
Terbang 40% Bulan Ini, Minyak Mentah Mulai Kehabisan Tenaga?
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
22 May 2020 10:24

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah untuk kontrak yang ramai diperdagangkan sempat menguat pagi tadi. Namun penguatan tak bertahan lama dan harga si emas hitam berbalik arah setelah itu, alias terkoreksi.
Jumat (22/5/2020) harga minyak mentah kontrak berjangka mengalami penurunan 2%. Harga minyak Brent turun 2,11% ke US$ 35,3/barel dan harga minyak mentah acuan AS yakni West Texas Intermediate (WTI) ambles 1,98% ke US$ 33,25/barel.
Sebenarnya harga minyak sempat naik ke 0,4% untuk Brent dan 0,2% pada awal perdagangan waktu Asia. Dalam sepekan terakhir harga minyak Brent telah naik lebih dari 10% sementara harga minyak WTI naik lebih tinggi sebesar 15%.
Reli harga minyak mentah sebenarnya terjadi sejak awal Mei menyusul periode pelonggaran lockdown serta berbagai pembatasan sosial lain yang membuat harapan permintaan minyak menjadi lebih baik muncul. Harga minyak mentah pun terkerek lebih dari US$ 10 atau melesat 40% lebih di sepanjang bulan ini.
Reuters melaporkan, arus lalu lintas di Berlin dan Tokyo telah mengalami peningkatan. Sementara itu di Amerika Serikat pelonggaran pembatasan di banyak negara bagian juga membuat permintaan bensin membaik.
"Sementara prospek liburan tetap menjadi pertanyaan terbuka, tingkat lalu lintas di musim panas akan lebih baik jika dibandingkan dengan (tingkat yang seharusnya terjadi) jika negara-negara A.S. menunda kebijakan pelonggaran lockdown," kata RBC Capital Markets dalam sebuah catatan.
Persediaan minyak mentah AS juga mengalami penurunan minggu ini. Hal ini berbanding terbalik dengan ekspektasi pasar yang memperkirakan adanya kenaikan. Sementara itu ekspor minyak dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak, Rusia dan sekutu lainnya (OPEC+) telah turun sekitar 6 juta barel per hari (bpd), jika mengacu pada data perusahaan yang melacak aliran perdagangan minyak.
Itu artinya OPEC+ memiliki komitmen kuat untuk mematuhi kesepakatan yang dibuat oleh anggota kelompoknya untuk memangkas output sebesar 9,7 juta barel per hari (bpd) dimulai dari bulan ini dalam upaya untuk mendukung harga.
Tak hanya itu saja, Arab Saudi sebagai pemimpin de facto OPEC beserta Uni Emirat Arab dan Kuwait bahkan secara sukarela memangkas output mereka hingga 1,2 juta bpd mulai Juni nanti.
Bagaimanapun juga, harga minyak yang sudah melesat tajam memang rawan terkoreksi akibat aksi profit taking seperti sekarang ini. Selain itu pelaku pasar juga masih terus mencermati perkembangan hubungan Washington-Beijing yang kembali retak.
Jika konflik antara AS-China terus berlanjut dan bahkan tereskalasi, maka prospek ekonomi ke depan masih akan suram. Periode pemulihan ekonomi bisa berjalan lama. Permintaan terhadap bahan bakar pun susah untuk benar-benar pulih. Akibatnya harga tertekan kembali.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg) Next Article Produksi Dipangkas Lagi, Harga Minyak Terbang Pagi Ini
Jumat (22/5/2020) harga minyak mentah kontrak berjangka mengalami penurunan 2%. Harga minyak Brent turun 2,11% ke US$ 35,3/barel dan harga minyak mentah acuan AS yakni West Texas Intermediate (WTI) ambles 1,98% ke US$ 33,25/barel.
Sebenarnya harga minyak sempat naik ke 0,4% untuk Brent dan 0,2% pada awal perdagangan waktu Asia. Dalam sepekan terakhir harga minyak Brent telah naik lebih dari 10% sementara harga minyak WTI naik lebih tinggi sebesar 15%.
Reuters melaporkan, arus lalu lintas di Berlin dan Tokyo telah mengalami peningkatan. Sementara itu di Amerika Serikat pelonggaran pembatasan di banyak negara bagian juga membuat permintaan bensin membaik.
"Sementara prospek liburan tetap menjadi pertanyaan terbuka, tingkat lalu lintas di musim panas akan lebih baik jika dibandingkan dengan (tingkat yang seharusnya terjadi) jika negara-negara A.S. menunda kebijakan pelonggaran lockdown," kata RBC Capital Markets dalam sebuah catatan.
Persediaan minyak mentah AS juga mengalami penurunan minggu ini. Hal ini berbanding terbalik dengan ekspektasi pasar yang memperkirakan adanya kenaikan. Sementara itu ekspor minyak dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak, Rusia dan sekutu lainnya (OPEC+) telah turun sekitar 6 juta barel per hari (bpd), jika mengacu pada data perusahaan yang melacak aliran perdagangan minyak.
Itu artinya OPEC+ memiliki komitmen kuat untuk mematuhi kesepakatan yang dibuat oleh anggota kelompoknya untuk memangkas output sebesar 9,7 juta barel per hari (bpd) dimulai dari bulan ini dalam upaya untuk mendukung harga.
Tak hanya itu saja, Arab Saudi sebagai pemimpin de facto OPEC beserta Uni Emirat Arab dan Kuwait bahkan secara sukarela memangkas output mereka hingga 1,2 juta bpd mulai Juni nanti.
Bagaimanapun juga, harga minyak yang sudah melesat tajam memang rawan terkoreksi akibat aksi profit taking seperti sekarang ini. Selain itu pelaku pasar juga masih terus mencermati perkembangan hubungan Washington-Beijing yang kembali retak.
Jika konflik antara AS-China terus berlanjut dan bahkan tereskalasi, maka prospek ekonomi ke depan masih akan suram. Periode pemulihan ekonomi bisa berjalan lama. Permintaan terhadap bahan bakar pun susah untuk benar-benar pulih. Akibatnya harga tertekan kembali.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg) Next Article Produksi Dipangkas Lagi, Harga Minyak Terbang Pagi Ini
Most Popular