
Siapa Calon Suksesor Warren Buffett di Berkshire Hathaway?

Jakarta, CNBC Indonesia - Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) Berkshire Hathaway Inc, perusahaan investasi milik investor kenamaan Warren Buffett, tahun ini akan digelar pada Sabtu (2/5/2020) waktu Amerika Serikat (AS).
RUPST ini tidak akan seperti sebelumnya karena investor kini menunggu langkah apa yang akan ditempuh para konglomerat di perusahaan ini guna mengatasi dampak dari pandemi coronavirus dan rencana perusahaan ke depan. RUPST juga tidak akan seperti tahun-tahun sebelumnya. Tidak akan ada kerumunan pemegang saham yang mengerubungi para pemimpin perusahaan, sang Chairman Warren Warren dan Wakil Chairman Charlie Munger dengan pertanyaan.
Sebagai gantinya, pertemuan akan diadakan secara virtual, pertanyaan yang nanti akan dijawab sebelumnya sudah diajukan dan Munger tidak akan ada di sana.
Salah satu agenda penting yang ditunggu-tunggu investor adalah, siapa calon pengganti Warren Buffett?
Pertanyaan mengenai siapa yang akan menjadi penerus Buffett memang semakin menyeruak menjelang pertemuan RUPST ini, terutama karena Munger, kini berusia 96 tahun, tidak akan hadir dalam rapat tersebut untuk menjawab pertanyaan pemegang saham bersama Buffett dan sebaliknya yang akan bergabung dalam RUPST ialah Wakil Ketua Operasi Non-Asuransi, Greg Abel.
"Saya berasumsi kita mulai melihat beberapa perubahan terjadi dengan Abel naik di tempat [menggantikan posisi Munger]," kata Greg Womack, Presiden perusahaan manajer investasi Womack. "Masuk akal. Pada titik tertentu, Anda harus mulai menyerahkan tongkat estafet," katanya seperti dikutip CNBC International, Sabtu (2/5/2020).
Womack mencatat Abel tampaknya telah dipersiapkan untuk mengambilalih kepemimpinan Buffett dalam beberapa tahun terakhir.
Abel, 57 tahun, sudah dipromosikan ke jabatannya pada 2018 dan bahkan dia juga diberi wewenang menjawab beberapa pertanyaan pada pertemuan RUPST tahun lalu. Sebelum itu, ia menjabat sebagai Chairman dan CEO Berkshire Hathaway Energy.
Promosinya, bersama dengan kesempatan yang diberikan kepadanya untuk menjawab pertanyaan pada RUPST tahun lalu, juga dipandang sebagai petunjuk oleh Buffett bahwa Abel berpotensi menggantikan Buffett, yang sekarang berusia 89 tahun.
"Saya akan mengatakan Anda memandang Greg sebagai orang yang akan mengambilalih kepemimpinan Berkshire di beberapa titik," kata Womack.
![]() Wakil Ketua Operasi Non-Asuransi, Greg Abel/Youtube |
Selain siapa calon suksesor Buffett, investor juga menanti dalam RUPST ini, apa yang akan dilakukan Buffett dengan tumpukan kas perusahaan yang besar.
Selama ini banyak pemegang saham (termasuk ritel) bertanya-tanya apakah sang "Oracle of Omaha" (si peramal dari Omaha), julukan Warren Buffett, sudah menemukan beberapa investasi yang menarik di tengah kejatuhan harga saham di Wall Street saat pandemi Covid-19.
"Cash [uang tunai] tidak membayar apa pun sekarang [saat kondisi pandemi], sehingga diperlukan untuk mengambil sebagian dari kas perusahaan dan menyebarkannya [investasi]," kata Greg Womack, dari Womack, yang juga memiliki saham Berkshire.
Lantas apa yang akan dilakukan Buffett dengan tumpukan kas perusahaan yang jumbo?
Berkshire memiliki lebih dari US$ 120 miliar dalam bentuk tunai pada akhir tahun lalu. Nilai itu setara dengan Rp 1.860 triliun dengan asumsi kurs Rp 15.500/US$).
Dalam suratnya kepada para pemegang saham di tahun lalu, Buffett menegaskan akan melakukan akuisisi "seukuran gajah" tetapi mengatakan bahwa ekspektasinya ternyata terlalu tinggi.
Pada tahun 2020, bagaimana pun juga, wabah virus corona membuat pasar saham berjatuhan dan menurunkan valuasi perusahaan, termasuk di bursa Wall Street (baik di New York Stock Exchange maupun Bursa Nasdaq). Indeks acuan S&P 500 ambles lebih dari 35% dari rekor tertingginya pada 19 Februari ke level terendah yang dicapai pada 23 Maret lalu.
Namun indeks bursa saham dengan konstituen yang cukup banyak ini kemudian rebound lebih dari 28% dari level rendah itu.
Sebetulnya, belajar dari strategi Buffett di tahun-tahun sebelumnya, ketika krisis terjadi, biasanya dia langsung bergerak. Misalnya, selama krisis keuangan 2008, Buffett langsung gerak cepat melakukan investasi khusus di saham Goldman Sachs dan Bank of America.
Tapi Buffett tetap diam seribu bahasa pada saat wabah corona saat ini. Entah kenapa.
Dalam sebuah wawancara dengan The Wall Street Journal, Munger mengatakan Berkshire bersikap konservatif selama pandemi ini.
"Kami seperti kapten kapal ketika topan terburuk yang pernah terjadi datang," kata Munger kepada harian itu. "Kami hanya ingin melewati topan, dan kami lebih suka keluar dengan 'amunisi' ketika sudah ada banyak likuiditas."
Tetapi menurut Greg Womac, sebagian dari kas perusahaan itu sebetulnya dapat diinvestasikan kembali dalam beberapa kepemilikan Berkshire yang ada, yang tersebar di beberapa portofolio, mengingat harga saham perusahaan-perusahaan tersebut sudah jatuh.
"Sejauh melihat apa yang mereka miliki [kas jumbo] dan nilai yang ada di luar sana [saham-saham jatuh], sektor keuangan adalah bidang besar [untuk diinvestasikan," katanya.
Cathy Seifert, analis di CFRA Research, menilai mungkin kebijakan Berkshire untuk menyimpan "bubuk kering" alias kas jumbo ini bijaksana, mengingat bisnis asuransi dan reasuransi yang besar ini berpotensi merugi saat pandemi Covid-19. Itu sebabnya Buffett belum mengambil sikap.
"Berkshire juga merupakan perusahaan asuransi, dan apa yang kita miliki adalah asuransi sekarang [saat corona menjadi pandemi]," kata Seifert. "Berkshire juga memiliki bisnis reasuransi yang sangat besar."
Potensi kerugian klaim asuransi dari wabah Covid-19 ini dapat berkisar antara US$ 32 miliar (Rp 496 triliun) dan US$ 80 miliar (Rp 1.240 triliun) di beberapa kelas klaim di AS dan Inggris, sebagaimana data yang diungkapkan perusahaan broker Willis Towers Watson. Nilai total prediksi klaim itu berpotensi melampaui total klaim dari serangan 11 September 2001.
Di sisi lain, analis UBS, Brian Meredith berpikir risiko coronavirus bagi bisnis Berkshire sebetulnya masih bisa dikelola.
Dia menambahkan bahwa penimbunan kas Berkshire yang jumbo dan nilai neraca yang kuat akan memungkinkan perusahaan bisa mengatasi penurunan ekonomi dibanding perusahaan AS kebanyakan. Langkah ini juga berpotensi memberikan Berkshire peluang memanfaatkan uang tunai untuk melakukan akuisisi dengan harga terbaik.
(tas/tas) Next Article Pas Ultah ke-90, Warren Buffett Borong 5 Saham Raksasa Jepang
