
Batu Bara Gagal Naik ke US$ 60, Ini Sentimen yang Jadi Pemicu
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
04 June 2020 09:39

Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah melesat signifikan di awal Juni, penguatan lebih lanjut harga batu bara termal Newcstle sedikit tertahan. Kemarin harga batu bara untuk kontrak yang ramai ditransaksikan ditutup flat di US$ 56,5/ton. Penguatan menuju level US$ 60/ton masih terganjal.
Kenaikan harga batu bara yang terjadi sejak Mei dipicu oleh beberapa faktor seperti bangkitnya ekonomi China pasca wabah, pelonggaran lockdown di berbagai negara hingga melesatnya harga minyak mentah.
China sebagai konsumen batu bara terbesar di dunia dan menyandang predikat sebagai episentrum pertama wabah corona merupakan negara yang ekonominyan pulih lebih dahulu.
Ekonomi China yang bergeliat membutuhkan bahan bakar berupa batu bara agar bisa memenuhi kebutuhan listrik untuk industri. Hal ini membuat impor batu bara China melonjak tinggi pada April lalu.
Namun permintaan batu bara impor dari China yang tinggi tidak akan berlangsung terus-terusan mengingat adanya kemungkinan China membatasi impornya dan beralih ke pasokan domestik serta ketegangan Beijing-Canberra.
Di sisi lain angka purchasing manager's index (PMI) manufaktur China bulan Mei yang melambat juga menjadi sentimen yang memberatkan harga batu bara. PMI manufaktur China bulan Mei dilaporkan sebesar 50,6, melambat dari bulan sebelumnya 50,8.
Di bulan Maret, PMI manufaktur China berada di level 52, naik tajam ketimbang bulan Februari sebesar 35,7, yang merupakan kontraksi terdalam sepanjang sejarah.
Impor batu bara di negara-negara konsumen batu bara termal seperti Korea Selatan dan Jepang juga masih rendah. Berdasarkan data Refinitiv Coal Flow, Korea Selatan dan Jepang mengimpor batu bara sebesar 7,7 dan 12,3 juta ton pada bulan Mei. Volume ini masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan 9,1 dan 12,6 juta ton yang diimpor Mei tahun lalu.
Impor batubara ke India pada bulan Mei ini mencapai 10,1 juta ton atau lebih kurang dari setengah dari impor bulan Mei tahun lalu sebesar 21,8 juta ton. Persediaan batu bara di pembangkit listrik di seluruh wilayah di India turun menjadi 49,5 juta ton pada 01-Juni-2020, atau setara dengan rata-rata penggunaan 29 hari.
Rekor stok yang tinggi dan aktivitas bongkar muat yang rendah jelang musim Monsoon kemungkinan akan membuat permintaan lintas laut India masih lemah. Namun masalah logistik regional masih bisa mendorong impor.
Harga batu bara juga masih dibayangi dengan ketidakpastian akan prospek ke depan. Saat ini pasar masih fokus pada kecepatan pemulihan permintaan, kebijakan impor negara-negara konsumen batu bara terutama China serta ketersediaan dan keterjangkauan sumber energi primer substitusi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg) Next Article Ekonomi China Menggeliat, Harga Batu Bara Malah Melorot
Kenaikan harga batu bara yang terjadi sejak Mei dipicu oleh beberapa faktor seperti bangkitnya ekonomi China pasca wabah, pelonggaran lockdown di berbagai negara hingga melesatnya harga minyak mentah.
Ekonomi China yang bergeliat membutuhkan bahan bakar berupa batu bara agar bisa memenuhi kebutuhan listrik untuk industri. Hal ini membuat impor batu bara China melonjak tinggi pada April lalu.
Namun permintaan batu bara impor dari China yang tinggi tidak akan berlangsung terus-terusan mengingat adanya kemungkinan China membatasi impornya dan beralih ke pasokan domestik serta ketegangan Beijing-Canberra.
Di sisi lain angka purchasing manager's index (PMI) manufaktur China bulan Mei yang melambat juga menjadi sentimen yang memberatkan harga batu bara. PMI manufaktur China bulan Mei dilaporkan sebesar 50,6, melambat dari bulan sebelumnya 50,8.
Di bulan Maret, PMI manufaktur China berada di level 52, naik tajam ketimbang bulan Februari sebesar 35,7, yang merupakan kontraksi terdalam sepanjang sejarah.
Impor batu bara di negara-negara konsumen batu bara termal seperti Korea Selatan dan Jepang juga masih rendah. Berdasarkan data Refinitiv Coal Flow, Korea Selatan dan Jepang mengimpor batu bara sebesar 7,7 dan 12,3 juta ton pada bulan Mei. Volume ini masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan 9,1 dan 12,6 juta ton yang diimpor Mei tahun lalu.
Impor batubara ke India pada bulan Mei ini mencapai 10,1 juta ton atau lebih kurang dari setengah dari impor bulan Mei tahun lalu sebesar 21,8 juta ton. Persediaan batu bara di pembangkit listrik di seluruh wilayah di India turun menjadi 49,5 juta ton pada 01-Juni-2020, atau setara dengan rata-rata penggunaan 29 hari.
Rekor stok yang tinggi dan aktivitas bongkar muat yang rendah jelang musim Monsoon kemungkinan akan membuat permintaan lintas laut India masih lemah. Namun masalah logistik regional masih bisa mendorong impor.
Harga batu bara juga masih dibayangi dengan ketidakpastian akan prospek ke depan. Saat ini pasar masih fokus pada kecepatan pemulihan permintaan, kebijakan impor negara-negara konsumen batu bara terutama China serta ketersediaan dan keterjangkauan sumber energi primer substitusi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg) Next Article Ekonomi China Menggeliat, Harga Batu Bara Malah Melorot
Most Popular