Harga Minyak Naik, Tapi LNG Lebih Murah dari Kopi Starbucks

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
10 June 2020 12:03
FILE PHOTO: An LNG tanker is seen off the coast of Singapore February 3, 2017. REUTERS/Gloystein/File Photo/File Photo/File Photo
Foto: An LNG tanker is seen off the coast of Singapore February 3, 2017. REUTERS/Gloystein/File Photo/File

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak dunia mulai merangkak naik ke posisi US$ 40 per barel. ICP atau harga minyak Indonesia untuk Mei juga terdongkrak ke level US$ 25,67 per barel.

Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto mengatakan meski investasi hulu migas sudah mulai membaik, namun harga liquefied natural gas (LNG) atau gas alam cair saat ini masih rendah.

"Brent Crude price hari ini dan kemarin sudah diatas US$ 40. Mestinya ICP juga sudah bisa lebih tinggi. Dengan sudah membaiknya oil price, maka investasi di hulu migas juga akan membaik. Saat ini harga LNG yang masih terlalu rendah," ungkapnya saat dihubungi, Selasa, (09/06/2020).

Berdasarkan pantauan CNBC Indonesia, harga rata-rata LNG saat ini masih di kisaran US$ 3 per MMBTU untuk pasar spot. Sementara untuk kontrak eksisting jangka panjang masih di bawah US$ 4 per MMBTU.

US$ 3 setara dengan Rp 42 ribu, ini lebih murah ketimbang harga segelas ice caffe latte di Starbucks yang seharga Rp 44 ribu.

Dwi mengatakan, upaya yang perlu dilakukan selanjutnya adalah mengoptimalkan kegiatan hulu migas dengan normal baru. "Selanjutnya menunggu bagaimana mengoptimalkan kegiatan di hulu migas di era "New Normal"," jelasnya.

Dampak dari pandemi corona (Covid-19) yang membuat harga minyak terjun bebas juga membuat target lifting tahun ini turun. Pihaknya memproyeksikan lifting minyak tahun ini akan berada di kisaran 705.000-710.000 barel minyak per hari (BOPD). Secara teknis tahun ini ditargetkan 735.000 BOPD, sementara secara APBN targetnya adalah 755.000 BOPD.

"Jadi kira-kira ada 8% kurang lebih dampak dari Covid-19 dan harga minyak ini yang kemudian, yang cukup besar di gas, karena di gas ini disamping permasalahan tingkat keekonomian investasi serapan juga sangat rendah dengan adanya Covid-19 ini. Gas terdampak 15% dari target yang diharapkan APBN," kata Dwi.

[Gambas:Video CNBC]




(gus/gus) Next Article Bos SKK Migas Sebut RI Jadi Pemasok LNG Dunia, Ini Syaratnya

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular