
Bakal 'Dibersihkan' Erick, Begini Kinerja Iglas & Merpati

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berencana melikuidasi perusahaan-perusahaan BUMN yang dinilai tidak lagi produktif secara bisnis dan operasional. Namun saat ini kementerian tengah menunggu persetujuan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk bisa memiliki kewenangan tersebut lewat Keputusan Presiden.
Akhir pekan lalu, Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan terdapat beberapa perusahaan yang sudah masuk dalam list kementerian untuk segera dilikuidasi karena dinilai tak lagi bisa dipertahankan.
"Sekarang kita minta supaya ada kewenangan tambahan dipegang Pak Menteri BUMN [Erick Thohir] khususnya supaya perusahaan-perusahaan yang tidak bisa dipertahankan itu bisa dibubarkan oleh Pak Menteri BUMN," kata Arya, Sabtu (6/6/2020).
Beberapa di antara perusahaan yang disebut Arya seperti PT Merpati Nusantara Airlines (Persero). Perusahaan penerbangan ini sudah tak lagi beroperasi sejak 2014, namun perusahaan ini masih memiliki aset-aset seperti pesawat dan bisnis maintenance, repair & overhaul (MRO) alias hanggar pesawat yang masih dapat dioperasikan.
Selain Merpati, ada juga PT Iglas (Persero) yang memiliki bisnis pembuatan kemasan gelas, khususnya botol. Perusahaan ini telah disebut-sebut sudah mengalami kebangkrutan sejak lama.
Lalu, sebenarnya bagaimana kinerja kedua perusahaan tersebut hingga masuk dalam daftar perusahaan yang dipertimbangkan untuk dilikuidasi?
Iglas
Berdasarkan laporan keuangan perusahaan BUMN kepada pemerintah pusat untuk periode yang berakhir pada Desember 2018, tercatat kinerja keuangan kedua perusahaan tersebut.
Menurut laporan tersebut, hingga akhir 2018 Iglas membukukan pendapatan senilai Rp 690 juta dan perusahaan juga mendapatkan pendapatan lain-lain senilai Rp 2,84 miliar.
Namun sayangnya beban usaha perusahaan justru lebih tinggi dibanding dengan pendapatan ini, yakni mencapai Rp 6,56 miliar. Selain itu juga terdapat beban lain-lain senilai Rp 57,13 miliar, beban bunga juga tinggi mencapai Rp 48,42 miliar.
Kondisi keuangan yang parah ini membuat perusahaan harus mencatatkan kerugian tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada entitas pengendali senilai Rp 84,61 miliar.
![]() Puluhan mantan karyawan PT. Merpati berdemo di depan Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Selasa (13/11/2018). Para mantan karyawan tersebut menuntut agar Majelis Hakim Pengadilan Niaga agar memutuskan homologi terhadap PT. Merpati, sehingga perusahaan tersebut tidak dipailitkan dan mereka mendapatkan hak atas pesangonnya. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto) |
Merpati
Sementara itu, Merpati justru sama sekali tak lagi beroperasi sehingga perusahaan ini tak lagi mencatatkan kinerja keuangan sama sekali pada tahun tersebut.
Merpati Nusantara Airlines (MNA) sempat ramai menjadi perbincangan publik Oktober tahun lalu, saat pelantikan kabinet Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
Maskapai yang didirikan pada 6 September 1962 dan ditutup sejak 1 Februari 2014 itu memang sempat mendapat angin segar untuk menjalankan kini bisnis kargo udara kembali setelah pada Rabu (16/10/2019), manajemen Merpati meneken kerja sama dengan 10 perusahaan BUMN.
Secara B to B, Merpati bekerjasama dengan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) untuk pengiriman kargo udara. Namun Direktur Utama Merpati Airlines Asep Eka Nugraha ketika belum bisa memastikan kapan maskapai tersebut akan kembali mengudara.
"Enggak terkejar kalau tahun ini [terbang lagi]. Sertifikasi [dari Kementerian Perhubungan] itu kan panjang," kata Asep kepada wartawan di Kantor Kementerian BUMN, Rabu (16/10/2019).
Sebelum tutup 6 tahun lalu, Merpati awalnya cukup sukses melayani penumpang pesawat di Tanah Air sebelum masuknya maskapai bertarif murah alias LCC yang diawali dengan hadirnya Lion Air pada Juni 2000.
Pada awalnya, mengacu data Kementerian BUMN, Merpati hanya menawarkan layanan penumpang, lalu kemudian berkembang di bisnis layanan darat (ground handling) dan pelatihan awak dan pilot.
Selain itu, perseroan juga mendirikan Merpati Maintenance Facility (MMF) yang menyediakan perawatan dan perbaikan pesawat yang berbasis di Bandara International Juanda, Surabaya, Jawa Timur.
Para 2015, jumlah karyawan Merpati di kantor pusat sebanyak 33 orang dan 152 orang di kantor cabang. Pada 2016, jumlah karyawan kantor pusat hanya 29 orang dan kantor cabang 132 orang.
Mengacu data kinerja BUMN periode 2015 (setahun setelah tutup), Merpati masih tercatat memiliki aset mencapai Rp 1,32 triliun, berkurang dari aset 2014 sebesar Rp 2,46 triliun dan pada 2012 sebesar Rp 2,79 triliun.
Ekuitas perseroan juga negatif hingga Rp 8,59 triliun dari tahun sebelumnya Rp 6,12 triliun, dan tahun 2012 negatif sebesar Rp 3,74 triliun. Sementara kewajiban Merpati pada 2015 yakni mencapai Rp 9,92 triliun dari 2014 yakni Rp 8,59 triliun dan 2012 sebesar Rp 6,55 triliun.
Sepanjang 2015, perseroan masih membukukan pendapatan Rp 43 miliar, amblas 64% dibandingkan dengan 2014 yakni Rp 121 miliar dan anjlok hingga 98% dari 2012 yang masih sebesar Rp 1,75 triliun.
Merpati mencetak rugi bersih Rp 2,48 triliun, membengkak 209% dari tahun sebelumnya Rp 803 miliar dan rugi bersih 2012 sebesar Rp 1,54 triliun.
(tas/tas) Next Article Apa Kabar Rencana Erick Tutup Merpati & Iglas? Ini Update-nya
