
Industri Properti Sulit Restrukturisasi, Ini Respons Bos OJK
Monica Wareza, CNBC Indonesia
04 June 2020 18:05

Jakarta, CNBC Indonesia - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama dengan pemerintah bakal menyiapkan kebijakan khusus bagi sektor yang terdampak Covid-19. Selama ini restrukturisasi untuk sektor ini diserahkan kepada bank-bank berdasarkan asesmen terhadap perusahaan yang merupakan debiturnya.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan kebijakan baru ini akan disiapkan jika OJK menilai sektor-sektor terdampak ini memerlukan stimulus lanjutan.
"Bukan hanya di properti, hampir semua sektor menghadapi kondisi yang sama. Masing-masing bank dan lembaga pembiayaan mempunyai fleksibilitas kemampuan sendiri dan keuangan dan jurus masing-masing. Tapi kami akan lihat secara agregat kalau ada hal yang perlu pemerintah berikan kebijakan khusus akan dibahas secara high level tapi bank silahkan berikan restrukturisasi," kata Wimboh dalam video conference, Kamis (4/6/2020).
Menurut dia, banyak sekali sektor yang harus diberikan perhatian khusus karena terdampak Covid-19 ini. Tak hanya properti, namun juga pariwisata, transportasi, manufacturing terlebih karena sektor-sektor ini mempekerjakan banyak orang.
"Kita fokus sektor bukan hanya properti tapi sebagaimana kebijakan pemerintah apapun sektornya, kalau dia pekerjakan orang banyak itu akan jadi prioritas. Jadi padat karya, prioritasnya apa, ini lagi kita identifikasi apa yang akan dilakukan," imbuhnya.
Sebelumnya Ketua REI Totok Lusida mengatakan harus ada ketegasan pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk memberikan kepastian sektor properti mendapatkan restrukturisasi dari perbankan baik Himbara mupun swasta. Pasalnya hingga kini kepastian tersebut belum kunjung didapatkan, dan membuat sektor properti limbung.
Padahal kepastian restrukturisasi juga untuk mencegah adanya potensi PHK massal hingga 30 juta pekerja di sektor properti. Totok menilai berat bagi industri properti memenuhi permintaan pemerintah dimana harus tetap membayar gaji karyawan, dan tetap melakukan pembayaran terhadap bank dengan tidak ada pemasukan karena turunnya penjualan.
"Tolonglah ketegasan dari pemerintah dan OJK supaya bank ini benar-benar melakukan (restrukturisasi), kalau OJK tegas mereka pasti akan melakukan. Kalau ini digantung terus, developer, end user, dan perbankan sendiri bisa sama-sama mati," kata Totok.
Berdasarkan catatan Kadin, Apindo, dan REI, total kredit yang disalurkan oleh perbankan kepada 17 sektor industri adalah sebesar Rp 5.703 triliun, sebanyak 17,9% disalurkan untuk sektor realestat sebesar Rp 1.024 triliun. Nilai ini terdiri dari kredit konstruksi Rp 351 triliun, kredit realestat Rp 166 triliun dan KPR KPA Rp 507 triliun.
Dari jumlah tersebut yang disalurkan ke sektor properti senilai Rp 62 triliun di antaranya adalah kredit modal kerja jangka pendek. Berdasarkan strukturnya, Rp 51,1 triliun (82%) penyalurannya ditujukan untuk modal kerja perusahaan properti terbuka.
Perlu dicermati bahwa 24% atau senilai Rp 12,5 triliun berupa kredit modal kerja perusahaan properti terbuka tersebut merupakan hutang jangka pendek yang perlu ditangani secara cepat. Jika sampai ada permasalahan, maka akan berdampak pada kelangsungan perusahaan, proyek, dan masyarakat yang membutuhkan.
"Pengembang berusaha keras tidak PHK, sampai berapa lama tahan tergantung restrukturisasi. Kami disurati agar tidak PHK, tetapi tetap bayar bank. Tolonglah ketegasannya," ujar Totok.
Sebelumnya, OJK mencatat berdasarkan 50% dari total kredit UMKM di perbankan yang mencapai Rp 1.100 triliun - Rp 1.200 triliun, maka potensi kredit yang direstrukturisasi bisa mencapai Rp 500 triliun hingga Rp 600 triliun.
(dob/dob) Next Article Potret Silaturahmi DK OJK, Wimboh cs dengan Mahendra dkk
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan kebijakan baru ini akan disiapkan jika OJK menilai sektor-sektor terdampak ini memerlukan stimulus lanjutan.
"Bukan hanya di properti, hampir semua sektor menghadapi kondisi yang sama. Masing-masing bank dan lembaga pembiayaan mempunyai fleksibilitas kemampuan sendiri dan keuangan dan jurus masing-masing. Tapi kami akan lihat secara agregat kalau ada hal yang perlu pemerintah berikan kebijakan khusus akan dibahas secara high level tapi bank silahkan berikan restrukturisasi," kata Wimboh dalam video conference, Kamis (4/6/2020).
"Kita fokus sektor bukan hanya properti tapi sebagaimana kebijakan pemerintah apapun sektornya, kalau dia pekerjakan orang banyak itu akan jadi prioritas. Jadi padat karya, prioritasnya apa, ini lagi kita identifikasi apa yang akan dilakukan," imbuhnya.
Sebelumnya Ketua REI Totok Lusida mengatakan harus ada ketegasan pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk memberikan kepastian sektor properti mendapatkan restrukturisasi dari perbankan baik Himbara mupun swasta. Pasalnya hingga kini kepastian tersebut belum kunjung didapatkan, dan membuat sektor properti limbung.
Padahal kepastian restrukturisasi juga untuk mencegah adanya potensi PHK massal hingga 30 juta pekerja di sektor properti. Totok menilai berat bagi industri properti memenuhi permintaan pemerintah dimana harus tetap membayar gaji karyawan, dan tetap melakukan pembayaran terhadap bank dengan tidak ada pemasukan karena turunnya penjualan.
"Tolonglah ketegasan dari pemerintah dan OJK supaya bank ini benar-benar melakukan (restrukturisasi), kalau OJK tegas mereka pasti akan melakukan. Kalau ini digantung terus, developer, end user, dan perbankan sendiri bisa sama-sama mati," kata Totok.
Berdasarkan catatan Kadin, Apindo, dan REI, total kredit yang disalurkan oleh perbankan kepada 17 sektor industri adalah sebesar Rp 5.703 triliun, sebanyak 17,9% disalurkan untuk sektor realestat sebesar Rp 1.024 triliun. Nilai ini terdiri dari kredit konstruksi Rp 351 triliun, kredit realestat Rp 166 triliun dan KPR KPA Rp 507 triliun.
Dari jumlah tersebut yang disalurkan ke sektor properti senilai Rp 62 triliun di antaranya adalah kredit modal kerja jangka pendek. Berdasarkan strukturnya, Rp 51,1 triliun (82%) penyalurannya ditujukan untuk modal kerja perusahaan properti terbuka.
Perlu dicermati bahwa 24% atau senilai Rp 12,5 triliun berupa kredit modal kerja perusahaan properti terbuka tersebut merupakan hutang jangka pendek yang perlu ditangani secara cepat. Jika sampai ada permasalahan, maka akan berdampak pada kelangsungan perusahaan, proyek, dan masyarakat yang membutuhkan.
"Pengembang berusaha keras tidak PHK, sampai berapa lama tahan tergantung restrukturisasi. Kami disurati agar tidak PHK, tetapi tetap bayar bank. Tolonglah ketegasannya," ujar Totok.
Sebelumnya, OJK mencatat berdasarkan 50% dari total kredit UMKM di perbankan yang mencapai Rp 1.100 triliun - Rp 1.200 triliun, maka potensi kredit yang direstrukturisasi bisa mencapai Rp 500 triliun hingga Rp 600 triliun.
(dob/dob) Next Article Potret Silaturahmi DK OJK, Wimboh cs dengan Mahendra dkk
Most Popular