
Dulu Berjaya Sekarang Gocap, Kisah Saham Bakrie & Bentjok

Jakarta, CNBC Indonesia - Saham-saham dari kelompok Grup Bakrie sebelum tahun 2008 diminati oleh banyak investor. Tak hanya investor domestik, tapi juga investor asing.
Di era itu, tampaknya tak ada investor yang tak bersentuhan dengan saham Grup Bakrie. Sampai ada banyak kalangan pelaku pasar modal menyebut saham-saham Grup Bakrie dengan istilah saham sejuta umat.
Banyak yang menikmati cuan dari saham-saham tersebut dan soal likuiditas tak usah diragukan lagi. Saking banyaknya yang punya dan mau membeli saham ini, tidak susah untuk melikuidasinya.
Namun saat terjadi krisis subprime morgate di Amerika Serikat (AS) pada 2008, bursa saham domestik langsung ambruk dan tahun itu Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok hingga 80%.
Kejatuhan bursa saham domestik tersebut membuat harga saham-saham dari Grup Bakrie terkoreksi. Saking banyaknya skema transaksi yang melibatkan saham Grup Bakrie, semakin banyak pula sentimen negatif yang mempengaruhi kinerja saham-saham dari Grup Ini.
Sejak saat itu, harga saham-saham dari Grup Bakrie mulai terkoreksi. Selang 12 tahun, saham Grup Bakrie belum kunjung bangkit.
Pandemi virus corona (covid-19) yang terjadi sejak akhir 2019 di Wuhan, China, terus menyebar ke seluruh penjuru dunia hingga hari ini. Pandemi corona menjadi sentimen negatif baru bagi pasar saham Indonesia.
Tekanan yang terjadi di bursa saham Indonesia, membuat hampir semua saham yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) mengalami koreksi dalam. Termasuk saham-saham dari Grup Bakrie.
Saat ini, semua saham dari Grup Bakrie berada di level harga terendah yang bisa ditransaksikan di pasar sekunder atau Rp 50/unit. Mari kita simak satu-satu persatu kinerja saham emiten Grup Bakrie.
1. PT Bumi Resources Tbk (BUMI)
Investor kawakan di Indonesia pasti kenal dengan saham BUMI, pada masa keemasan BUMI di tahun 2006, harga saham perusahaan yang bergerak di bidang batu bara ini berada di kisaran Rp 800/lembar naik ke 1000% ke level tertingginya harga Rp 8.100/lembar sebelum akhirnya turun sampai menyentuh level gocap pada tahun 2015. Sempat bangkit dari kubur pada tahun 2017 tahun ini BUMI balik kembali ke harga Rp 50/saham.
2. PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS)
Tidak mau ketinggalan dengan organisasi induknya, BRMS juga dihargai Rp 50/saham oleh pasar. Setelah turun ke level terendah ini pada 2016 tercatat BRMS selama berberapa kali pernah mencoba bangkit dari angka 50 bahkan 3 bulan lalu saham ini pernah naik ke harga Rp 51/saham.
3. PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR)
Tidak mau kalah dari saudaranya BUMI, perusahaan besi milik Bakrie ini juga tergabung dalam geng saham gocap. Bahkan tidak hanya sekali, BNBR turun ke level terendah ini sampai 2 kali karena setelah mentok di gocap pada tahun 2011, perusahaan melakukan Reverse Stock Split (RSS) 10:1 yaitu penggabungan nilai nominal saham pada tahun 2018, tidak lama setelah RSS saham BNBR kembali mentok di level gocap.
4. PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG)
Saham perusahaan yang sudah melantai di BEI sejak 2004 ini juga terpantau berada di level harga Rp 50/saham. Tercatat saham ini juga 2 kali menyentuh level gocap. Setelah turun ke level terendah pada tahun 2016. Perusahaan yang bergerak di bidang Eksplorasi minyak dan gas ini melakukan RSS 1:8 dan pada awal tahun ini ENRG akhirnya turun ke level gocap.
5. PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL)
Saham perusahaan yang bergerak di bidang telekomunikasi ini lebih menyedihkan dibanding teman-temannya. Selain mentok di level gocap saham ini juga terkena suspensi oleh BEI sejak 2019 lalu karena perusahaan memperoleh 'Opini Tidak Memberikan Pendapat' dari akuntan publik/auditor selama 2 tahun berturut-turut.
Perusahaan ini memang kerap kali terkena suspensi, tercatat pada tahun 2013 dan 2017 BEI pernah melakukan suspensi panjang pada saham ini.
6. PT Darma Henwa Tbk (DEWA)
Perusahaan yang bergerak di bidang kontraktor pertambangan ini juga sudah turun ke level Rp 50/saham. Bahkan saham DEWA sudah tidur panjang selama 8 tahun sejak tahun 2012.
7. PT Bakrie Sumatera Plantations (UNSP)
Perusahaan ini adalah perusahaan yang berafiliasi dengan Bakrie yang baru-baru ini menyentuh level gocap. Perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan karet ini baru saja menyentuh level gocap pada Rabu kemarin (13/5/20)
Grup usaha Bakrie, dikomandoi oleh pengusaha dan politisi Aburizal Bakrie. Sebagai pengusaha, pria kelahiran 15 November 1946 ini bisa dibilang sukses.
Pada 2007 silam pria yang akrab dipanggil ARB ini sempat dinobatkan oleh Forbes sebagai orang terkaya di Indonesia dengan total kekayaan US$ 5,4 miliar bahkan menurut Globe Asia pada tahun 2008, Bakrie merupakan orang terkaya di Asia Tenggara dengan total kekayaan US$ 9,2 miliar.
Saham Bentjok
Selain saham Grup Bakrie, saham-saham milik pengusaha Benny Tjokrosaputro alias Bentjok juga sudah terdampar di klub gocap. Padahal beberapa tahun lalu, saham-saham milik Bentjok juga ramai ditransaksikan investor.
Pria kelahiran Solo yang sekarang menjadi tahanan Kejaksaaan Agung (Kejagung) karena kasus Jiwasraya. Tercatat bahwa seluruh saham yang dimiliki atau terafiliasi dengan Benny Tjokrosaputro juga sudah terjun ke level gocap.
Saham perusaha milik Benny ini sudah turun ke level gocap dan tidak dapat ditransaksikan karena terkait dengan kasus korupsi Jiwasraya. Nasib yang sama juga terjadi kepada PT Siwani Makmur Tbk (SIMA) yang kepemilikanya sebesar 94,16% sudah 'diwariskan' ke publik. Saham ini sendiri disuspensi karena menunggak biaya pencatatan saham tahunan.
Selain itu saham lain yang terafiliasi dengan Benny yang sudah turun ke level gocap dan tidak dapat ditransaksikan karena di suspensi oleh BEI adalah PT Armidian Karyatama Tbk (ARMY) dan PT Rimo Internasional Lestari Tbk (RIMO)
Yang masih dapat ditransaksikan yaitu PT Bliss Properti Indonesia Tbk (POSA) yang baru saja melantai pada bulan Mei 2019 langsung tidur nyenyak di level gocap hanya dalam waktu 7 bulan dan PT Sinergi Megah Internusa Tbk (NUSA) yang sudah tidur sejak Desember 2019.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(trp/hps) Next Article Tiga Dekade Listing, Inilah Peluang BUMI untuk 'Come Back'