
Banyak Emiten Teguncang jika Covid-19 & PSBB Tak Kelar Juni
Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
15 May 2020 11:47

Jakarta, CNBC Indonesia - Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) menyatakan perekonomian Indonesia akan sangat berat jika kebijakan pembatasan sosial secara ketat terus dilakukan lebih dari bulan Juni. Pasalnya, banyak anggota AEI yang kesulitan arus kas karena terguncang pandemi Covid-19.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Emiten Indonesia, Bobby Gafur Umar mengatakan, kalangan dunia merespons positif inisiasi pemerintah yang akan melonggarkan pembatasan sosial secara bertahap mulai awal Juni.
Kementerian Koordinator Perekonomian sudah mengeluarkan rencana tahap pemulihan ekonomi nasional pascapandemi Covid-19 atau virus corona. Pada 8 Juni, disebutkan bahwa pusat perbelanjaan atau mal sudah bisa dibuka dan kegiatan sekolah dibuka 15 Juni 2020.
"Saya rasa pemerintah sudah menyadari, bahwa perekonomian ini kalau tidak segera dijalankan akan membawa dampak yang sangat berat bagi dunia usaha, sambil memantau situasi selanjutnya. Ini langkah yang benar," kata Bobby Ghafur, saat dihubungi CNBC Indonesia, Jumat (15/5/2020).
Bobby melanjutkan, selama vaksin virus Corona jenis baru belum ditemukan, maka Indonesia harus bersiap menghadapi kondisi normal baru akibat kerusakan ekonomi karena pandemi ini.
Misalnya saja, aktivitas di keramaian seperti pusat belanja dan transportasi umum akan berkurang dan mengharuskan menjaga jarak, memakai masker dan melakuakn protokol kesehatan lainnya, bukan berati ekonomi harus berhenti sepenuhnya.
Demikian halnya dengan aktivitas di dunia pendidikan yang juga pasti akan terdisrupsi, jarak duduk antar siswa tak lagi berdekatan untuk menjegah penularan virus.
"Situasi ini secara perlahan kita sudah menerima apa yang disebut normal baru. Ini harus diterima," ujarnya.
Bobby yang juga Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Bidang Energi, Minyak, dan Gas ini menuturkan, pandemi Covid-19 memberikan guncangan dahsyat perekonomian nasional, hampir seluruh bisnis tertekan karena aktivitas ekonomi yang memberikan kontribusi besar terhadap PDB nyaris terhenti.
Akibatnya, perusahaan di sektor pariwisata, maskapai penerbangan, perhotelan, ritel, pengelola mall, UMKM, properti yang kehilangan pendapatan dan harus melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) dan merumahkan karyawan.
Untuk tetap bertahan, perusahaan di sektor ini menempuh berbagai cara untuk menyelamatkan bisnis, antara lain melakukan negosiasi dengan bank untuk memberikan kelonggaran dari sisi pembayaran pokok maupun bunga utang.
"Sekarang pun banyak yang sudah kesulitan. Lebih dari 50 perusahaan anggota AEI menyatakan tidak kuat [cashflow], yang ekstrem mereka melakukan negosiasi ke bank, merumahkan karyawan," pungkasnya.
(hps/hps) Next Article Waktu Habis, Emiten Tak Penuhi Free Float 7,5% Dibuka Bursa
Wakil Ketua Umum Asosiasi Emiten Indonesia, Bobby Gafur Umar mengatakan, kalangan dunia merespons positif inisiasi pemerintah yang akan melonggarkan pembatasan sosial secara bertahap mulai awal Juni.
Kementerian Koordinator Perekonomian sudah mengeluarkan rencana tahap pemulihan ekonomi nasional pascapandemi Covid-19 atau virus corona. Pada 8 Juni, disebutkan bahwa pusat perbelanjaan atau mal sudah bisa dibuka dan kegiatan sekolah dibuka 15 Juni 2020.
Bobby melanjutkan, selama vaksin virus Corona jenis baru belum ditemukan, maka Indonesia harus bersiap menghadapi kondisi normal baru akibat kerusakan ekonomi karena pandemi ini.
Misalnya saja, aktivitas di keramaian seperti pusat belanja dan transportasi umum akan berkurang dan mengharuskan menjaga jarak, memakai masker dan melakuakn protokol kesehatan lainnya, bukan berati ekonomi harus berhenti sepenuhnya.
Demikian halnya dengan aktivitas di dunia pendidikan yang juga pasti akan terdisrupsi, jarak duduk antar siswa tak lagi berdekatan untuk menjegah penularan virus.
"Situasi ini secara perlahan kita sudah menerima apa yang disebut normal baru. Ini harus diterima," ujarnya.
Bobby yang juga Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Bidang Energi, Minyak, dan Gas ini menuturkan, pandemi Covid-19 memberikan guncangan dahsyat perekonomian nasional, hampir seluruh bisnis tertekan karena aktivitas ekonomi yang memberikan kontribusi besar terhadap PDB nyaris terhenti.
Akibatnya, perusahaan di sektor pariwisata, maskapai penerbangan, perhotelan, ritel, pengelola mall, UMKM, properti yang kehilangan pendapatan dan harus melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) dan merumahkan karyawan.
Untuk tetap bertahan, perusahaan di sektor ini menempuh berbagai cara untuk menyelamatkan bisnis, antara lain melakukan negosiasi dengan bank untuk memberikan kelonggaran dari sisi pembayaran pokok maupun bunga utang.
"Sekarang pun banyak yang sudah kesulitan. Lebih dari 50 perusahaan anggota AEI menyatakan tidak kuat [cashflow], yang ekstrem mereka melakukan negosiasi ke bank, merumahkan karyawan," pungkasnya.
(hps/hps) Next Article Waktu Habis, Emiten Tak Penuhi Free Float 7,5% Dibuka Bursa
Most Popular