Dolar Diramal 'Mujur' saat AS 'Hancur', Rupiah Apa Kabar?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
12 May 2020 14:06
Ilustrasi Dollar
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Kondisi ekonomi Amerika Serikat (AS) sedang memburuk bahkan bisa dikatakan ambruk akibat pandemi penyakit virus corona. Tingkat pengangguran terbang tinggi, sementara pertumbuhan ekonomi mengalami kontraksi alias minus.

Jumat pekan lalu waktu setempat Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan sepanjang bulan April terjadi pengurangan tenaga kerja sebanyak 20,5 juta orang, dan tingkat pengangguran melonjak menjadi 14,7%, yang merupakan level tertinggi sejak Perang Dunia II.

Kebijakan karantina wilayah (lockdown) dan social distancing di AS guna meredam penyebaran pandemi Covid-19 menjadi penyebab ambruknya pasar tenaga kerja. Meski demikian, rilis tersebut masih lebih baik dibandingkan prediksi para ekonomi yang disurvei Dow Jones yang memprediksi berkurangnya 21,5 juta tenaga kerja dengan tingkat pengangguran sebesar 16%.



Menteri Keuangan AS, Steven Mnuchin, bahkan memprediksi tingkat pengangguran Negeri Paman Sam akan mencapai 25%, sebelum akhirnya membaik.
"Ini bukan salah dunia usaha AS, bukan salah pekerja, ini adalah dampak dari virus. Angka penganguran kemungkinan akan semakin buruk sebelum kembali membaik. Tahun depan akan menjadi tahun yang jauh lebih bagus" kata Mnuchin sebagaimana dilansir CNBC International, Minggu (10/5/2020).

Kebijakan lockdown dan social distancing membuat roda perekonomian AS melambat bahkan nyaris terhenti. Maka wajar jika indikator perekonomian negeri Paman Sam "hancur-hancuran".


Di triwulan I-2020, pertumbuhan ekonomi (produk domestik bruto/PDB) AS mengalami kontraksi alias minus 4,8%. Tidak hanya itu, sepanjang tahun ini, PDB AS juga diprediksi mengalami kontraksi 5,9% oleh Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF).

Meski demikian, sama dengan pernyataan Mnuchin, IMF memprediksi di tahun depan PDB AS akan tumbuh 4,7%. Bisa dikatakan proyeksi tersebut menjadi yang paling optimis di tahun ini, sebab banyak ekonom memprediksi Negeri Paman Sam akan mengalami resesi yang agak panjang, bahkan mengalami depresi.



Risiko terjadinya depresi diungkapkan oleh Nouriel Roubini, profesor di New York University's Stern School of Business yang juga chairman dari Roubini Macro Associates LLC. Roubini merupakan orang yang memprediksi tahun 2008 akan terjadi krisis finansial global.

"Sayangnya, saya khawatir ada beberapa tren besar... yang saya sebut '10 Deadly D' yang akan membawa kita memasuki masa depresi di dekade ini." kata Roubini dalam sebuah wawancara di Bloomberg. Yang dimaksud '10 Deadly D' oleh Roubini diantaranya debt, deficit, deglobalization, currency devaluation, hingga environment disruption.

(pap/pap)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular