
Krisis Akibat Pandemi Covid-19 Lebih Parah, Kenapa?
Tito Bosnia, CNBC Indonesia
19 May 2020 17:41

Jakarta, CNBC Indonesia - Ekonom SeniorĀ Chatib Basri menyebut perekonomian Indonesia di tengah pandemi Covid-19 saat ini, berbeda dengan financial crisis yang terjadi di tahun 1998, 2008 dan 2013. Menurut dia, yang terjadi saat ini merupakan krisis kesehatan yang mempunyai dampak ke ekonomi nasional.
"DI 2013 demand lebih tinggi dari produksi, di 2008 itu demand shock, lalu terjadi juga di 1998. Kalau saat ini demand dan produksi masih ada namun dihentikan. Jadi bukan karena performance ekonomi yang buruk," kata Chatib dalam sebuah diskusi virtual, Senin (19/05/2020).
Kebijakan social distancing, work dan stay at home, serta pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang membuat orang kehilangan pekerjaan atau dirumahkan sehingga esensi dari ekonomi tidak berjalan.
Mantan Menteri Keuangan RI ini juga menyebut, karena agregat demand and supply yang bergeser (rendah) secara bersamaan, maka respons tradisional yang diberikan juga berbeda dengan yang terjadi di tahun 1998, 2008 dan 2013 silam.
"Dalam kondisi ini, tradisional respons tidak bisa dilakukan dengan pump priming (stimulus ekonomi). Fiscal policy hanya bisa dilakukan pada kesehatan, masalah sosial dan aktivitas bisnis (restructure hingga credit line)," kata Chatib.
"Namun social distancing masih membuat ekonomi terdampak. Jadi implikasinya cover kesehatan seluruhnya terlebih dahulu, karena aktivitas bisnis seperti tinggal di hotel atau ke pantai tidak bisa terus dilakukan secara online," lanjutnya.
(miq/miq) Next Article Kasus Aktif Masih 175 Ribu, Pasien Covid-19 Tambah 11.434
"DI 2013 demand lebih tinggi dari produksi, di 2008 itu demand shock, lalu terjadi juga di 1998. Kalau saat ini demand dan produksi masih ada namun dihentikan. Jadi bukan karena performance ekonomi yang buruk," kata Chatib dalam sebuah diskusi virtual, Senin (19/05/2020).
Kebijakan social distancing, work dan stay at home, serta pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang membuat orang kehilangan pekerjaan atau dirumahkan sehingga esensi dari ekonomi tidak berjalan.
"Dalam kondisi ini, tradisional respons tidak bisa dilakukan dengan pump priming (stimulus ekonomi). Fiscal policy hanya bisa dilakukan pada kesehatan, masalah sosial dan aktivitas bisnis (restructure hingga credit line)," kata Chatib.
"Namun social distancing masih membuat ekonomi terdampak. Jadi implikasinya cover kesehatan seluruhnya terlebih dahulu, karena aktivitas bisnis seperti tinggal di hotel atau ke pantai tidak bisa terus dilakukan secara online," lanjutnya.
(miq/miq) Next Article Kasus Aktif Masih 175 Ribu, Pasien Covid-19 Tambah 11.434
Most Popular