Realisasi Buyback Kecil, Hingga Lapkeu Q1 Mengecewakan

Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
15 May 2020 08:21
Pengunjung melintas di depan layar pergerakan saham di Bursa Efek Indonesia, Kamis, 12 Maret 2020. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok 5,01% ke 4.895,75. Perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) dihentikan sementara (trading halt) setelah  Harga tersebut ke 4.895,75 terjadi pada pukul 15.33 WIB.  (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: IHSG Bursa Efek Indonesia. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Kecemasan pasar terkait gelombang Covid-19 kedua menjadi katalis negatif yang membuat pasar saham masih mengalami tekanan.

Presiden Amerika Serikat Donald Trump, memberikan pernyataan yang provokatif setelah pakar epidemi dan penasehat medis Gedung Putih, Anthony Fauci menyebut AS belum siap melonggarkan kebijakan karantina wilayah. Menurut Trump, Fauci salah dan AS bahkan sudah siap untuk membuka kembali sekolah.

"Kita sedang membuka kembali ekonomi kita, masyarakat ingin ekonomi dibuka, sekolah akan buka sebentar lagi," kata Trump.

Pada perdagangan Kamis kemarin (14/5/2020), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah 0,89% ke level 4.513,83 dengan nilai transaksi Rp 6,83 triliun. Investor asing mencatatkan jual bersih Rp 955,57 miliar.

Sebelum memulai perdagangan Jumat (15/5/2020), cermati aksi dan peristiwa emiten berikut ini yang dihimpun dalam pemberitaan CNBC Indonesia:

1. Tak Berani Lawan Pasar, Emiten Ramai Tunda Buyback Saham
Bursa Efek Indonesia (BEI) menyebutkan hingga 13 Mei 2020 realisasi pembelian kembali (buyback) saham yang dilakukan oleh emiten hanya mencapai 5,4% atau sekitar Rp 1,05 triliun dari komitmen awal Rp 19,4 triliun yang diajukan di tengah kejatuhan pasar akibat pandemi virus corona (Covid-19).

Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna mengatakan potensi buyback ini masih masih cukup besar dilakukan emiten, pasalnya jumlah dana yang belum direalisasikan mencapai 94,6% dari komitmen.

"Sejauh ini, sebesar 5,4% dari nilai rencana buyback kondisi lain telah dieksekusi oleh perusahaan tercatat. Jadi masih tersisa dana yang siap untuk digunakan pada window period buyback kondisi lain ini sebesar 94,6%," kata Yetna, Kamis (14/5/2020).


2. Terdampak Corona, Laba Blue Bird Q1 Anjlok 85% jadi Rp 13,7 M
Emiten jasa transportasi, PT Blue Bird Tbk (BIRD) mencatatkan penurunan laba bersih yang cukup signfikan pada periode kuartal pertama 2020. Laba perusahaan taksi berlogo burung terbang tersebut drop 84,52% menjadi Rp 13,74 miliar dari periode yang sama di tahun sebelumnya Rp 88,75 miliar.

Penurunan ini langsung menggerus nilai laba per saham perseroan pada tiga bulan pertama menjadi Rp 5,5 per saham dari Rp 35,5 per saham.

Jika dirinci secara detail, pendapatan bersih emiten taksi berlogo burung biru ini mengalami penurunan 10,34% menjadi Rp 885,18 miliar dari kuartal I-2019 sebesar Rp 976,75 miliar.

Pendapatan ini masih dikontribusikan dari kendaraan taksi mencatatkan penurunan 12% menjadi Rp 692,07 miliar dari periode yang sama tahun lalu Rp 781,34 miliar. Pendapatan sewa kendaraan menyumbang andil Rp 201,77 miliar, penyewaan gedung Rp 1,17 miliar dan komisi lelang Rp 1,81 miliar terhadap pendapatan pada tiga bulan pertama tahun ini.

3. Ekonomi Loyo, Indocement Pangkas Belanja Modal Jadi Rp 1,1 T
Emiten produsen semen Grup HeidelbergCement AG asal Jerman, PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) memangkas anggaran belanja modal (capital expenditure/capex) pada tahun ini menjadi Rp 1,1 triliun dari proyeksi sebelumnya Rp 1,4 triliun.

Direktur dan Sekretaris Perusahaan INTP, Oey Marcos menyatakan, pemangkasan belanja modal ini mempertimbangkan dampak dari pandemi Covid-19 yang menyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional.

Dengan demikian, konsumsi semen secara nasional mengalami penurunan akibat wabah virus Corona jenis baru ini. Data Asosiasi Semen Indonesia (ASI) menunjukkan, konsumsi semen nasional pada kuartal I/2020 mengalami penurunan 4,9% dibandingkan periode yang sama tahun 2019.

"Indocement mengambil keputusan untuk melakukan penyesuaian atas capex 2020 Indocement yang semula ditetapkan sebesar Rp 1,4 triliun menjadi Rp 1,1 triliun," ungkap Oey Marcos, dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis (14/5/2020).

4. Beban Kredit Rp 15 T, KAI Negosiasi Utang ke Perbankan
PT Kereta Api Indonesia (Persero) sudah mengajukan negosiasi keringanan beban keuangan kepada perbankan di tengah terganggunya arus kas (cashflow) perusahaan akibat dampak pandemi virus corona (Covid-19) yang menekan pendapatan BUMN kereta api ini.

Direktur utama PT KAI yang baru, Didiek Hartantyo, mengatakan dengan melihat kondisi arus kas perusahaan, pihaknya sudah mengajukan keringanan kepada perbankan. Hal ini sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease.

Mantan Direktur Keuangan PT KAI ini pun menguraikan beberapa pos kewajiban perusahaan yakni kredit mencapai Rp 15,5 triliun di antaranya berasal dari kredit modal kerja atau kredit pendek, sementara utang obligasi Rp 4 triliun karena dua kali penerbitan surat utang pada 2017 dan 2019.



5. Siap-siap! BRI akan Revisi Rencana Bisnis Bank 2020
PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) berencana merevisi ke bawah target pertumbuhan kredit dari proyeks awal 11% dalam Rencana Bisnis Bank (RBB) 2020.

Situasi ini mempertimbangkan dampak dari pandemi Covid-19 yang menyebabkan banyak nasabah melakukan restrukturisasi kredit dengan menunda pembayaran angsuran pokok maupun bunga kredit.

Direktur Keuangan BRI, Haru Koesmahargyo menuturkan, saat ini BRI masih melakukan finalisasi mengenai Rencana Bisnis Bank dan akan menyampaikannya kepada Otoritas Jasa Keuangan pada pertengahan tahun ini.

"Kalau revisi tentu kita akan revisi, tentunya akan merevisi turun dari semula pertumbuhan kredit 11 persen kemungkinan akan kita turunkan, tapi belum finasliasi. Awal Juni kita akan selesaikan dan sampaikan ke OJK untuk revisi," kata Haru, dalam paparan kinerja BRI secara virtual, Kamis (14/5/2020).

6.Garuda Nego Restrukturisasi Sukuk Rp 7,5 T
PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) akan melakukan negosiasi pada Senin depan (18/5/2020) dengan para pemegang sukuk Garuda Indonesia Global Sukuk Limited soal rencana restrukturisasi surat utang syariah itu yang akan jatuh tempo pada 3 Juni 2020.

Perusahaan telah mempersiapkan sejumlah skenario restrukturisasi yang akan diajukan kepada pemegang surat utang ini. Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan skema restrukturisasi ini masih disiapkan oleh perusahaan.

"Yup [negosiasi di 18 Mei 2020]. [Skema restrukturisasi] Masih disiapin... tunggu tanggal mainnya ya," kata Irfan kepada CNBC Indonesia, Kamis (14/5/2020).

7. Kimia Farma Setop Distribusi Alat Rapid Test Asal Belanda
Perusahaan farmasi pelat merah, PT Kimia Farma Tbk (KAEF) menghentikan sementara distribusi alat rapid test Biozek yang di impor dari perusahaan Belanda. Penghentian distribusi itu dilakukan terhadap fasilitas layanan kesehatan jejaring laboratorium pemeriksaan dan Dinas Kesehatan di seluruh Indonesia.

Hal ini dilakukan setelah adanya temuan bahwa alat tersebut memiliki tingkat akurasi rendah dan bermasalah.

Manajemen perusahaan menyebutkan bahwa saat ini tengah meminta klarifikasi kepada produsen test kit tersebut, yakni Inzek International Trading BV Belanda. Pemberhentian distribusi ini dilakukan hingga menunggu klarifikasi dari perusahaan tersebut.

"Kimia Farma telah melakukan langkah-langkah, yakni meminta klarifikasi kepada Inzek International Trading BV Belanda atas pemberitaan tersebut dan melakukan penghentian sementara distribusi Rapid Test sambil menunggu hasil klarifikasi dari produsen," tulis manajemen perusahaan dalam siaran persnya, Rabu (13/5/2020).

8. Mau Dijual ke Taiheiyo Cement, SMCB Cetak Laba Rp 68 M di Q1
Anak usaha PT Semen Indonesia Tbk (SMGR), yakni PT Solusi Bangun Indonesia Tbk (SMCB) atau SBI yang sebelumnya bernama PT Holcim Indonesia, berhasil membukukan laba bersih Rp 68 miliar pada kuartal I-2020. Perolehan ini membaik dari tahun sebelumnya rugi bersih Rp 123 miliar.

Dengan demikian, nilai laba per saham dasar perseroan menjadi Rp 9 per saham dari sebelumnya yang minus Rp 16 per saham.

Berdasarkan laporan keuangan di Bursa Efek Indonesia (BEI), pada 3 bulan pertama, SMCB mencatatkan pendapatan Rp 2,46 triliun, naik 4,8% dari periode yang sama tahun lalu Rp 2,34 triliun.

Jika dirinci lebih lanjut, pendapatan dari semen masih menjadi kontributor paling besar Rp 2,24 triliun, naik dari sebelumnya Rp 2,05 triliun. Sedangkan dari beton jadi (pre cast) mengalami penurunan 36,13% menjadi Rp 181,87 miliar dari sebelumnya Rp 247,59 miliar. Selebihnya dikontribusi dari pendapatan agregat dan jasa konstruksi masing-masing Rp 24,96 miliar dan 9,65 miliar.
(hps/hps) Next Article Citi Jual Bisnis Kartu Kredit, INA Tambah Kepemilikan di MTEL

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular