
Ini Cara BRI Ciptakan New Normal Layanan KUR

Konsep layanan digital perbannkan bukanlah hal yang baru. McKinsey dalam laporan berjudul "Asia's Digital Banking Race: Giving Customers What They Want" (2018) mencatat bahwa penetrasi layanan digital perbankan di Asia meningkat 3 kali lipat dibanding periode 2014.
Tahun ini lonjakan penetrasi digital itu bakal meningkat lebih lanjut di tengah pandemi Covid-19. Kebijakan social distancing dan bahkan social restriction yang berujung pada lockdown di beberapa negara menurunkan intensitas masyarakat bertemu dengan individu lain.
Bancography pun merilis proyeksi bahwa pandemi ini bakal mengubah wajah industri keuangan, karena pandemi memaksa tak hanya milenial, tapi juga generasi sebelumnya (baby boomers) untuk mengoptimalkan kanal digital dalam aktivitas keseharian, termasuk perbankan.
"Sepertinya beralasan untuk memprediksi bahwa semakin lama wabah ini berlangsung, semakin menetap pula perilaku baru tersebut, dan semakin kecil peluang konsumen untuk kembali pada perilaku pra-krisis," tulis firma konsultan keuangan Amerika Serikat (AS) itu.
Oleh karena itu, keputusan BRI untuk meluncurkan layanan KUR digital sangat tepat dengan arah perputaran roda industri perbankan yang memang sedang menuju ke sana. Bahkan jika mengacu pada riset Bancography, apa yang dilakukan BRI ini selangkah lebih maju dari bank-bank di AS.
Bancography menyoroti kebijakan bank besar AS yang justru kian mencekik konsumen menengah ke bawah, dengan menaikkan skor kredit dan uang muka yang menjadi persyaratan pengajuan kredit. Padahal di tengah krisis, bank semestinya membantu menjaga mereka.
"Ini bisa dilakukan dengan memberikan pemahaman mengenai program dukungan yang tersedia, penangguhan beberapa angsuran dan biaya, serta pendampingan dengan membangkitkan kembali kredit," tulis Bancography di halaman 51.
Ketika bank membantu masyarakat untuk bertahan di tengah pandemi, pada dasarnya bank tersebut juga membantu keberlanjutan bisnisnya. Pasalnya, konsumsi masyarakat berperan besar dalam perputaran ekonomi, dengan porsi 70% di AS dan 57% di Indonesia.
BRI mengambil jalan itu, sejalan dengan arahan Bank Indonesia (BI), yakni membantu debitur yang kesulitan. Sampai dengan April 2020, bank berlaba bersih terbesar ini melakukan relaksasi kredit kepada lebih dari 1,4 juta pelaku UMKM, senilai total Rp 101 triliun.
Jika ekonomi berjalan karena masyarakat masih melakukan aktivitas pembelian, maka industri bank pun relatif bakal tetap kuat. Ibarat sekali mendayung di sampan digital, BRI meraih dua "pulau" sekaligus: membantu menjaga ekonomi dan menjaga kelanjutan bisnisnya.
