Efek Covid-19

Garuda Negosiasi Utang Rp 7,5 T, Setujukah Pemegang Sukuk?

Monica Wareza, CNBC Indonesia
20 May 2020 16:04
Garuda Indonesia
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC IndonesiaMaskapai penerbangan BUMN, PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA), sudah mengajukan permintaan untuk penundaan pembayaran sukuk global senilai US$ 500 juta atau setara Rp 7,5 triliun (kurs Rp 15.000/US$) yang akan jatuh tempo pada 3 Juni 2020. Upaya restrukturisasi ini dilakukan dengan memperpanjang tenor utang tersebut hingga 3 tahun ke depan.

Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan perusahaan telah menyampaikan permohonan persetujuan (consent solicitation) tersebut kepada pemegang sukuk.

Selanjutnya proposal tersebut akan ditindaklanjuti dengan pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Sukuk yang akan dilaksanakan pada akhir masa grace period pada 10 Juni 2020 mendatang.

"Melalui permohonan persetujuan (consent solicitation) atas sukuk ini, Garuda Indonesia dapat memperkuat pengelolaan rasio likuiditas Perseroan di skala yang lebih favourable sehingga kami dapat mengoptimalkan upaya peningkatan kinerja Perseroan dengan lebih dinamis," kata Irfan dalam siaran persnya, Selasa (19/5/2020).


Dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), Selasa (19/5/2020), Direktur Keuangan Garuda Indonesia Fuad Rizal menjelaskan perseroan sudah menunjuk PJT Partners sebagai penasihat keuangan dan Allen & Overy sebagai penasihat hukum untuk membantu proses negosiasi kepada pemegang sukuk ini.

Melalui dua pihak tersebut, Garuda juga meminta pemegang sukuk menyusun dan membentuk suatu komite untuk memfasilitasi diskusi dengan para penasihatnya.

Potensi setuju
Fuad menjelaskan, bahwa Komite Ad-Hoc Pemegang Sukuk tersebut sudah dibentuk, yang secara keseluruhan memegang sekitar 28% sukuk dan dinasihati oleh Clifford Chance, firma hukum internasional yang berbasis di London.

"Setelah berdiskusi dengan komite tersebut, kami pada hari ini [Selasa] meluncurkan suatu permohonan persetujuan (concent solicitation exercise) sehubungan dengan proposal," kata Fuad.

Fuad mengatakan, komite telah mengindikasikan kepada perseroan bahwa (tunduk pada klien dan persetujuan lainnya) setiap anggota komite berniat untuk memberikan suara setuju terhadap proposal sehubungan dengan kepemilikan sukuk masing-masing.

"Rapat Pemegang Sukuk akan diadakan pada 10 Juni 2020 untuk memberikan suara terhadap proposal. Tanggal 10 Juni 2020 adalah tanggal terakhir, yang setelahnya sukuk akan ada dalam posisi cedera janji," tegas Fuad.

Dia mengatakan ketentuan-ketentuan utama dalam proposal, termasuk suatu perjanjian jatuh tempo 3 tahun dan covenanty holiday hingga operasi kembali pada tingkat serupa dengan situasi sebelum Covid-19.

"Walaupun struktur dan perincian dukungan pemerintah masih dalam tahar pembahasan, proposal mencantumkan fakta bahwa jika dukungan ini datang dalam bentuk utang, utang tersebut tidak akan jatuh tempo sebelum jatuh tempo sukuk yang jatuh Juni 2023," jelasnya.

"Dewan perseroan mengucapkan terima kasih kepada komite atas bantuan dan dukungan dan menganjurkan agar pemegang sukuk lain memberikan suara setuju dengan penerimaan awal."

Mengacu laporan keuangan 2019 mencatat, GIAA memang memiliki utang obligasi dari penerbitan Trust Certificates yang tidak dijamin sebesar US$ 500 juta.

Surat utang yang diterbitkan dengan nama Garuda Indonesia Global Sukuk Limited ini tercatat di Bursa Singapura, jatuh tempo pada 3 Juni 2020 dan dirilis pada 3 Juni 2015 atau 5 tahun lalu. Per 31 Desember 2019, saldo utang obligasi syariah ini mencapai US$ 498,99 juta.



[Gambas:Video CNBC]

 


(tas/tas) Next Article Saham GIAA Anjlok ke Harga Segini, Setelah 4 Hari Nanjak

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular