Rupiah Turun Tahta, Melemah 0,03% Tak Lagi jadi Raja Asia
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah tipis melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis (28/5/2020). Meski tipis, rupiah yang Rabu kemarin menjadi raja alias mata uang dengan kinerja terbaik di Asia harus lengser dari tahtanya.
Rupiah langsung melemah 0,44% ke Rp 14.375/US$ begitu perdagangan hari ini dibuka. Setelahnya sempat melemah 0,51%, tetapi tidak lama kembali ke Rp 14.375/US$, dan terpaku di level tersebut hingga tengah hari. Rupiah perlahan bangkit satu jam menjelang penutupan perdagangan, hingga berakhir di Rp 14.675/US$, melemah 0,03% di pasar spot, melansir data Refinitiv.
Mata uang Asia bergerak variatif pada perdagangan hari ini, hingga pukul 15:00 WIB, ringgit Malaysia menjadi yang terburuk dengan pelemahan 0,14%, sementara rupee India mejadi raja Asia hingga sore ini setelah menguat 0,27%.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia hari ini.
Rabu kemarin, rupiah menguat 0,41% dan menjadi mata uang dengan kinerja terbaik di Asia. Rupiah sudah menguat lebih dari 10% sejak awal April, penguatan yang cukup besar sehingga memicu aksi ambil untung (profit taking) yang membuat rupiah sulit menguat.
Rupiah sebenarnya masih dinaungi sentimen positif dari rencana diputarnya lagi roda perekonomian, tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga luar negeri.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan memutar kembali roda perekonomian dengan mempersiapkan era kehidupan baru (new normal)
Berbicara saat meninjau prosedur standar dalam menghadapi new normal di Summarecon Mall Kota Bekasi, Jawa Barat, Jokowi menegaskan kedatangannya ke pusat perbelanjaan tersebut untuk memastikan wilayah tersebut siap menghadapi new normal.
"Saya datang ke Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat untuk memastikan pelaksanaan kegiatan kita menuju ke sebuah tatanan baru ke sebuah normal yang baru," katanya, Selasa (26/5/2020).
Sementara itu dari Eropa, negara seperti Portugal, Yunani, Spanyol, Italia, Belanda, Swedia dan Islandia bahkan sudah mewacanakan untuk membuka kembali industri pariwisatanya.
Kemudian dari AS, untuk pertama kalinya kemarin para trader kembali menjejakkan kakinya di lantai bursa saham New York, setelah tutup sejak 23 Maret lalu.