Analisis Teknikal

Berat! IHSG Masih Sulit Tembus Level 5.000, Ini Penyebabnya

Haryanto, CNBC Indonesia
22 June 2020 08:21
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia, Kamis 26/3/2020 (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia, Kamis 26/3/2020 (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan hari ini, Senin (22/6/2020) berpotensi melemah terdorong oleh koreksi bursa Wall Street di tengah ancaman gelombang serangan kedua virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19). Ini membuat IHSG semakin sulit untuk menembus level psikologis 5.000. 

Sebelumnya, pada perdagangan akhir pekan kemarin Jumat (19/6/2020) IHSG menguat 17,03 poin atau 0,35% ke level 4.942,27 terdorong oleh lonjakan harga minyak kontrak berjangka jenis brent acuan global yang menguat ke atas US$ 40/barel di tengah komitmen produsen minyak yang tergabung dalam OPEC+ untuk memangkas produksi demi menopang harga.

Organisasi Negara Pengekspor Minyak (Organization of the Petroleum Exporting Countries/OPEC) plus Rusia sepakat untuk memperpanjang periode pemangkasan output (produksi) sebesar 9,7 juta barel per hari (bph) atau setara dengan 10% output global hingga bulan Juli.

Berdasarkan catatan data dari Bursa Efek Indonesia (BEI), nilai transaksi pada perdagangan Jumat kemarin mencapai Rp 7,25 triliun, investor asing kembali jual bersih (net sell) sebesar Rp 653,44 miliar di pasar reguler dan negosiasi. Ada sebanyak 165 saham yang mencatatkan kenaikan, sementara turun sebanyak 248 saham dan stagnan sebanyak 156.

Saham-saham yang mengalami kenaikan di antaranya PT Nusantara Properti International Tbk (NATO) (23,70%), PT Karya Bersama Anugerah Tbk (KBAG) (4,76%), PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) (3,55%), Sedangkan PT Elnusa Tbk (ELSA) (3,54%) dan PT Transcoal Pacific Tbk (TCPI) (3,31%).

Pekan kemarin memang bukan momen terbaik bagi pasar keuangan Indonesia. Dimana sepanjang pekan kemarin, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah tipis 0,11% secara point-to-point.

Sentimen yang beredar memang cenderung negatif. Dari dalam negeri, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data perdagangan internasional periode Mei 2020 yang hasilnya boleh dibilang mengecewakan.

Nilai ekspor pada Mei tercatat US$ 10,53 miliar. Ini berarti ada kontraksi -28,95% secara tahunan (year-on-year/YoY). Kontraksi -28,95% merupakan yang paling dalam sejak Februari 2009. Kala itu, Indonesia (dan dunia) tengah berkubang dalam krisis keuangan global.

Sementara nilai impor bulan lalu tercatat US$ 8,44 miliar atau anjlok 42,2% YoY. Seperti halnya ekspor, kontraksi impor juga menjadi yang paling dalam sejak 2009.

Ekspor yang ambles sangat dalam membuat prospek pertumbuhan ekonomi kuartal II-2020 menjadi suram. Pada kuartal I-2020, ekspor masih bisa tumbuh walau tipis saja di 0,24%. Itu tertolong akibat pertumbuhan yang mencapai 12% pada Februari.

Sementara dari bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street yang menjadi barometer atau acuan bursa saham global pada penutupan perdagangan Jumat kemarin (Sabtu pagi waktu Indonesia) ditutup variatif dan cenderung melemah.

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) turun 208,64 poin atau 0,80% menjadi 25.871,46 dan S&P 500 turun 17,60 poin atau 0,56% menjadi 3.097,74, sementara Nasdaq naik 3,07 poin atau 0,03% menjadi 9,946,12.

Sementara sepekan kemarin indeks Dow Jones dan S&P 500 menambahkan masing-masing sekitar 1% dan 1,9%, sedangkan Nasdaq melonjak 3,7%.

Berita Federal Reserve membeli obligasi perusahaan bersama dengan rekor lonjakan penjualan ritel AS mengangkat sentimen di Wall Street pekan kemarin. Ekspektasi pemulihan ekonomi juga mendorong kenaikan harga saham. Namun, jumlah kasus virus corona yang terkonfirmasi terus meningkat, memberikan kekhawatiran tentang pemulihan menjadi hambatan reli Wall Street.

Pada catatan pukul 07:30 WIB, kontrak berjangka (futures) indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) turun 0,08% pada 25.509, sedangkan S&P 500 melemah 0,04% menjadi 3.058 dan Nasdaq Composite 100 turun 0,01% pada 9.923.

Pada perdagangan pagi ini Senin (22/6/2020) koreksi bursa Wall Street futures kemungkinan menjadi sentimen negatif IHSG masuk zona merah.

 

Analisis TeknikalFoto: Revinitif
Analisis Teknikal

 

Analisis Teknikal

Pergerakan IHSG dengan menggunakan periode per jam (hourly) dari indikator Boillinger Band (BB) melalui metode area batas atas (resistance) dan batas bawah (support). Saat ini, IHSG berada di area support mencoba menyentuh level pivot, maka pergerakan selanjutnya berpeluang rebound terbatas dengan garis BB yang menyempit.

Untuk melanjutkan kenaikan dari sesi sebelumnya, perlu melewati level resistance selanjutnya yang berada di area 4.965 hingga area 4.990. Sementara untuk merubah bias menjadi bearish perlu melewati level support yang berada di area 4.920 hingga area 4.880.

Sementara itu, indikator Moving Average Convergen Divergen (MACD) yang menggunakan pergerakan rata-rata untuk menentukan momentum, dengan garis MA yang berpotongan di wilayah positif, maka kecenderungan pergerakan IHSG untuk koreksi.

Indikator Relative Strength Index (RSI) sebagai indikator momentum yang membandingkan antara besaran kenaikan dan penurunan harga terkini dalam suatu periode waktu dan berfungsi untuk mendeteksi kondisi jenuh beli (overbought) di atas level 70-80 dan jenuh jual (oversold) di bawah level 30-20.

Saat ini RSI masih berada di area 42 dan terpantau bergerak turun, artinya pergerakan selanjutnya cenderung koreksi.

Secara keseluruhan, melalui pendekatan teknikal dengan indikator garis BB yang menyempit dan berada di area support mencoba menyentuh level pivot, maka pergerakan IHSG selanjutnya diperkirakan untuk naik terbatas bahkan cenderung sideways.

Indeks perlu melewati (break) salah satu level resistance atau support, untuk melihat arah pergerakan selanjutnya.

 

TIM RISET CNBC INDONESIA


(har/har)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jokowi Disuntik Vaksin Corona, Bursa RI Siap-siap ke 6.500

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular