QE Bikin Banjir Likuiditas, Penyebab Dana Asing Masuk RI

Tri Putra, CNBC Indonesia
09 June 2020 08:49
Pengendara mobil melintas di jalan Protokol Ibukota Thamrin-Sudirman, Jakarta, Kamis (21/6). Usai libur lebaran sejumlah ruas jalan Protokol mulai diberlakukan kembali aturan ganjil-genap. Hal itu diberlakukan usai sistem ganjil-genap tidak diberlakukan di Jalan Sudirman-Thamrin dan Jalan Gatot Subroto mulai tanggal 11-20 Juni 2018 kemarin. Menurut pantauan CNBC Indonesia meski sudah memasuki hari awal kerja PNS sejumlah ruas jalan tersebut masih terlihat ramai lancar. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Arus investor asing yang masuk ke pasar keuangan di Indonesia sangat deras dalam beberapa pekan terakhir. Tercatat investor asing melakukan pembelian bersih (net buy) di pasar saham selama seminggu terakhir sebanyak Rp 3,34 triliun di semua pasar.

Bahkan inflow masuk asing di pasar obligasi jauh lebih besar. Menurut Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, inflow tersebut terjadi dengan intensitas cukup sering karena keyakinan investor terhadap kondisi ekonomi Indonesia.

"Itu terbukti, dari inflow masuk khususnya ke SBN [Surat Berharga Negara]. Sejak pekan kedua Mei, terus terjadi inflow," kata Perry di Jakarta, dalam konferensi pers virtual, Jumat (5/6/2020).

"Inflow ke SBN mencapai Rp 2,97 triliun di pekan kedua, kemudian pekan ketiga Rp 6,15 triliun dan pekan keempat Rp 2,54 triliun. Sedangkan di awal Juni 2020 Rp 7,01 triliun," papar Perry dalam media briefing tersebut.

Masuknya dana asing ke Indonesia ini menuai tanda tanya besar.



Mengapa asing 'mau' masuk ke Indonesia padahal ekonomi Indonesia masih terdampak pandemi Covid-19 dan belum memperlihatkan tanda-tanda pulih.

Apalagi
Juru Bicara Pemerintah Khusus untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto pada Sabtu lalu (6/6/20) menyampaikan penambahan harian kasus positif virus nCov-19 kembali memecahkan rekor baru yaitu 993 orang positif dalam sehari dengan total 30.514 pasien positif. 

Rilis data ini tentunya bisa menunjukkan bahwa gelombang pertama virus corona saja belum berhasil dilewati. Dengan dipaksakannya pelonggaran karantina ini bisa jadi korban dari virus nCov-19 ini akan terbang tinggi.

Mengingat di beberapa negara seperti Korea Selatan, yang setelah perekonomianya dibuka, Negeri Ginseng sempat melakukan pengetatan karantina kembali setelah ketakutan akan munculnya gelombang pandemi jilid 2 datang dengan munculnya klaster-klaster penyebaran baru.

Catatan, Korea Selatan sudah sukses menang melawan pandemi Covid-19 di ronde pertama. Sangat berbeda dengan Indonesia yang belum tampaknya puncak penyebaran virus corona.

Fakta-fakta ini tidak menyurutkan niat investor asing untuk masuk ke pasar keuangan di Indonesia. Hal ini bisa dikarenakan saat ini perbankan di pasar global kelebihan likuiditas akibat Quantitative Easing (QE) yang terus menerus dilakukan oleh bank sentral di seluruh dunia untuk memitigasi dampak corona.

Quantitative Easing sndiri adalah instrumen yang dimiliki oleh bank sentral untuk menginjeksikan likuiditas ke pasar untuk mendorong investasi dan pemberian pinjaman yang lesu dengan cara pembelian surat-surat berharga yang dimiliki perusahaan.




Dari tabel di atas dapat dilihat di kiblat perekonomian dunia Amerika Serikat (AS), bank sentralnya Federal Reserve alias The Fed pada bulan Maret-April telah menginjeksikan likuiditas ke perbankan sebanyak US$ 1,4 triliun.

Tidak mau kalah bank sentral Uni-Eropa ECB Maret lalu mengumumkan siap membeli 870 miliar euro. Dari pertengahan April sampai pertengahan Mei sendiri ECB sudah merealisasikan pembeliannya sebesar 120 miliar euro.

Masih dari Benua Biru, di Britania Raya, Bank of England siap melakukan QE paling tidak sebesar 200 miliar poundsterling. Dari target ini BoE sudah merealisasikan pembelian sebanyak 70 miliar poundsterling.


Dari Benua Kuning, Bank of Japan siap membeli obligasi pemerintah dengan jumlah yang tak terbatas, sementara itu surat utang perusahaan yang siap ditampung oleh BoJ adalah sebesar 20 triliun yen.

"Bank of Japan siap membeli obligasi pemerintah berapapun jumlahnya untuk menjaga suku bunga jangka panjang menjadi kurang lebih sebesar 0%" menurut rilis BoJ.

Menurut Fitch Rating pembelian aset melalui Quantitative Easing akan menembus angka US$ 6 triliun di tahun 2020, maka dari itu banyak likuiditas berlebih yang 'bocor' ke pasar keuangan negara-negara emerging market seperti Indonesia.

TIM RISET CNBC INDONESIA

[Gambas:Video CNBC]

 




(trp/trp) Next Article IHSG Balas Dendam, tapi Apa Kuat ke 7.000 Lagi?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular