FYI, Kurs Poundsterling Makin Jauh di Bawah Rp 18.000

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
22 May 2020 16:45
FILE PHOTO: Wads of British Pound Sterling banknotes are stacked in piles at the Money Service Austria company's headquarters in Vienna, Austria, November 16, 2017. REUTERS/Leonhard Foeger/File Photo
Foto: Pound Sterling (REUTERS/Leonhard Foeger)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar poundsterling terus merosot melawan rupiah sejak awal April dan berlanjut hingga hari ini Jumat (22/5/2020). Meski pasar dalam Indonesia sedang libur, nyatanya rupiah masih tetap mampu menekan poundsterling di pasar spot.

Berdasarkan data Refinitiv, pada pukul 16:00 WIB, poundsterling diperdagangkan di level Rp 17.874,37/GBP, melemah 0,38% dan berada di level terlemah sejak 19 Maret lalu. Total sejak April hingga hari ini, poundsterling sudah melemah 11,69%. Pada akhir April hingga awal Maret lalu, kurs poundsterling masih berada di atas level Rp 20.000/GBP.

Ada 3 faktor yang membuat kurs poundsterling terus menurun, yakni outlook ekonomi yang suram, peluang diterapkannya suku bunga negatif, dan risiko Hard Brexit atau keluarnya Inggris dari Uni Eropa tanpa kesepakatan apapun.

Office for National Statistic pada Rabu (13/5/2020) melaporkan PDB Inggris berkontraksi alias minus 2% di triwulan I-2020 dibandingkan triwulan IV-2019. Kontraksi tersebut menjadi yang terdalam sejak krisis finansial global 2008. Meski demikian rilis tersebut masih lebih baik ketimbang prediksi Reuters minus 2,5%.



Di triwulan II-2020, perekonomian Inggris diprediksi lebih suram lagi. Pada Kamis (7/5/2020) pekan lalu, Bank Sentral Inggris (Bank of England/BoE) memberikan "skenario ilustratif" perekonomian Inggris di tahun ini, yang diprediksi menjadi yang terburuk dalam lebih dari 300 tahun terakhir.

Sepanjang triwulan II-2020, pertumbuhan ekonomi Inggris diprediksi minus alias berkontraksi 25%. Dampaknya sepanjang tahun 2020 kontraksi diramal sebesar 14%, atau yang terburuk sejak tahun 1706, berdasarkan data historis yang dimiliki BoE.

Sementara itu Wakil Gubernur BoE, Ben Broadbent, mengatakan ada kemungkinan suku bunga negatif akan diterapkan saat rapat dewan gubernur selanjutnya.

"Para komite pembuat kebijakan (Monetary Policy Committee/MPC) siap melakukan apapun yang diperlukan karena risiko kemerosotan ekonomi masih ada," kata Broadbent sebagaimana dilansir CNBC International.

"Ya, sangat mungkin pelonggaran moneter (suku bunga negatif) diperlukan saat itu," ujarnya.

Di tengah kemerosotan ekonomi akibat pandemi penyakit virus corona (Covid-19), Inggris harus menyelesaikan perundingan Brexit dengan Uni Eropa.

Saat ini, Inggris dalam masa transisi Brexit yang akan berlangsung hingga akhir tahun ini, dan Pemerintah Inggris sejauh ini menolak untuk memperpanjang masa transisi.

Jika kedua belah pihak gagal mencapai kesepakatan, maka Inggris akan keluar dari Uni Eropa tanpa kesepakatan apapun, yang dikhawatirkan membawa ekonomi Inggris semakin merosot. 

TIM RISET CNBC INDONESIA 

[Gambas:Video CNBC]





(pap/pap) Next Article Sentuh Rp 16.500/US$, Rupiah Terus Terpuruk

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular