Cuma Kalah dari Yen di Klasemen Asia, Rupiah Hebat Juga Ya...

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
15 June 2020 13:26
Ilusttrasi Uang
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih menguat di perdagangan pasar spot. Neraca perdagangan Indonesia yang surplus tinggi menjadi penopang penguatan rupiah.

Pada Senin (15/6/2020) pukul 13:02 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.030. Rupiah menguat 0,14% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu.

Kala pembukaan pasar, rupiah masih stagnan di Rp 14.050/US$. Namun itu tidak lama dan hingga lewat tengah hari mata uang Tanah Air masih bertahan di zona hijau.

Menariknya, apresiasi rupiah terjadi kala sebagian besar mata uang utama Asia melemah di hadapan dolar AS. Selain rupiah, hanya yen Jepang yang mampu menguat.

Apresiasi rupiah dan yen mirip-mirip, tipis saja. Namun penguatan yen sedikit lebih tinggi sehingga rupiah harus puas berada di posisi kedua 'klasemen' mata uang Asia.

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 13:05 WIB:

Jelang tengah hari tadi, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data perdagangan internasional Indonesia periode Mei 2020. Hasilnya, neraca perdagangan mengalami surplus US$ 2,09 miliar, tertinggi sejak Februari.

Neraca perdagangan yang surplus besar ini menjadi kabar baik buat rupiah. Ada harapan transaksi berjalan (current account), yang mencerminkan ekspor-impor barang dan jasa, akan membaik pada kuartal II-2020.

Perbaikan transaksi berjalan berarti pasokan devisa ke perekonomian nasional akan lebih memadai. Ini memberi pijakan bagi nilai tukar rupiah untuk menguat.

Berkat data ini, rupiah berhasil lolos dari jerat zona merah. Data perdagangan, setidaknya sampai saat ini, berhasil menangkis serangan sentimen negatif yang beredar di pasar keuangan global.

Sempat jinak di China, virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) kembali menyerang. Puluhan kasus baru tercatat di Beijing, kluster penyebaran diduga berasal dari sebuah pasar tradisional.

Kemarin, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat jumlah pasien positif corona di Negeri Tirai Bambu adalah 84.729 orang. Bertambah 58 orang dibandingkan posisi hari sebelumnya dan menjadi penambahan harian tertinggi sejak 17 April.

Di AS, kecemasan yang sama juga terjadi. US Centers of Disease Control and Prevention melaporkan, jumlah pasien positif corona di Negeri Adidaya per 13 Juni adalah 2.038.344 orang. Bertambah 22.317 orang dibandingkan posisi hari sebelumnya dan merupakan kenaikan harian tertinggi sejak 7 Juni.

Oleh karena itu, ketakutan terhadap gelombang serangan kedua (second wave outbreak) datang lagi. Kekhawatiran ini beralasan mengingat aktivitas masyarakat di berbagai negara mulai diperbolehkan, sesuatu yang menimbulkan risiko penyebaran virus.

Akan tetapi, sepertinya kekhawatiran ini tidak akan bertahan lama. Sebab tidak seperti flu Spanyol, pandemi virus corona terjadi pada masa damai. Segala upaya bisa dikerahkan untuk meredam penyebaran virus, sesuatu yang sulit terjadi kala pagebluk flu Spanyol yang mewabah saat Perang Dunia I.

Selain itu, berbagai negara relatif sudah punya pengalaman untuk menangani virus yang bermula dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China tersebut. Pengalaman yang akan sangat berguna untuk menghadapi masalah serupa.

"Kami memperkirakan second wave bahkan lebih terkendali ketimbang yang pertama, karena sekarang sudah ada pengalaman. Pelonggaran kebijakan juga membuat negara-negara di Asia punya pijakan yang lebih baik," sebut riset Morgan Stanley.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular