Get Ready! Hitungan Bulan, Emas Bakal Cetak Rekor Tertinggi

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
20 June 2020 08:25
Virus Outbreak Thailand Gold Sell Off
Foto: Ilustrasi Emas (AP/Sakchai Lalit)

Pandemi Covid-19 menjadi pemicu kenaikan harga emas di tahun ini. Tetapi sebelum virus corona menyerang berbagai negara, logam mulia ini sebenarnya sudah berancang-ancang untuk melaju naik. Hal itu terjadi karena kebijakan pelonggaran moneter yang diadopsi bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) pada tahun lalu. Begitu juga bank sentral utama lainnya seperti European Central Bank (ECB).

The Fed memangkas suku bunga sebanyak 3 kali masing-masing 25 basis poin (bps), sementara ECB menerapkan suku bunga negatif serta mengaktifkan kembali program pembelian aset (obligasi dan surat berharga) atau yang disebut dengan quantitative easing (QE).

Kebijakan moneter longgar merupakan "bensin" bagi emas untuk terus melaju naik. Tercatat sepanjang tahun lalu emas melesat lebih dari 18%.

Pandemi Covid-19 yang terjadi di tahun ini membuat perekonomian global merosot tajam hingga terancam mengalami resesi. Akibatnya bank sentral di berbagai negara mengadopsi kebijakan moneter longgar. Itu artinya "bensin" bagi emas semakin banyak.

Belum lagi gelontoran stimulus fiskal dari pemerintah di berbagai negara bisa menjadi "NOS" buat emas makin ngebut.

Kini munculnya risiko penyebaran pandemi Covid-19 semakin membuka jalan emas menuju rekor tertinggi. China, negara asal virus corona kini menghapi risiko tersebut. Setelah 50 hari tanpa transmisi lokal Covid-19 alias nol kasus, Beijing akhirnya melaporkan kasus pertama pada Jumat pekan lalu. Sejak saat itu hingga saat ini, jumlah kasus Covid-19 di Beijing nyaris mencapai 200 orang.

Kluster Covid-19 di Beijing berada di pasar Xinfadi, yang merupakan pasar tradisional terbesar di Beijing. Sehingga risiko semakin banyak orang yang terjangkit cukup tinggi. Pasar Xinfadi tersebut juga jauh lebih besar dari pasar di kota Wuhan yang menjadi awal munculnya virus corona hingga menjadi pandemi.

"Risiko penyebaran virus corona sangat besar dan sulit untuk mengontrolnya. Kita tidak bisa mengabaikan akan adanya penambahan kasus dalam beberapa waktu ke depan," kata Pang Xinghuo, pejabat senior pengendali penyakit, sebagaimana dilansir Reuters.

Otoritas terkait sudah meliburkan semua sekolah Beijing. Bar, restoran dan klub malam juga untuk sementara tidak diizinkan beroperasi. Selain itu, penerbangan pesawat komersial juga dibatasi. Taxi, car-hailing hingga bus rute jarak jauh juga dilarang beroperasi mulai Selasa lalu.

Dalam sistem tanggap darurat virus corona, Beijing kini kembali berada di level 2, satu strip di bawah level tertinggi. Sebanyak 32 wilayah di Beijing ditetapkan memiliki risiko medium terjangkit Covid-19. Warga yang berada di wilayah dengan risiko medium hingga tinggi dilarang pergi meninggalkan Beijing.

Meski demikian, Beijing masih belum dikarantina (lockdown) hanya ada pembatasan kegiatan masyarakatnya. Tetapi jika jumlah kasus terus meningkat, bukan tidak mungkin lockdown kembali diterapkan, yang tentunya akan memukul kembali perekonomian global yang sedang berusaha bangkit.

Tidak hanya China, Amerika Serikat juga mengalami lonjakan kasus Covid-19. Di beberapa negara bagian bahkan mencetak rekor penambahan kasus per hari. Meski AS sebelumnya menyatakan tidak akan melakukan lockdown lagi, tetapi lonjakan kasus dapat membuat kegiatan warganya kembali dibatasi seperti China, sehingga pemulihan ekonomi akan berjalan lebih lambat lagi.

Semakin lambat pertumbuhan ekonomi, kebijakan moneter longgar akan semakin lama dipertahankan, artinya emas memiliki stok "bensin" yang cukup lama untuk terus menguat.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular