50 Lebih Emiten Sekarat karena Corona, Cuma Kuat Sampai Juni

Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
12 May 2020 08:16
Pengunjung melintas dan mengamati pergerakan layar elektronik di di Jakarta, Selasa (2/1/2018).
Foto: Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) menyebutkan lebih dari 50 perusahaan yang mencatatkan saham di Bursa Efek Indonesia atau emiten mulai mengalami kesulitan karena dampak pandemi Covid-19. Kemampuan kas untuk mendukung operasional emiten-emiten tersebut hanya kuat hingga Juni 2020.

Wakil Ketua Umum AEI, Bobby Gafur Umar menuturkan, kondisi pandemi ini menyebabkan hampir seluruh bisnis tertekan karena aktivitas ekonomi nyaris terhenti. Akibatnya, perusahaan di sektor pariwisata, maskapai penerbangan, perhotelan, ritel, pengelola mall, UMKM, properti yang kehilangan pendapatan dan harus melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) dan merumahkan karyawan.

Untuk tetap bertahan, perusahaan di sektor ini menempuh berbagai cara untuk menyelamatkan bisnis, antara lain melakukan negosiasi dengan bank untuk memberikan kelonggaran dari sisi pembayaran pokok maupun bunga utang.

"Sekarang pun banyak yang sudah kesulitan. Lebih dari 50 perusahaan anggota AEI menyatakan tidak kuat [cashflow], yang ekstrem mereka melakukan negosiasi ke bank, merumahkan karyawan," kata Bobby, kepada CNBC Indonesia, Senin (11/5/2020).

Bobby menyebut, situasi pandemi ini memang sangatlah berat. Saat perusahaan sudah tidak kuat lagi secara keuangan, yang terjadi adalah gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran yang tentu tidak hanya akan berdampak kepada ekonomi, melainkan juga dampak sosial.

"Ini yang menyebabkan faktor risiko naik," kata Bobby yang juga menjabat Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia Bidang Energi, Minyak, dan Gas ini.

Upaya pemerintah yang sedang merancang pelonggaran pembatasan sosial secara bertahap dan akan mengakhiri masa tanggap darurat pada 29 Mei 2020 diharapkan bisa segera mempercepat pemulihan. 

Pada kuartal I-2020 saja, pertumbuhan ekonomi Indonesia turun tajam menjadi 2,97% dari periode akhir 2019 sama di 5,04% Bahkan, pemerintah memproyeksikan, pada skenario paling berat, pertumbuhan ekonomi akan minus 0,4%.

Bobby memanbahkan, agar tak tertekan lebih dalam lagi, pemerintah harus membantu dunia usaha dengan memberikan likuiditas yang cukup kepada perbankan agar nantinya bank dapat memberikan paket relaksasi kepada sektor-sektor bisnis untuk kembali memulihkan perekonomian nasional.

Sebab, insentif yang selama ini diberikan seperti penurunan pajak dari 25 persen menjadi 22% belum dapat dilakukan perusahaan karena tiadanya pendapatan.

Relaksasi yang bisa diberikan, katanya bisa melalui penundan dari sisi pembayaran bunga atau pokok utang. Sebabnya, kata Bobby, masih banyak anggota AEI yang memiliki utang ke perbankan.

"Ini harus ditolong, Bank Indonesia harus mendukung bank melakukan penundaan pembayaran pokok dan bunga. Bank menyediakan berbagai paket untuk menyelamatkan perusahaan agar tidak terjadi kebangkrutan, karena kalau bangkrut, PHK, ini akan bahaya," jelasnya lagi.

Direktur Utama CSA Institute, Aria Samata Santoso, mengatakan, penyebaran pandemi jika belum bisa dihentikan hingga kuartal kedua tahun ini akan menyebabkan kian banyak perusahaan di sektor keuangan, properti, konstruksi, manufaktur dan perdagangan kesulitan likuiditas.

[Gambas:Video CNBC]



Akan tetapi, adanya kebijakan pelonggaran secara bertahap yang dilakukan pemerintah sedikit banyak akan cukup menolong agar perekonomian perlahan kembali bangkit.

"Pelonggaran PSBB akan sangat menolong untuk kembali menggerakkan roda perekonomian dan keberlangsungan bisnis banyak emiten. Walaupun belum kembali 100%, setidaknya aktivitas bisnis akan secara bertahap berangsur pulih," ujarnya kepada CNBC Indonesia.
(hps/hps) Next Article Laba Emiten Ini Mirip Roket, Ada yang Lompat 14 Kali Lipat

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular