likuiditas perusahaan sebelum terjadinya pandemi.
Akan tetapi keuntungan ini masih terdampak rencana ekspansi Pelindo II yang besar, yang tentunya akan memberikan resiko ekspansi dan keputuhan pendanaan yang besar.
Menurut moody volum perdagangan di pelabuhan milik Pelindo II akan turun pada tahun 2020 akibat terganggunya rantai pasokan global setelah pemerintah-pemerintah di seluruh dunia menerapkan lockdown apalagi ditengah melemahnya kondisi ekonomi global. Akan tetapi menurut Moody's hal ini akan mulai pulih pada tahun 2021.
Kuatnya profil finansial perusahaan setahun kedepan dikarenakan oleh hutang perusahaan untuk program ekspansi sebesar Rp 30 triliun selama 5 tahun kedepan. Perusahaan ini juga sebelumnya sering membukukan pengeluaran dibawah budgetnya, sehingga ini akan memberikan ruak gerak yang lebih bagi perusahaan apabila ini terus berlanjut tahun ini.
Pelindo II juga memiliki likuiditas yang memadai, termasuk Rp 20,8 triliun kas pada akhir Maret 2020 dan proyeksi Moody's terhadap arus kas yang didapat Pelindo cukup untuk membayar hutang jatuh tempo, pengeluaran modal, dan pembayaran dividen untuk 12 bulan ke depan.
PT Pelabuhan Indonesia III (Pelindo III)
Sementara itu untuk Pelindo III rating yang diberikan Moody's tetap berada di angka Baa3 dengan outlook yang tetap di posisi stabil.
Tidak berubahnya rating yang diberikan oleh Moody's karena profil finansial Pelindo III tetap sesuai dengan profil resiko Baa3 meskipun terjadinya penurunan volum perdagangan di pelabuhan yang dioperasikan oleh Pelindo III akibat dari virus corona.
Sedangkan ekspektasi dukungan dari pemerintah Indonesia terhadap BUMN ini juga turun karena pemerintah Indonesia nampaknya semakin selektif terhadap BUMN mana yang layak dibantu karena kondisi fiskal Indonesia yang sedang kurang baik.
Apalagi menurut Moody's Pelindo III tidak memiliki posisi yang strategis dari kepentingan pemerintah Indonesia dibandingkan dengan BUMN strategis lain seperti PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang diberikan rating Baa2 dan outlook stabil oleh Moody's. Walaupun begitu Moody's beranggapan bila pemerintah Indonesia akan tetap membantu Pelindo III bila benar-benar diperlukan.
Menurut Moody's sektor pelabuhan juga terkena efek kejut virus corona, dimana total volum kargo yang dikirim dan diterima turun karena tingkat perdagangan global juga turun akibat terkontraksinya kondisi makro ekonomi global.
Akan tetapi Pelindo III diuntungkan oleh kuatnya posisi tawar mereka, kuatnya daya tahan pertumbuhan produksi kontainer, dan kuatnya profil finansial dan kemampuan likuiditas perusahaan sebelum terjadinya pandemi.
Akan tetapi keuntungan ini masih terdampak rencana ekspansi Pelindo III yang besar, yang tentunya akan memberikan resiko ekspansi dan keputuhan pendanaan yang besar.
Menurut moody volum perdagangan di pelabuhan milik Pelindo III akan turun pada tahun 2020 akibat terganggunya rantai pasokan global setelah pemerintah-pemerintah di seluruh dunia menerapkan lockdown apalagi ditengah melemahnya kondisi ekonomi global. Sekitar 85% dari keuntungan perusahaan didapatkan dari jasa kargo dan kapal, yang tentunya akan sangat terpengaruh oleh jumlah kapal yang keluar masuk pelabuhan.
Pelindo III juga sebelumnya sering membukukan pengeluaran di bawah budgetnya, sehingga ini akan memberikan ruak gerak yang lebih bagi perusahaan apabila ini terus berlanjut tahun ini.
Pelindo III juga memiliki likuiditas yang memadai, termasuk Rp 4,3 triliun kas pada akhir Maret 2020 dan proyeksi Moody's terhadap arus kas yang didapat Pelindo cukup untuk membayar hutang jatuh tempo, pengeluaran modal, dan pembayaran dividen untuk 12 bulan ke depan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(trp/hps)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Moody's Sebut Ancaman Bisnis Travel Pasca Covid, Loh Apa?