
Hari Ini Rupiah Labil Luar Biasa, Mau Menguat atau Melemah?
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
11 May 2020 12:19

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah bergerak labil hingga pertengahan perdagangan Senin (11/5/2020), keluar masuk zona merah dan hijau silih berganti, hingga akhirnya stagnan. Sentimen pelaku pasar yang sedang bagus sebenarnya menjadi modal bagi rupiah untuk menguat, tetapi penguatan tajam di bulan April sepertinya membuat rupiah masih enggan untuk menguat lebih jauh.
Begitu perdagangan hari ini dibuka, rupiah melemah tipis 0,07%, tetapi tidak lama rupiah langsung menguat 0,27% ke Rp 14.850/US$. Setelahnya, rupiah malah berbalik melemah ke 0,2% ke Rp 14.920/US$.
Setelahnya rupiah bolak balik di zona merah dan hijau sebelum stagnan di Rp 14.890/US$ pada pukul 12:00 WIB.
Pada perdagangan Jumat (8/5/2020) pekan lalu rupiah berhasil menguat 0,6%, tetapi dalam sepekan masih mencatat pelemahan 0,44%. Pelemahan dalam sepekan tersebut menjadi koreksi "sehat" mengingat rupiah sebelumnya sudah menguat dalam 4 pekan beruntun, dan sepanjang April melesat lebih dari 9%.
Penguatan lebih dari 9% tersebut sepertinya masih terlalu besar bagi rupiah di tengah pandemi virus corona (Covid-19) masih masih memberikan risiko pelambatan ekonomi. Apalagi pada pekan lalu Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo masih menegaskan jika rupiah akan berada di kisaran Rp 15.000/US$ di akhir tahun. Padahal di akhir April rupiah sudah menyentuh level Rp 14.825/US$.
Gubernur Perry mengatakan dalam jangka pendek rupiah memang akan naik turun dipengaruhi faktor teknikal, dan perkembangan situasi global.
Rupiah di Rp 15.000/US$ di akhir tahun yang diungkapkan oleh Perry memberikan dampak psikologis di pasar, para investor tentunya melihat jika rupiah kembali menguat tidak akan jauh dari level tersebut. Sehingga perlu momentum yang lebih besar agar rupiah bisa melaju kencang lagi.
Sementara itu Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati hari ini mengatakan dampak Covid-19 ke sektor keuangan jauh lebih buruk dibandingkan krisis finansial global 2008.
Dalam jumpa pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) periode kuartal I-2020 hari ini, Senin (11/5/2020), Sri Mulyani mengungkapkan sepanjang Januari-Maret 2020 terjadi arus modal keluar dari pasar keuangan Indonesia yang mencapai Rp 145,28 triliun.
Sebagai gambaran, arus modal keluar (capital outflows) kala krisis keuangan global 2008-2009 adalah Rp 67,9 triliun dan kala taper tantrum 2013 yang sebesar Rp 36 triliun.
"Periode Januari-Maret lalu sudah lebih dari dua kali lipat dibandingkan yang terjadi saat guncangan krisis keuangan global," ujar Sri Mulyani.
Begitu perdagangan hari ini dibuka, rupiah melemah tipis 0,07%, tetapi tidak lama rupiah langsung menguat 0,27% ke Rp 14.850/US$. Setelahnya, rupiah malah berbalik melemah ke 0,2% ke Rp 14.920/US$.
Setelahnya rupiah bolak balik di zona merah dan hijau sebelum stagnan di Rp 14.890/US$ pada pukul 12:00 WIB.
Penguatan lebih dari 9% tersebut sepertinya masih terlalu besar bagi rupiah di tengah pandemi virus corona (Covid-19) masih masih memberikan risiko pelambatan ekonomi. Apalagi pada pekan lalu Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo masih menegaskan jika rupiah akan berada di kisaran Rp 15.000/US$ di akhir tahun. Padahal di akhir April rupiah sudah menyentuh level Rp 14.825/US$.
Gubernur Perry mengatakan dalam jangka pendek rupiah memang akan naik turun dipengaruhi faktor teknikal, dan perkembangan situasi global.
Rupiah di Rp 15.000/US$ di akhir tahun yang diungkapkan oleh Perry memberikan dampak psikologis di pasar, para investor tentunya melihat jika rupiah kembali menguat tidak akan jauh dari level tersebut. Sehingga perlu momentum yang lebih besar agar rupiah bisa melaju kencang lagi.
Sementara itu Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati hari ini mengatakan dampak Covid-19 ke sektor keuangan jauh lebih buruk dibandingkan krisis finansial global 2008.
Dalam jumpa pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) periode kuartal I-2020 hari ini, Senin (11/5/2020), Sri Mulyani mengungkapkan sepanjang Januari-Maret 2020 terjadi arus modal keluar dari pasar keuangan Indonesia yang mencapai Rp 145,28 triliun.
Sebagai gambaran, arus modal keluar (capital outflows) kala krisis keuangan global 2008-2009 adalah Rp 67,9 triliun dan kala taper tantrum 2013 yang sebesar Rp 36 triliun.
"Periode Januari-Maret lalu sudah lebih dari dua kali lipat dibandingkan yang terjadi saat guncangan krisis keuangan global," ujar Sri Mulyani.
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular