
Rupiah Turun Tahta, Melemah 0,03% Tak Lagi jadi Raja Asia
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
28 May 2020 16:27

Sementara itu sentimen negatif, yang menahan rupiah menguat lebih lanjut, datang dari tensi hubungan AS-China yang semakin memanas.
Tensi hubungan China dengan AS memang panas dingin dalam 2 tahun terkahir akibat perang dagang kedua negara. Di awal tahun ini, hubungan keduanya kembali mesra setelah menandatangani kesepakatan dagang fase I.
Tetapi kini kembali memanas akibat pandemi penyakit virus corona (Covid-19). Presiden AS Donald Trump terus menyerang China dengan mengatakan virus corona berasal dari sebuah laboratorium di Negeri Tiongkok. Trump meminta China untuk bertanggung jawab hingga Covid-19 menjadi pandemi global dan menuntut kompensasi atas kerusakan ekonomi AS.
Memanasnya hubungan kedua negara memicu kecemasan akan terjadinya babak baru perang dagang kedua negara. Lebih buruk lagi, bahkan mungkin terjadi konfrontasi bersenjata alias perang militer.
Hubungan kedua negara terlihat semakin memburuk setelah AS kembali ikut campur masalah Hong Kong, wilayah administratif China.
Presiden AS, Donald Trump, Selasa kemarin mengatakan sebelum akhir pekan ini Amerika Serikat akan mengumumkan langkah apa yang akan diambil ke China terkait Undang-undang keamanan yang akan diterapkan di China. Undang-undang tersebut memicu demo berdarah di Hong Kong beberapa hari terakhir.
Sementara itu, dari dalam negeri, Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo kembali memberikan Perkembangan Ekonomi Terkini melalui video conference. Dalam paparannya, Perry mengatakan nilai tukar rupiah saat ini masih undervalue, dan ke depannya akan kembali menguat ke nilai fundamentalnya.
"Ke depan nilai tukar rupiah akan menguat ke fundamentalnya. Fundamental diukur dari inflasi yang rendah, current account deficit (CAD) yang lebih rendah, itu akan menopang penguatan rupiah. Aliran modal asing yang masuk ke SBN (Surat Berharga Negara) juga memperkuat nilai tukar rupiah" kata Perry, Kamis (28/5/2020).
"Kami yakni nilai tukar rupiah masih undervalue, dan berpeluang terus menguat ke arah fundamentalnya" tegas Perry.
Pernyataan Perry tersebut berbeda dengan sebelumnya yang mengatakan rupiah akan berada di kisaran Rp 15.000/US$ di akhir tahun. Rupiah kini disebut akan menguat ke nilai fundamentalnya, sehingga memberikan dampak psikologis ke pasar jika Mata Uang Garuda masih berpeluang menguat lebih jauh.
TIM RISET CNBC INDONESIA (pap/pap)
Tensi hubungan China dengan AS memang panas dingin dalam 2 tahun terkahir akibat perang dagang kedua negara. Di awal tahun ini, hubungan keduanya kembali mesra setelah menandatangani kesepakatan dagang fase I.
Tetapi kini kembali memanas akibat pandemi penyakit virus corona (Covid-19). Presiden AS Donald Trump terus menyerang China dengan mengatakan virus corona berasal dari sebuah laboratorium di Negeri Tiongkok. Trump meminta China untuk bertanggung jawab hingga Covid-19 menjadi pandemi global dan menuntut kompensasi atas kerusakan ekonomi AS.
Hubungan kedua negara terlihat semakin memburuk setelah AS kembali ikut campur masalah Hong Kong, wilayah administratif China.
Presiden AS, Donald Trump, Selasa kemarin mengatakan sebelum akhir pekan ini Amerika Serikat akan mengumumkan langkah apa yang akan diambil ke China terkait Undang-undang keamanan yang akan diterapkan di China. Undang-undang tersebut memicu demo berdarah di Hong Kong beberapa hari terakhir.
Sementara itu, dari dalam negeri, Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo kembali memberikan Perkembangan Ekonomi Terkini melalui video conference. Dalam paparannya, Perry mengatakan nilai tukar rupiah saat ini masih undervalue, dan ke depannya akan kembali menguat ke nilai fundamentalnya.
"Ke depan nilai tukar rupiah akan menguat ke fundamentalnya. Fundamental diukur dari inflasi yang rendah, current account deficit (CAD) yang lebih rendah, itu akan menopang penguatan rupiah. Aliran modal asing yang masuk ke SBN (Surat Berharga Negara) juga memperkuat nilai tukar rupiah" kata Perry, Kamis (28/5/2020).
"Kami yakni nilai tukar rupiah masih undervalue, dan berpeluang terus menguat ke arah fundamentalnya" tegas Perry.
Pernyataan Perry tersebut berbeda dengan sebelumnya yang mengatakan rupiah akan berada di kisaran Rp 15.000/US$ di akhir tahun. Rupiah kini disebut akan menguat ke nilai fundamentalnya, sehingga memberikan dampak psikologis ke pasar jika Mata Uang Garuda masih berpeluang menguat lebih jauh.
TIM RISET CNBC INDONESIA (pap/pap)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular