
Garuda Masih Setop Terbang ke Timteng & China, Batasi Eropa

Jakarta, CNBC Indonesia - Manajemen maskapai BUMN PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) mengungkapkan masih melakukan pengurangan produksi atau kapasitas baik di rute domestik maupun internasional di tengah dampak pandemi Covid-19 yang menghantam industri penerbangan global dan domestik.
Mitra Piranti, VP Corporate Secretary Garuda, mengatakan sejak pandemi Covid-19 berlangsung, perseroan mengalami penurunan dari sisi produksi, seiring dengan implementasi kebijakan pemerintah dengan penerapan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) di beberapa provinsi/daerah serta negara lainnya.
Dia mengatakan, sampai saat ini, data per 12 Mei 2020, perseroan masih melakukan pengurangan produksi atau kapasitas baik di rute domestik maupun internasional.
Untuk rute Internasional di region Timur Tengah atau MEA (Middle East) dan Tiongkok (China) masih diberlakukan penghentian total sampai pemberitahuan lebih lanjut.
Sedangkan, di region lain seperti SWP (South West Pacific/Australia), JPK (Jepang Korea), EUR (Eropa) dan ASA (Asia) masih diberlakukan pengurangan frekuensi sebesar 60-80% dari total frekuensi normal.
"Pengurangan frekuensi ini bersifat fluktuatif tiap harinya di mana disesuaikan dengan demand dan perkembangan kondisi di negara ataupun daerah tersebut," katanya, dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (15/6/2020).
Untuk dapat mempertahankan dan meningkatkan kinerja keuangan perseroan di kondisi buruk seperti ini, perseroan juga membeberkan beberapa rencana strategis baik dari sisi keuangan dan operasional.
Dari sisi keuangan, cashflow atau arus kas merupakan hal yang paling penting untuk menjaga berjalannya bisnis atau keberlanjutan (Going Concern) perusahaan.
Garuda Indonesia mempunyai dua kategori biaya yang sangat berpengaruh terhadap pengeluaran kas yaitu biaya tetap yang meliputi biaya sewa pesawat, biaya pegawai, administrasi kantor pusat dan kantor cabang dan biaya variabel penerbangan yang meliputi biaya bahan bakar, biasa kestasiunan, biaya catering, biaya navigasi dan biaya tunjangan terbang bagi awak pesawat.
"Agar Garuda Indonesia tetap beroperasi, maka kami melakukan beberapa strategi yaitu melakukan negosiasi dengan lessor untuk penundaan pembayaran sewa pesawat (lease holiday), dan memperpanjang masa sewa pesawat untuk mengurangi biaya sewa per bulan."
Selain itu, perseroan juga mengusahakan pembiayaan dari perbankan dalam dan luar ataupun pinjaman lain, menegosiasikan kewajiban perseroan yang akan jatuh tempo dengan pihak ketiga, dan melakukan program efisiensi biaya kurang lebih 15-20% dari total biaya operasional dengan tetap memprioritaskan keselamatan dan keamanan penerbangan dan pegawai serta layanan.
"Diskusi intensif dengan pemerintah selaku pemegang saham perseroan guna memperoleh dukungan yang diperlukan perseroan."
Dari sisi aspek operasional, pendapatan penumpang berkontribusi lebih dari 80% dari total pendapatan Garuda Indonesia. Dengan adanya penurunan trafik, maka dibutuhkan strategi untuk menurunkan biaya variabel penerbangan.
"Strateginya kami lakukan dengan cara mengoptimalkan frekuensi dan kapasitas penerbangan baik penerbangan domestik maupun internasional dan mengoptimalkan layanan kargo dan aktif mendukung upaya-upaya pemerintah khususnya yang terkait dengan penanganan Covid-19 melalui pengangkutan bantuan kemanusiaan, APD [alat pelindung diri], obat-obatan, alat kesehatan."
Selain itu, menutup rute-rute yang tidak menghasilkan profit dan mengoptimalkan layanan carter pesawat untuk evakuasi WNI yang berada di luar negeri serta membantu proses pemulangan WNA untuk kembali ke negara masing-masing dan layanan charter untuk pengangkutan kargo."
Tak hanya itu, perseroan juga menunda kedatangan pesawat di tahun 2020 dan mengembangkan internasional hub (Amsterdam dan Jepang) agar layanan Garuda Indonesia menjangkau seluruh dunia dengan mengoptimalkan layanan interline.
(tas/miq)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Saham GIAA Anjlok ke Harga Segini, Setelah 4 Hari Nanjak
