
Rupiah Kurang Bergairah, Dekati Rp 14.900/US$
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
14 May 2020 09:04

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah di perdagangan pasar spot pagi ini. Prospek ekonomi dunia yang suram membuat rupiah tidak bisa berbuat banyak.
Pada Kamis (14/5/2020), US$ 1 setara dengan Rp 14.890 kala pembukaan pasar spot. Rupiah melemah 0,27% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Faktor eksternal menjadi hambatan bagi rupiah untuk berada di zona hijau. Malam tadi waktu Indonesia, Ketua Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) Jerome 'Jay' Powell memberi paparan di hadapan Kongres mengenai prospek perekonomian ke depan. 'Penerawangan' Powell kurang enak didengar.
"Akan butuh waktu untuk kembali ke kondisi seperti sebelum sekarang. Pemulihan mungkin akan terjadi dalam tempo yang lebih lebih lambat dari perkiraan," kata Powell dalam paparan di hadapan Kongres AS secara virtual.
Ya, perekonomian Negeri Paman Sam memang porak-poranda akibat pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19). Pada kuartal I-2020, ekonomi AS terkontraksi (tumbuh negatif) -4,8%, pencapaian terburuk sejak Depresi Besar pada 1930-an. Kemudian pada April 2020, tingkat pengangguran di AS mencapai 14,7%, tertinggi sejak Perang Dunia II.
Padahal sebelum pandemi melanda, AS tengah menikmati masa kejayaan. Ekonomi terus tumbuh, ekspansi terjadi dalam kurun waktu terlama dalam sejarah. Setelah mengalami resesi pada 2009, ekonomi AS berhasil tumbuh positif hingga 2019.
Begitu pula angka pengangguran. Tahun lalu, tingkat pengangguran di AS sempat turun ke 3,4%. Ini adalah yang terendah 1950-an.
Namun virus corona menghancurkan semuanya. Kerja keras selama bertahun-tahun seakan musnah begitu saja dalam tempo kurang dari lima bulan.
Selama risiko kesehatan (bahkan kehilangan nyawa) masih tinggi, Powell menegaskan akan sulit bagi dunia usaha untuk menggenjot ekspansi. Akibatnya, penciptaan lapangan kerja menjadi sangat terbatas (bahkan berkurang drastis) sehingga rumah tangga juga mengalami penurunan pendapatan.
"Ini membuat ekonomi akan mengalami periode produktivitas rendah dan pendapatan yang stagnan dalam waktu yang lebih lama. Dukungan fiskal mungkin membutuhkan biaya yang tidak murah, tetapi layak jika mampu membantu menghindari kerusakan ekonomi jangka panjang dan memperkuat peluang menuju pemulihan," papar Powell.
AS adalah kepala naga, lokomotif perekonomian dunia. Kala sang lokomotif tidak bisa berlari kencang, maka gerbong-gerbong di belakangnya tentu akan berjalan lambat.
Ketika perekonomian AS masih sulit tumbuh tinggi karena dihalangi pandemi virus corona, maka dunia akan ikut merasakannya. Maklum, AS adalah negara konsumen terbesar di dunia. Saat permintaan dari AS turun, maka rantai pasok tentu akan terganggu.
Perkembangan ini membuat investor ogah mengambil risiko. Dalam situasi yang sangat tidak pasti, lebih baik bermain aman dengan memegang uang tunai yaitu dolar AS. Kalau sudah pegang dolar AS rasanya aman, karena mata uang ini bisa digunakan untuk bertahan hidup di mana saja.
Tingginya permintaan membuat dolar AS perkasa. Pada pukul 08:39 WIB, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,05%. Dalam sebulan terakhir, indeks ini menguat 1,32%.
Keperkasaan dolar AS tentu diikuti dengan kelesuan mata uang lainnya. Rupiah tidak terkecuali.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia
Pada Kamis (14/5/2020), US$ 1 setara dengan Rp 14.890 kala pembukaan pasar spot. Rupiah melemah 0,27% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Faktor eksternal menjadi hambatan bagi rupiah untuk berada di zona hijau. Malam tadi waktu Indonesia, Ketua Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) Jerome 'Jay' Powell memberi paparan di hadapan Kongres mengenai prospek perekonomian ke depan. 'Penerawangan' Powell kurang enak didengar.
Ya, perekonomian Negeri Paman Sam memang porak-poranda akibat pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19). Pada kuartal I-2020, ekonomi AS terkontraksi (tumbuh negatif) -4,8%, pencapaian terburuk sejak Depresi Besar pada 1930-an. Kemudian pada April 2020, tingkat pengangguran di AS mencapai 14,7%, tertinggi sejak Perang Dunia II.
Padahal sebelum pandemi melanda, AS tengah menikmati masa kejayaan. Ekonomi terus tumbuh, ekspansi terjadi dalam kurun waktu terlama dalam sejarah. Setelah mengalami resesi pada 2009, ekonomi AS berhasil tumbuh positif hingga 2019.
Begitu pula angka pengangguran. Tahun lalu, tingkat pengangguran di AS sempat turun ke 3,4%. Ini adalah yang terendah 1950-an.
Namun virus corona menghancurkan semuanya. Kerja keras selama bertahun-tahun seakan musnah begitu saja dalam tempo kurang dari lima bulan.
Selama risiko kesehatan (bahkan kehilangan nyawa) masih tinggi, Powell menegaskan akan sulit bagi dunia usaha untuk menggenjot ekspansi. Akibatnya, penciptaan lapangan kerja menjadi sangat terbatas (bahkan berkurang drastis) sehingga rumah tangga juga mengalami penurunan pendapatan.
"Ini membuat ekonomi akan mengalami periode produktivitas rendah dan pendapatan yang stagnan dalam waktu yang lebih lama. Dukungan fiskal mungkin membutuhkan biaya yang tidak murah, tetapi layak jika mampu membantu menghindari kerusakan ekonomi jangka panjang dan memperkuat peluang menuju pemulihan," papar Powell.
AS adalah kepala naga, lokomotif perekonomian dunia. Kala sang lokomotif tidak bisa berlari kencang, maka gerbong-gerbong di belakangnya tentu akan berjalan lambat.
Ketika perekonomian AS masih sulit tumbuh tinggi karena dihalangi pandemi virus corona, maka dunia akan ikut merasakannya. Maklum, AS adalah negara konsumen terbesar di dunia. Saat permintaan dari AS turun, maka rantai pasok tentu akan terganggu.
Perkembangan ini membuat investor ogah mengambil risiko. Dalam situasi yang sangat tidak pasti, lebih baik bermain aman dengan memegang uang tunai yaitu dolar AS. Kalau sudah pegang dolar AS rasanya aman, karena mata uang ini bisa digunakan untuk bertahan hidup di mana saja.
Tingginya permintaan membuat dolar AS perkasa. Pada pukul 08:39 WIB, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,05%. Dalam sebulan terakhir, indeks ini menguat 1,32%.
Keperkasaan dolar AS tentu diikuti dengan kelesuan mata uang lainnya. Rupiah tidak terkecuali.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular