Derita Rupiah: Lawan Dolar AS Loyo, Lawan Mata Uang Asia KO

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
21 June 2020 12:14
Ilustrasi Uang Dolar/CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah sepanjang pekan ini. Tidak hanya di hadapan dolar AS, rupiah juga tidak berdaya kala satu lawan satu dengan mata uang Asia.

Sepanjang pekan ini, rupiah terdepresiasi 1,44% terhadap dolar AS secara point-to-point. Mayoritas mata uang Asia lainnya juga melemah di hadapan greenback, tetapi tidak ada yang separah rupiah.

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning sepanjang minggu ini:

Penderitaan rupiah tidak terhenti sampai di situ. Mata uang Tanah Air pun tidak berdaya kala berhadapan dengan mata uang negara-negara tetangga. Rupiah melemah paling dalam di hadapan yen Jepang, depresiasinya mencapai 4%.

Berikut perkembangan kurs mata uang utama Asia terhadap rupiah selama pekan ini:

Dalam dua pekan terakhir, rupiah memang seperti kehilangan permainan terbaik. Ini karena sentimen di pasar keuangan global memburuk akibat kecemasan akan risiko gelombang serangan kedua virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19).

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat, jumlah pasien positif corona di seluruh dunia per 19 Juni adalah 8.385.440 orang. Bertambah 142.441 orang dibandingkan posisi hari sebelumnya.

Dalam lebih dari dua pekan terakhir, jumlah kasus corona bertambah lebih dari 100.000 per hari. Kurva kasus corona tidak kunjung melandai.

Di Indonesia, situasinya juga agak mencemaskan. Kementerian Kesehatan melaporkan, jumlah pasien positif corona per 20 Juni adalah 45.029 orang. Bertambah 1.226 ornag dibandingkan posisi hari sebelumnya.

Selama enam hari beruntun, jumlah kasus baru di Indonesia bertambah lebih dari 1.000 orang setiap harinya. Kurva kasus pun bukannya melandai tetapi melengkung ke atas.

Jumlah kasus yang meningkat lumayan pesat membuat Indonesia kini menjadi negara dengan pasien positif corona terbanyak di ASEAN. Indonesia sudah melampaui Singapura.

Tidak heran investor agak grogi. Muncul kekhawatiran bahwa jika kasus corona terus bertambah dalam jumlah signifikan, bukan tidak mungkin pemerintah Indonesia kembali mengetatkan Pembatasan Sosial Berskala Besar.

"Dalam skenario terburuk, pembukaan kembali aktivitas ekonomi kemudian dikaitkan dengan lonjakan kasus harian, bertambahnya rasa kekhawatiran di masyarakat, yang bisa membuat mobilitas kembali terbatas. Lebih ekstrem lagi, lockdown (karantina wilayah) bisa diberlakukan kembali," sebut riset Nomura.

Apabila PSBB kembali diperketat, maka prospek ekonomi Indonesia dipastikan bakal suram. Pemberlakuan PSBB yang hanya sekitar sebulan pada kuartal I-2020 membuat pertumbuhan ekonomi Tanah Air hanya 2,97%, terendah sejak 2001.

Pada kuartal II-2020, kala PSBB berlaku hampir sepanjang periode, hampir sangat pasti pencapaiannya lebih rendah. Bahkan jangan heran kalau ada kontraksi (pertumbuhan negatif).

Pelonggaran PSBB membuat aktivitas masyarakat berangsur pulih dan roda ekonomi berputar kembali. Ada harapan ekonomi Indonesia bisa bangkit pada paruh kedua tahun ini.

Akan tetapi kalau gelombang serangan kedua sampai mampir ke Indonesia (amit-amit), maka mungkin saja PSBB bakal diberlakukan lagi. Aktivitas masyarakat kembali dikunci, siap-siap untuk kembali #dirumahaja. Roda ekonomi macet lagi, ancaman resesi menjadi sangat nyata.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular