
Dolar AS dalam Mode 'Defensif', Rupiah Juara Asia Lagi
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
13 May 2020 15:37

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah kembali menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (13/4/2020), meski beberapa kali masuk ke zona merah. Dolar AS yang berada dalam mode "defensif" membuat rupiah mampu kembali menguat.
Begitu perdagangan hari ini dibuka, rupiah menguat tipis 0,07% di Rp 14.870/US$. Tetapi setelahnya apresiasi rupiah membesar hingga 0,37% ke Rp 14.825/US$. Sayangnya, level tersebut menjadi yang terkuat intraday, penguatan rupiah belakangan terpangkas hingga akhirnya melemah 0,07% ke Rp 14.890/US$ sebelum tengah hari.
Setelahnya rupiah bolak-balik ke zona merah dan hijau sepanjang perdagangan, sebelum akhirnya menguat berhasil menguat 0,2% ke Rp 14.850/US$. Meski penguatan tersebut tidak besar, tetapi rupiah menjadi juara alias mata uang dengan kinerja terbaik di Asia hari ini.
Mata uang utama Asia bergerak bervariasi pada perdagangan hari ini, rupee India menjadi mata uang dengan kinerja terburuk pada hari ini, setelah melemah 0,61%.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia hingga pukul 15:10 WIB
Di awal pekan, rupiah juga menjadi juara Asia, tetapi kondisinya berbalik Selasa kemarin, Mata Uang Garuda menjadi yang terburuk.
Sejak kemarin, rupiah sebenarnya dibayangi pelemahan akibat memburuknya sentimen pelaku pasar setelah adanya risiko penyebaran pandemi penyakit virus corona (Covid-19) gelombang kedua. Sebabnya, pelonggaran kebijakan karantina wilayah (lockdown) maupun social distancing.
China dan Korea Selatan yang sebelumnya sudah "menang" melawan virus corona kini harus kembali siaga akibat adanya penambahan kasus baru. Pemerintah China mengambil langkah tegas dengan menerapkan lockdown di Kota Shulan, Provinsi Jilin.
Sementara itu Korea Selatan melaporkan penambahan 26 kasus dan satu orang meninggal. Penyebaran kasus baru di Negeri Gingseng tersebut terjadi di sebuah klub, dan hingga saat ini sudah 102 orang dinyatakan positif yang terkait dengan klub tersebut.
Perhatian juga tertuju ke Eropa dan Amerika Serikat yang mulai melonggarkan lockdown, apakah terjadi peningkatan kasus atau masih tetap dalam tren menurun.
Selain itu dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) kemarin melaporkan penjualan ritel pada Maret 2020 turun 4,5% year-on-year (yoy). Pada April, penjualan ritel diperkirakan turun lebih dalam, 11,8%.
Sentimen negatif dari luar dan dalam negeri membayangi pergerakan rupiah hingga hari ini, tetapi di awal perdagangan rupiah mampu menguat akibat dolar AS yang sedang mendapat tekanan dari isu suku bunga negatif.
Presiden AS, Donald Trump, melalui akun twitternya sekali lagi mendorong bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) menerapkan suku bunga negatif.
"Selama negara lain mendapat keuntungan dalam menerapkan suku bunga negatif, Amerika Serikat seharusnya juga menerima "Hadiah". Jumlah yang besar!" ciut Trump.
Data Bank of America Securities menyebutkan bahwa ada peluang 23% suku bunga acuan AS bisa di bawah 0% pada akhir tahun ini. Pekan lalu, peluangnya masih 10%.
Ketua The Fed, Jerome Powell, akan berpidato di hadapan Kongres AS malam ini yang tentunya bisa memberikan gambaran apakah ada peluang suku bunga negatif akan diterapkan atau malah dikesampingkan.
Pada pekan lalu, Presiden The Fed Richmond Thomas Barkin dan Presiden The Fed Chicago Charles Evans mengesampingkan mengatakan The Fed tidak berencana menerapkan suku bunga negatif.
Sang ketua Jerome Powell, diprediksi juga akan menyatakan hal yang sama saat berpidato nanti. Meski demikian, pelaku pasar tetap saja berhati-hati yang membuat dolar AS berada dalam mode "defensif" sehingga rupiah mampu menguat melawan dolar AS.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia
Begitu perdagangan hari ini dibuka, rupiah menguat tipis 0,07% di Rp 14.870/US$. Tetapi setelahnya apresiasi rupiah membesar hingga 0,37% ke Rp 14.825/US$. Sayangnya, level tersebut menjadi yang terkuat intraday, penguatan rupiah belakangan terpangkas hingga akhirnya melemah 0,07% ke Rp 14.890/US$ sebelum tengah hari.
Setelahnya rupiah bolak-balik ke zona merah dan hijau sepanjang perdagangan, sebelum akhirnya menguat berhasil menguat 0,2% ke Rp 14.850/US$. Meski penguatan tersebut tidak besar, tetapi rupiah menjadi juara alias mata uang dengan kinerja terbaik di Asia hari ini.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia hingga pukul 15:10 WIB
Di awal pekan, rupiah juga menjadi juara Asia, tetapi kondisinya berbalik Selasa kemarin, Mata Uang Garuda menjadi yang terburuk.
Sejak kemarin, rupiah sebenarnya dibayangi pelemahan akibat memburuknya sentimen pelaku pasar setelah adanya risiko penyebaran pandemi penyakit virus corona (Covid-19) gelombang kedua. Sebabnya, pelonggaran kebijakan karantina wilayah (lockdown) maupun social distancing.
China dan Korea Selatan yang sebelumnya sudah "menang" melawan virus corona kini harus kembali siaga akibat adanya penambahan kasus baru. Pemerintah China mengambil langkah tegas dengan menerapkan lockdown di Kota Shulan, Provinsi Jilin.
Sementara itu Korea Selatan melaporkan penambahan 26 kasus dan satu orang meninggal. Penyebaran kasus baru di Negeri Gingseng tersebut terjadi di sebuah klub, dan hingga saat ini sudah 102 orang dinyatakan positif yang terkait dengan klub tersebut.
Perhatian juga tertuju ke Eropa dan Amerika Serikat yang mulai melonggarkan lockdown, apakah terjadi peningkatan kasus atau masih tetap dalam tren menurun.
Selain itu dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) kemarin melaporkan penjualan ritel pada Maret 2020 turun 4,5% year-on-year (yoy). Pada April, penjualan ritel diperkirakan turun lebih dalam, 11,8%.
Sentimen negatif dari luar dan dalam negeri membayangi pergerakan rupiah hingga hari ini, tetapi di awal perdagangan rupiah mampu menguat akibat dolar AS yang sedang mendapat tekanan dari isu suku bunga negatif.
Presiden AS, Donald Trump, melalui akun twitternya sekali lagi mendorong bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) menerapkan suku bunga negatif.
"Selama negara lain mendapat keuntungan dalam menerapkan suku bunga negatif, Amerika Serikat seharusnya juga menerima "Hadiah". Jumlah yang besar!" ciut Trump.
Data Bank of America Securities menyebutkan bahwa ada peluang 23% suku bunga acuan AS bisa di bawah 0% pada akhir tahun ini. Pekan lalu, peluangnya masih 10%.
Ketua The Fed, Jerome Powell, akan berpidato di hadapan Kongres AS malam ini yang tentunya bisa memberikan gambaran apakah ada peluang suku bunga negatif akan diterapkan atau malah dikesampingkan.
Pada pekan lalu, Presiden The Fed Richmond Thomas Barkin dan Presiden The Fed Chicago Charles Evans mengesampingkan mengatakan The Fed tidak berencana menerapkan suku bunga negatif.
Sang ketua Jerome Powell, diprediksi juga akan menyatakan hal yang sama saat berpidato nanti. Meski demikian, pelaku pasar tetap saja berhati-hati yang membuat dolar AS berada dalam mode "defensif" sehingga rupiah mampu menguat melawan dolar AS.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular