
Rupiah di Rp 14.900/US$ Tahun Depan? No Problemo!
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
13 May 2020 17:30

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Indonesia melalui Menteri Keuangan merilis Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2021. Di dalamnya terdapat sejumlah proyeksi ekonomi yang akan menjadi dasar dalam pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2021.
Proyeksi pertumbuhan ekonomi 2021 berada di kisaran 4,5-5,5%. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, kebijakan pemerintah untuk tahun akan fokus dalam pemulihan ekonomi akibat dari pandemi Covid-19.
"Fokus pembangunan ini diharapkan mampu menghidupkan kembali mesin ekonomi nasional yang sedang menghadapi tantangan Covid-19 dan dalam momentum pertumbuhan, dengan mempertimbangkan risiko dan ketidakpastian yang berlangsung," ujarnya di gedung DPR RI, Selasa (12/5/2020).
Selain menetapkan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, dalam KEM-PPKF 2021 nilai tukar rupiah berada di kisaran Rp 14.900-15.300/US$. Itu artinya, rupiah akan lebih lemah dibandingkan posisi penutupan hari ini Rp 14.850/US$.
Seandainya virus corona tidak ada di muka bumi ini, rupiah kemungkinan bisa menguat lebih jauh. Di bulan Januari rupiah memang sedang menjadi "kesayangan" pelaku pasar. Kondisi ekonomi yang cukup stabil, serta imbal hasil (yield) yang relatif tinggi membuat aliran modal masuk ke Indonesia dan rupiah jadi perkasa.
"Salah satu mata uang yang saya sukai adalah rupiah, yang pastinya menjadi 'kesayangan' pasar, dan ada banyak alasan untuk itu," kata Rohit Garg, analis di Bank of America Merril Lynch dalam sebuah wawancara dengan CNBC International Selasa (21/1/2020).
Gard rupiah menjadi mata uang yang paling diuntungkan dari pemulihan ekonomi global serta kenaikan harga komoditas.
Sebelum Gard, bank investasi Goldman Sachs juga memprediksi rupiah akan menjadi mata uang terbaik di tahun ini.
"Jika investor berinvestasi, Anda tahu aset di Indonesia memiliki yield cukup tinggi, dengan kondisi makroekonomi dan pertumbuhan global yang relatif stabil, kami pikir ini [aset di Indonesia] cukup menarik untuk dimainkan," kata Zach Pandl, co-head mata uang global, suku bunga, dan strategi negara berkembang di Goldman Sachs, sebagaimana dilansir CNBC International, Rabu (11/12/2019).
Tetapi penguatan rupiah seketika sirna setelah penyakit virus corona (Covid-19) menjadi pandemi. Nilai tukar rupiah langsung ambrol di bulan Maret, bahkan sempat menyentuh Rp 16.620/US$ yang merupakan level terlemah sejak krisis moneter 1998.
Proyeksi pertumbuhan ekonomi 2021 berada di kisaran 4,5-5,5%. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, kebijakan pemerintah untuk tahun akan fokus dalam pemulihan ekonomi akibat dari pandemi Covid-19.
"Fokus pembangunan ini diharapkan mampu menghidupkan kembali mesin ekonomi nasional yang sedang menghadapi tantangan Covid-19 dan dalam momentum pertumbuhan, dengan mempertimbangkan risiko dan ketidakpastian yang berlangsung," ujarnya di gedung DPR RI, Selasa (12/5/2020).
Seandainya virus corona tidak ada di muka bumi ini, rupiah kemungkinan bisa menguat lebih jauh. Di bulan Januari rupiah memang sedang menjadi "kesayangan" pelaku pasar. Kondisi ekonomi yang cukup stabil, serta imbal hasil (yield) yang relatif tinggi membuat aliran modal masuk ke Indonesia dan rupiah jadi perkasa.
"Salah satu mata uang yang saya sukai adalah rupiah, yang pastinya menjadi 'kesayangan' pasar, dan ada banyak alasan untuk itu," kata Rohit Garg, analis di Bank of America Merril Lynch dalam sebuah wawancara dengan CNBC International Selasa (21/1/2020).
Gard rupiah menjadi mata uang yang paling diuntungkan dari pemulihan ekonomi global serta kenaikan harga komoditas.
Sebelum Gard, bank investasi Goldman Sachs juga memprediksi rupiah akan menjadi mata uang terbaik di tahun ini.
"Jika investor berinvestasi, Anda tahu aset di Indonesia memiliki yield cukup tinggi, dengan kondisi makroekonomi dan pertumbuhan global yang relatif stabil, kami pikir ini [aset di Indonesia] cukup menarik untuk dimainkan," kata Zach Pandl, co-head mata uang global, suku bunga, dan strategi negara berkembang di Goldman Sachs, sebagaimana dilansir CNBC International, Rabu (11/12/2019).
Tetapi penguatan rupiah seketika sirna setelah penyakit virus corona (Covid-19) menjadi pandemi. Nilai tukar rupiah langsung ambrol di bulan Maret, bahkan sempat menyentuh Rp 16.620/US$ yang merupakan level terlemah sejak krisis moneter 1998.
Next Page
Rupiah Sangat Terpengaruh Kondisi Global
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular