AS Tambah Utang Rp 46.000 T, Apa Dampaknya ke RI?

Lidya Julita Sembiring, CNBC Indonesia
06 May 2020 12:00
US Treasury, Bond, Obligasi (Ilustrasi Obligasi)
Foto: US Treasury, Bond, Obligasi (Ilustrasi Obligasi)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Amerika Serikat (AS) berencana mencari utang senilai US$ 3 triliun tahun ini yang akan digunakan untuk memenuhi tingginya kebutuhan anggaran penanggulangan wabah virus corona (Covid-19) termasuk pendanaan untuk layanan kesehatan dan paket kebijakan ekonomi.

Guna menutupi beban stimulus yang begitu besar, Departemen Keuangan dalam pernyataan resminya menyatakan akan meminjam dana lagi senilai hampir US$ 3 triliun atau setara Rp 46.000 triliun (asumsi kurs Rp 15.500/US$)) pada kuartal ini.

Hanya saja tidak dijelaskan skemanya apakah semuanya melalui penerbitan surat utang (US Treasury). Namun biasanya, dalam memperoleh dana utang, AS akan melepas surat utang pemerintah atau US Treasury di mana obligasi AS memiliki tingkat bunga relatif rendah karena dianggap punya risiko juga rendah.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menilai ada dua dampak dari penerbitan utang pemerintah AS ini. Jika AS merilis surat utang sebesar US$ 3 triliun, maka permintaan obligasi AS naik dan di sisi lain dampaknya ialah likuiditas di Negeri Paman Sam juga bertambah. 

"Ini dampaknya ada dua. US Bond akan meningkat dan likuiditas di sana juga meningkat. Tentu saja ini dampak kemungkinan ada kenaikan suku bunga, US Treasury dan US Bond," kata Perry saat menyampaikan update kondisi perekonomian RI secara virtual, Rabu (6/5/2020).

"Ada kenaikan [suku bunga] tapi tidak terlalu tinggi. [Adapun] yield [imbal hasil] SBN [surat berharga negara] kita di level 7,9, 8,08 persen dan perbedaan suku bunganya masih tinggi dan investor masih menarik untuk beli SBN RI," kata Perry.


Sebagai perbandingan, data PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI) atau Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) mencatat yield US Treasury untuk tenor 30 tahun naik menjadi 1,33% dari sebelumnya 1,28%, sementara yield obligasi Inggris, UK Gild, untuk tenor 30 tahun di level 0.54%.

Sementara itu, yield obligasi jepang di level 0,42% untuk tenor yang sama dan yield SUN tenor 10 tahun berkisar 7% dan tenor 20 tahun 7,5%.

Perry Warjiyo mengatakan ada tren aliran masuk (inflow) modal asing ke pasar keuangan Indonesia. Ini merupakan momentum pembalikan, setelah sempat terjadi penarikan dana besar-besaran (outflow) oleh investor asing pada Maret 2020 senilai Rp 121,26 triliun. 

"Update saja, inflow asing ke SBN. Minggu by minggu di April dan Mei sampai dengan tanggal 5 Mei...trennya outflowkecil dan inflow semakin besar," kata Perry.

Perry memaparkan pergerakan aliran modal asing ke SBN, di pasar primer dan sekunder. Pada pekan pertama April 2020, terjadi inflowsebesar Rp 5,73 triliun. Pada pekan kedua April terjadi outflow Rp 7,98 triliun.

Lalu pada pekan III April, terjadi outflowRp 2,41 triliun dan pekan IV April inflowlagi Rp 2,42 triliun. Memasuki pekan I Mei sampai tanggal 5, terjadi inflow Rp 1,71 triliun.

Perry mengatakan, pada periode Maret ada outflow besar Rp 121,26 triliun, karena pada waktu itu terjadi kepanikan di pasar keuangan global.

"Itu juga yang saya sampaikan data historis dari 2011-2019, berapa besar periode inflow dan outflow. Kita lihat data sebagai referensi. Dari 2011-2019, outflow 4 bulan maksimum, rata-rata outflow per bulan Rp 29,2 triliun," kata Perry lebih lanjut.

Perry melanjutkan, yang terjadi selama 2011-2019, setelah periode outflow akan selalu diikuti inflow dalam periode yang sama dan jumlah yang lebih besar.

"Dengan ikhtiar ini bisa berakhir Mei. Inflow SBN sudah mulai keliatan dan Mei akan keliatan dan Juni lebih keliatan lagi. Itu dasar kenapa kami yakin inflow masuk dukung pembiayaan rupiah tangani Covid-19 dan dukung stabilltas nilai tukar ke depan," tutur Perry.

[Gambas:Video CNBC]

 


(tas/tas) Next Article Perhatian! Asing Bawa Kabur Dana Rp 20 T dari Obligasi RI

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular