
Lawan Rupiah Dolar Singapura Bakal Lemah, Saat Ini Rp 10.624
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
05 May 2020 10:25

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Singapura bergerak lebih kalem melawan rupiah di awal perdagangan Selasa (5/5/2020) setelah menguat tajam Senin kemarin. Bahkan ada peluang akan berbalik melemah jika melihat pergerakan rupiah yang sudah menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS).
Pada pukul 10:08 WIB, SG$ 1 setara Rp 10.624,38, dolar Singapura menguat tipis 0,03% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Di waktu yang sama, US$ 1 dibanderol Rp 15.025, dolar AS melemah 0,17% melawan rupiah, padahal di awal pembukaan perdagangan sempat menguat 0,2%.
Senin kemarin, dolar Singapura melesat 1,4%, selain akibat memburuknya sentimen pelaku pasar yang membebani rupiah, rencana pelonggaran karantina wilayah atau yang disebut "circuit breaker" juga mendongkrak kinerja mata uang Negeri Merlion.
Pemerintah Singapura berencana untuk melonggarkan "circuit breaker" setelah laju penambahan kasus Covid-19 mulai melandai.
Pada 12 Mei, pemerintah Negeri Singa akan mulai membuka sebagian aktivitas di sektor industri manufaktur seperti biofarmasi dan petrokimia. Saat ini, hanya sekitar 17% pekerja di Singapura yang boleh beraktivitas di luar rumah.
"Kami belum bisa membuka tempat-tempat hiburan. Sebagai awalan, kami akan fokus ke sektor manufaktur dan peningkatan produksi," ungkap Chan Chun Sing, Menteri Perdagangan dan Industri Singapura, seperti dikutip dari Reuters.
Pelonggaran tersebut tentu menjadi kabar bagus, roda perekonomian mulai berputar kembali dan perlahan bisa bangkit.
Di sisi lain, rupiah mendapat tekanan dari luar dan dalam negeri. Dari luar negeri akibat memburuknya sentimen pelaku pasar terjadi setelah Presiden AS Donald Trump mengatakan bisa saja mengenakan bea masuk impor akibat cara penanganan virus corona yang dilakukan China sehingga menjadi pandemi global.
Hal ini dikatakan Trump dalam konferensi pers dengan wartawan di Gedung Putih, Kamis (30/4/2020) waktu setempat. "Bisa saja melakukan sesuatu dengan tarif," katanya sebagaimana dikutip dari AFP, Jumat (1/5/2020).
Selain itu, Trump juga menuduh virus corona berasal dari Institut Virologi Wuhan, sebuah laboratorium di China. Bahkan ia mengatakan memiliki kepercayaan sangat tinggi.
"Ya, ya saya lihat [bukti]," katanya. "Saya tidak bisa memberi tahu Anda tentang ini. Saya tidak diizinkan memberi tahu kepada Anda [wartawan] soal ini."
Sementara itu dari dalam negeri, IHS Markit melaporkan Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur Indonesia di angka 27,5 alias mengalami kontraksi.
Jauh menurun dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 43,5 dan menjadi yang terendah sepanjang pencatatan PMI yang dimulai sejak April 2011.
Kemudian Badan Pusat Statistik (BPS) merilis pada April 2020 terjadi inflasi sebesar 0,08%. Adapun secara tahunan inflasi berada di 2,67%.
Rendahnya inflasi tersebut menjadi salah satu indikasi penurunan daya beli masyarakat yang menurun, akibat banyaknya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) serta penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di beberapa wilayah Indonesia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Sentuh Rp 16.500/US$, Rupiah Terus Terpuruk
Pada pukul 10:08 WIB, SG$ 1 setara Rp 10.624,38, dolar Singapura menguat tipis 0,03% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Di waktu yang sama, US$ 1 dibanderol Rp 15.025, dolar AS melemah 0,17% melawan rupiah, padahal di awal pembukaan perdagangan sempat menguat 0,2%.
Senin kemarin, dolar Singapura melesat 1,4%, selain akibat memburuknya sentimen pelaku pasar yang membebani rupiah, rencana pelonggaran karantina wilayah atau yang disebut "circuit breaker" juga mendongkrak kinerja mata uang Negeri Merlion.
Pemerintah Singapura berencana untuk melonggarkan "circuit breaker" setelah laju penambahan kasus Covid-19 mulai melandai.
Pada 12 Mei, pemerintah Negeri Singa akan mulai membuka sebagian aktivitas di sektor industri manufaktur seperti biofarmasi dan petrokimia. Saat ini, hanya sekitar 17% pekerja di Singapura yang boleh beraktivitas di luar rumah.
"Kami belum bisa membuka tempat-tempat hiburan. Sebagai awalan, kami akan fokus ke sektor manufaktur dan peningkatan produksi," ungkap Chan Chun Sing, Menteri Perdagangan dan Industri Singapura, seperti dikutip dari Reuters.
Pelonggaran tersebut tentu menjadi kabar bagus, roda perekonomian mulai berputar kembali dan perlahan bisa bangkit.
Di sisi lain, rupiah mendapat tekanan dari luar dan dalam negeri. Dari luar negeri akibat memburuknya sentimen pelaku pasar terjadi setelah Presiden AS Donald Trump mengatakan bisa saja mengenakan bea masuk impor akibat cara penanganan virus corona yang dilakukan China sehingga menjadi pandemi global.
Hal ini dikatakan Trump dalam konferensi pers dengan wartawan di Gedung Putih, Kamis (30/4/2020) waktu setempat. "Bisa saja melakukan sesuatu dengan tarif," katanya sebagaimana dikutip dari AFP, Jumat (1/5/2020).
Selain itu, Trump juga menuduh virus corona berasal dari Institut Virologi Wuhan, sebuah laboratorium di China. Bahkan ia mengatakan memiliki kepercayaan sangat tinggi.
"Ya, ya saya lihat [bukti]," katanya. "Saya tidak bisa memberi tahu Anda tentang ini. Saya tidak diizinkan memberi tahu kepada Anda [wartawan] soal ini."
Sementara itu dari dalam negeri, IHS Markit melaporkan Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur Indonesia di angka 27,5 alias mengalami kontraksi.
Jauh menurun dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 43,5 dan menjadi yang terendah sepanjang pencatatan PMI yang dimulai sejak April 2011.
Kemudian Badan Pusat Statistik (BPS) merilis pada April 2020 terjadi inflasi sebesar 0,08%. Adapun secara tahunan inflasi berada di 2,67%.
Rendahnya inflasi tersebut menjadi salah satu indikasi penurunan daya beli masyarakat yang menurun, akibat banyaknya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) serta penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di beberapa wilayah Indonesia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Sentuh Rp 16.500/US$, Rupiah Terus Terpuruk
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular