Rupiah Perkasa Sejak Pagi, Eh Tengah Hari Kok Loyo...

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
11 June 2020 12:20
Ilustrasi Uang Dolar/CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Ilustrasi Dolar AS (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Sementara dari sisi eksternal, risk appetite investor global sedang rendah usai pengumuman hasil rapat Komite Pengambil Kebijakan Bank Sentral AS (Federal Open Market Committee/FOMC). Ketua Jerome 'Jay' Powell dan kolega menyampaikan proyeksi terbaru yang lebih suram.

Pada 2020, The Federal Reserve/The Fed memperkirakan ekonomi AS terkontraksi -6,5%. Jauh memburuk ketimbang proyeksi sebelumnya yang memperkirakan ada pertumbuhan 2%.

Kemudian tingkat pengangguran pada tahun ini diperkirakan 9,3%. Lebih tinggi dibandingkan perkiraan sebelumnya yaitu 3,5%. Lalu inflasi yang diukur dari Personal Consumption Expenditure (PCE) into berada di 1% sepanjang 2020. Melambat dibandingkan proyeksi sebelumnya yaitu 1,9%.

Sedangkan median suku bunga acuan pada 2020 adalah 0,1% atau sama seperti sekarang. Jadi kemungkinan besar Federal Funds Rate tidak akan diutak-atik sampai akhir tahun.

Bahkan mungkin suku bunga acuan di AS tidak akan berubah sampai 2022. Baru selepas itu dalam jangka panjang akan naik dan mengarah ke median 2,5%.

Selain proyeksi baru yang jauh lebih pesimistis itu, pernyataan Powell dalam jumpa pers juga tidak kalah gloomy. Sosok pengganti Janet Yellen itu menyatakan bahwa butuh waktu lama untuk 'menyembuhkan' perekonomian Negeri Adidaya.

"Dua puluh empat juga orang. Bagaimana pun negara harus bisa membuat mereka kembali bekerja. Mereka tidak bersalah, ini adalah bencana.

"Jalan akan panjang, akan memakan waktu. Kami akan menggunakan berbagai instrumen yang ada untuk mendukung pasar tenaga kerja dan ekonomi secara keseluruhan sampai benar-benar pulih," papar Powell, sebagaimana dikutip dari Reuters.

Merespons hasil FOMC, pelaku pasar langsung memasang mode bermain aman. Akibatnya, bursa saham New York ditutup cenderung melemah.

Dini hari tadi waktu Indonesia, Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) rontok 1,04% dan S&P 500 terkoreksi 0,07%. Bursa saham Asia pun berjatuhan.

Di Bursa Efek Indonesia (BEI), investor asing membukukan jual besih (net sell) sebesar Rp 213,23 miliar pada perdagangan Sesi I. Akibatnya, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah 0,51%.

Berikut perkembangan indeks saham utama Asia pada pukul 12:09 WIB:

Seretnya arus modal asing membuat rupiah harus rela melepaskan penguatan dan masuk jalur merah. Mau bagaimana lagi, situasinya memang sedang sulit...

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aji/aji)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular