Urusan Likuiditas Bank Gagal ke BI Dulu, Baru Ujungnya di LPS

Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
22 June 2020 16:10
LPS
Foto: Ist

Jakarta, CNBC Indonesia - DPR meminta selama penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional, tidak boleh terjadi bank gagal baik sistemik maupun tidak berdampak sistemik.


Untuk mendukung hal tersebut, parlemen memutuskan tanggung jawab tersebut di Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Bahkan, disepakati akan dirancang sebuah aturan khusus yang bisa menjadi dasar bagi LPS menjalankan amanat tambahan tersebut.



"LPS didorong untuk lebih pro-aktif, untuk dapat masuk lebih awal dalam mengantisipasi terjadinya bank gagal dengan menempatkan dana LPS di Bank bermasalah tersebut," kata Ketua Banggar DPR Said Abdullah seperti dikutip Senin (22/6/2020).

DPR ingin mendobrak beberapa aturan yang sudah dengan jelas tertuang dalam UU sebelumnya. Yakni UU PPKSK atau Undang-undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan skema penanganan bank gagal sudah jelas.

Selain itu dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 yang telah disahkan menjadi UU Nomor 2 tahun 2020 itu tertuang jelas jika LPS hanya bisa menangani bank gagal.

DPR mengesampingkan Bank Indonesia (BI) yang merupakan lender of last resort. Bank bermasalah harusnya mendapatkan dana Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek (PLJP) dahulu.

Sebenarnya bagaimana alur penyehatan bank gagal saat ini?

"Biasanya suatu bank yang mengalami masalah likuiditas adalah disebabkan adanya problem kredit bermasalah yang berlarut-larut. Problem kredit bermasalah harus diselesaikan dengan setoran tambahan modal dari pemegang saham pengendali (PSP) bank tersebut," kata Ekonom Senior Mirza Adityaswara saat berbincang, Senin (22/6/2020).

Jika salah satu PSP tidak sanggup menambah modal, maka pengawas bank (OJK) akan meminta PSP yang lain menambah modal, tentu saja PSP yang tidak sanggup menambah modal harus bersedia terdilusi kepemilikannya.

"Di sini kadang perlu waktu negosiasi yang lama antar PSP tersebut. Jika negosiasi penambahan modal berkepanjangan maka ada risiko bank tersebut mengalami krisis kepercayaan, yaitu ada deposit yang keluar pindah ke bank lain. Dalam situasi tersebut maka bank yang mengalami krisis kepercayaan akan datang ke bank sentral untuk minta likuiditas dalam bentuk Term Repo dengan menjaminkan SBN dan SBI-nya," papar Mirza.

Ditambahkan Mirza, jika Term Repo sudah terpakai semuanya tapi bank masih butuh likuiditas maka bank bisa minta dari bank sentral yakni PLJP (Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek).

"PLJP digunakan dengan menjaminkan kredit lancar yang dimiliki oleh bank tersebut. Tentu saja ada syarat-syarat PLJP yang harus dipenuhi oleh bank tersebut. Dan pengawas bank (OJK) harus memberikan informasi yang cukup kepada bank sentral terkait kondisi bank tersebut."

"Lalu apa peran LPS? LPS akan masuk jika sudah tidak mampu menambah modal dan tidak ada investor baru yang mau menambah modal kepada bank tersebut," kata Mirza.

Jadi, LPS mandatnya yang sekarang adalah hanya menambah modal, bukan memberikan likuiditas kepada bank yang belum dikuasainya.

"LPS hanya bisa masuk menambah modal (dan likuiditas) kepada bank jika pengawas bank (OJK) sudah menyerahkan bank bermasalah tersebut kepada LPS," papar Mirza yang merupakan Mantan Kepala Eksekutif LPS dan Deputi Gubernur Senior BI ini.

Lalu apa yang membedakan peranan LPS saat diaktifkannya Perppu Pandemi Covid-19 ini?

"Untuk bank yang memperoleh PLJP, maka LPS harus sudah diperbolehkan oleh OJK melihat kondisi bank tersebut sehingga ada waktu yang cukup bagi LPS jika harus mengambil alih kepemilikan bank tersebut."

"Dengan adanya Perppu, LPS sudah diberi kewenangan masuk dan mendapat data bank yang bermasalah," katanya.








(dru)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article LPS Gugat 7 Pemegang Saham Bank Gagal, Ini Daftarnya

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular