
Babak Baru 'Perang' AS-China, Bakal Kacau nih Saham Apple dkk

Secara historis, perang dagang AS-China selalu membuat saham-saham perusahaan teknologi AS babak belur. Pertengahan 2019, ketika babak pertama perang dagang AS-China berkecamuk dan negosiasi tarif terus tarik ulur, saham Apple juga langsung ambles 4,6% pada 23 Agustus 2019, menurut catatan Marketrealist.com.
Saat itu China kian intensif, bakal menerapkan tarif lebih tinggi pada barang-barang impor dari AS senilai US$ 75 miliar. Besaran tarifnya antara 5-10%. Tarif ini akan dipungut dalam dua tahap dan mulai efektif 1 September dan 15 Desember 2019.
Selain saham Apple, saham pembuat chip juga terpuruk ke zona merah seperti NVIDIA (NVDA), Qualcomm (QCOM), dan Intel (INTC) masing-masing terjerembab 5,3%, 4,7%, dan 3,9%, pada 23 Agustus.
Pada 3 Desember 2019, komentar Trump yang baka menunda negosiasi tarif hingga selesai Pemilu AS juga menghantam kinerja saham-saham teknologi.
Saat itu, di hadapan wartawan, di sela-sela pertemuan negara-negara the North Atlantic Treaty Organization (NATO), ia berujar sebaiknya semua pihak menunggu setelah Pemilu Presiden AS digelar. Dengan kata lain, setelah November 2020 nanti.
"Saya lebih suka ide menunggu sampai setelah Pemilu khususnya untuk deal dengan China. Tetapi mereka ingin memuat deal itu sekarang dan kita lihat saja nanti, apakah deal itu terjadi atau tidak," ujarnya, 4 Desember 2019, dikutip dari CNBC International.
![]() Orang-orang memakai masker dan berjalan melewati toko Apple yang ditutup bersama dengan semua toko Apple lainnya di Cina karena masalah kesehatan di tengah wabah virus. (AP Photo/Mark Schiefelbein) |
Pernyataan itu membuat saham raksasa teknologi AS jatuh. Saham Apple ambles 2,5% sekitar setengah hari perdagangan, sementara indeks S&P 500 juga turun 1,1%.
"Meskipun ini semua [negosiasi dagang AS-China] adalah [semacam] permainan poker taruhan tingkat tinggi antara AS dan China saat mereka menuju ke kesepakatan Tahap 1 tentang negosiasi tarif, Apple terus berada dalam 'pertempuran' [kedua negara itu] mengingat jejak manufaktur iPhone cukup unggul di China," kata analis Wedbush, Dan Ives, dikutip barrons.com.
Kini hubungan AS-China memanas lagi dan berpotensi menghantam bursa Wall Street. Selain itu, CNBC menilai, revisi aturan AS ini akan memukul bisnis Huawei, produsen ponsel terbesar kedua di dunia, begitu juga dengan bisnis TSMC asal Taiwan, produsen utama chip HiSilicon milik Huawei, Apple, dan Qualcomm yang menjadi kompetitornya.
Berdasarkan peraturan, perusahaan asing yang menggunakan peralatan pembuat chip AS memerlukan lisensi dari pemerintah AS sebelum memasok chip tertentu ke Huawei ataupun unit usahanya, seperti HiSilicon.
Huawei bisa mendapatkan beberapa chipset atau menggunakan beberapa desain semikonduktor yang terkait dengan perangkat lunak dan teknologi AS, asalkan dapat lisensi dari Departemen Perdagangan AS.
Pada Mei 2019, AS menempatkan Huawei dan 114 afiliasinya dalam daftar hitam dengan alasan masalah keamanan nasional. Hal itu memaksa beberapa perusahaan AS dan asing untuk mencari lisensi khusus dari Departemen Perdagangan untuk menjualnya. China yang menjajaki kemitraan dengan pemerintah AS tampaknya frustrasi dengan kendala yang ada.
Selain itu, pekan lalu, Trump memperpanjang lagi untuk satu tahun ke depan tentang kebijakan darurat nasional teknologi yang sudah diumumkan Mei 2019. Artinya diperpanjang hingga Mei 2021.
