
Kasus Corona Global Tembus Rekor, Rupiah Ikut Tekor

Padahal dunia masih merasakan euforia setelah pemerintahan di berbagai negara melonggarkan pembatasan sosial (social distancing). Masyarakat yang selama berbulan-bulan #dirumahaja kini mulai bisa kembali beraktivitas meski harus mematuhi protokol kesehatan.
Namun kehidupan normal yang baru (new normal) ternyata membawa konsekuensi peningkatan penularan virus corona. Maklum, virus yang bermula dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China ini akan semakin mudah menular ketika terjadi peningkatan interaksi dan kontak antar-manusia.
Oleh karena itu, muncul kekhawatiran bahwa jikalau kasus corona terus bertambah dalam jumlah yang signifikan, maka social distancing akan kembali diketatkan. Masyarakat kudu kembali ke rumah. Bekerja, belajar, dan beribadah di rumah. Aktivitas publik menjadi sangat terbatas, bahkan boleh dibilang hampir mati suri.
Ketika aktivitas sangat terbatas, maka sama saja menghentikan laju roda perekonomian. Harapan new normal akan membawa pemulihan ekonomi mulai paruh kedua 2020 menjadi buram.
Ketidakpastian masih sangat tinggi, karena ada risiko social distancing kembali digalakkan. Semakin lama orang-orang berdiam di rumah, maka resesi hampir pasti berlangsung dalam waktu yang lebih lama. Hampir mustahil ekonomi dunia melesat pada 2021 kalau social distancing diketatkan lagi.
Persepsi semacam ini yang kemungkinan pelaku pasar bakal bersikap wait and see. Lebih baik menunggu terlebih dulu sampai ada kejelasan lebih lanjut, jangan melakukan apa-apa sampai ada kepastian.
Akibatnya, arus modal enggan mampir ke pasar keuangan negara-negara berkembang di Asia. Rupiah pun berisiko untuk kembali ke jalur merah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)[Gambas:Video CNBC]
