
Terungkap! Alasan Banyak BUMN Tekor versi Erick & Sri Mulyani

Teka-teki mengapa selama ini banyak BUMN yang rugi mulai terkuak. Sri Mulyani pun membeberkan alasan mengapa beberapa BUMN tersebut berkinerja negatif.
Persoalan ketujuh BUMN tersebut merugi karena berbagai alasan, di antaranya karena kinerja keuangan perusahaannya yang tidak efisien dan beberapa persoalan teknis lainnya.
Dari tujuh BUMN tersebut, dua di antaranya sudah mulai mencetak laba yakni KRAS dan Dirgantara Indonesia.
Sri Mulyani pun merinci, penyebab kerugian pada KRAS karena adanya beban keuangan selama konstruksi. Sepanjang 2019, data laporan keuangan mencatat, rugi bersih KRAS mencapai US$ 505,39 juta atau Rp 7,07 triliun (asumsi kurs Rp 14.000/US$), dari rugi bersih US$ 167,53 juta. Pendapatan turun menjadi US$ 1,42 miliar dari sebelumnya US$ 1,74 miliar.
Namun manajemen Krakatau Steel membawa kabar baik di awal tahun ini. Perseroan menyampaikan prognosa laba bersih perseroan pada kuartal I-2020 sebesar US$ 20 juta atau sekitar Rp 320 miliar dengan asumsi kurs Rp 16.000/US$ dibandingkan dengan periode yang sama 2019.
Sementara itu untuk PT PAL, Sri Mulyani mengatakan kerugian dialami karena meningkatnya beban lain-lain hingga 3 kali lipat akibat kerugian nilai tukar dan kerugian entitas asosiasi (PT GE Power Solution Indonesia).
Adapun kerugian Perum Bulog, Sri Mulyani menyebut bahwa terdapat kelebihan pengakuan pendapatan atas penyaluran Rastra (Bansos Beras Sejahtera).
"Sehingga Bulog harus melakukan pembebanan koreksi pendapatan di taun 2018," jelas Sri Mulyani.
Kerugian yang terjadi pada PT Sang Hyang Seri dan PT Pertani disebabkan karena inefisiensi bisnis, beban bunga, dan perubahan kebijakan pemerintah dalam mekanisme pengadaan benih.
Sementara Dirgantara merugi karena adanya pembatalan kontrak dan order yang tidak mencapai target. Namun kabar baiknya, ada pemulihan kinerja perusahaan yang dikembangkan oleh mendiang Presiden BJ Habibie ini saat DPR Komisi VI menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama dengan BUMN Industri Strategis pada 12 Februari 2020.
Saat paparan, disebutkan PTDI ternyata sudah mencatatkan laba bersih di 2019. Padahal di 2018 perseroan menderita kerugian hingga US$ 38,5 juta Laba bersih PTDI pada 2019 tercatat US$ 10,5 juta atau setara dengan Rp 147 miliar. Laba bersih dipengaruhi oleh pendapatan perseroan yang naik hingga US$ 259,7 juta atau Rp 3,64 triliun.
Di sisi lain, PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari merugi karena beban administrasi dan umum yang terlalu tinggi yakni 58% dari pendapatan.
Erick Thohir pun punya pandangan soal kerugian BUMN. Salah satunya ternyata banyak pemimpin BUMN tidak memiliki kemampuan manajemen bisnis yang baik. Contoh kecil yang diungkapkan Menteri BUMN Erick Thohir ialah bagaimana kemampuan membuat perencanaan bisnis (business plan).
Membuat proposal bisnis saja banyak bos BUMN yang tak mampu. Erick pun kecewa terhadap banyaknya BUMN yang tidak menyetorkan rencana bisnis karena dari 142 BUMN, hanya 10 yang menyetor.
"Masa minta bisnis plan (rencana) saja nggak bisa? Yang rajin kan perbankan, PLN dan Pertamina juga sudah setor," ungkapnya, (21/2/2020).
Selain itu, Erick juga menyinggung soal penyelenggaraan BUMN yang dikelola bak perusahaan keluarga, padahal harusnya menjunjung tinggi profesionalisme dan tata kelola yang baik.
"BUMN kadang-kadang dipersepsikan juga yang salah bahwa kita ini pemilik ini, ini yang kita selalu betulkan dan sudah bicarakan ke presiden langsung dan menkeu bahwa kita ini pengelola jadi badan usaha milik negara, bukan badan udah milik nenek lu," ujar Erick dalam acara CNBC Indonesia Economic Outlook 2020 bertajuk "Indonesia Menjawab Tantangan Ekonomi Global" di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Rabu (26/2/2020).
Erick pun mengingatkan BUMN merupakan perusahaan milik negara, jadi bukan pribadi. Oleh karena itu pengelolaan BUMN menurut dia harusnya memiliki batasan-batasan tertentu dan tidak dapat dilakukan seperti mengelola perusahaan swasta.
"Jadi nggak bisa, mohon maaf, misalnya kita cemburu seperti Pak CT [Chairul Tanjung, pemilik Grup CT Corp] mengelola perusahaannya karena itu pribadi, label negara ini yang harus diyakini para pengambil keputusan," lanjut Erick.
Sebab itu, Erick meminta para direksi dan komisaris BUMN membantu mendukung lima visi Presiden Joko Widodo yang meliputi pembangunan SDM, pembangunan infrastruktur, penyederhanaan regulasi, penyelenggaraan birokrasi, dan bagaimana ekonomi bisa bertransformasi.
[Gambas:Video CNBC]
