
Tanpa Perlawanan, Rupiah Digebuk Hingga ke Atas Rp 14.100/US$

Kehati-hatian pelaku pasar, ditambah dengan pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani pada pekan lalu memicu aksi ambil untung (profit taking) terhadap rupiah, sehingga nilainya makin melemah.
Nilai tukar rupiah memang sedang perkasa jika dilihat sejak awal April hingga awal Juni sudah melesat lebih dari 15%. Penguatan tersebut tentunya menggiurkan bagi pelaku pasar untuk mencairkan cuan.
Pada Kamis (17/6/2020) pekan lalu, dalam pidato tanggapan pemerintah atas kerangka makro APBN 2021, Sri Mulyani menyampaikan pihaknya juga tidak mau rupiah terlalu kuat. Indonesia masih butuh ekspor yang berdaya saing dengan nilai tukar yang terjaga.
"Namun perlu kita sadari bersama bahwa pada saat ini posisi nilai tukar yang terlalu kuat juga dapat memukul kinerja ekspor nasional dan berakibat buruk bagi pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan."
"Nilai tukar rupiah yang terlalu kuat dapat melumpuhkan daya saing produk kita dan menyebabkan penurunan ekspor serta peningkatan impor produk yang menjadi lebih murah. Untuk itu, Pemerintah bersama Bank Indonesia, akan terus mengelola nilai tukar secara berhati-hati untuk tetap menjamin kelangsungan pertumbuhan ekonomi ke depan," tegas Sri Mulyani.
Dalam hal ini, Sri Mulyani menegaskan yang menjadi fokus perhatian bersama adalah bukan pada tingkat nilai tukar tertentu, tetapi menjaga stabilitas pergerakan nilai tukar agar tidak menimbulkan gejolak pada aktivitas ekonomi dan sektor riil dalam negeri.
Nilai tukar rupiah sepanjang 2020 diproyeksikan berada di Rp 14.500 - 15.500/US$.
Pernyataan Sri Mulyani tersebutr tentunya memberikan efek psikologis di pasar, yang membuat rupiah akhirnya diterpa aksi ambil untung.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)[Gambas:Video CNBC]
