Kejatuhan Minyak Picu Bursa Saham Merosot, Mitos atau Fakta?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
29 April 2020 14:31
Ilustrasi: Labirin pipa dan katup minyak mentah di Strategic Petroleum Reserve di Freeport, Texas, AS 9 Juni 2016. REUTERS / Richard Carson / File Foto
Foto: Ilustrasi: Labirin pipa dan katup minyak mentah di Strategic Petroleum Reserve di Freeport, Texas, AS 9 Juni 2016. REUTERS / Richard Carson / File Foto
Jakarta, Harga minyak mentah sedang menjadi sorotan akibat mengalami gejolak sejak pekan lalu. Harga minyak ambrol, yang turut menyeret turun bursa saham global.

Pada Senin (20/4/2020) pekan lalu jagat finansial dibuat heboh setelah harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) mengakhiri perdagangan di wilayah minus. Berdasarkan dara Refinitiv, minyak WTI sempat ambles hingga US$ -40,32/barel sebelum mengakhiri perdagangan di US$ -37,63/barel atau ambles 305,97% di awal pekan.

Harga minyak WTI minus merupakan untuk kontrak Mei yang expired pada Selasa (21/4/2020), dan kontrak yang paling aktif diperdagangkan adalah kontrak bulan Juni. Di akhir perdagangan Senin pekan lalu, minyak WTI kontrak Juni berada di level US$ 20,43/barel dan lebih tepat menggambarkan pasar minyak mentah yang sebenarnya.

Namun, sehari setelahnya minyak WTI kontrak Juni tersebut akhirnya ambles juga, sempat menyentuh level terendah intraday US$ 6,5/barel sebelum mengakhiri perdagangan di level US$ 11,57/barel. Harga minyak Brent juga ikut ambles ke bawah US$ 20/barel dan mencapai level terendah sejak 2001.

Di saat yang sama, indeks S&P 500 ambles 1,79% di hari Senin dan 3,07% di hari Selasa pekan lalu.

Setelah mengalami gejolak di dua hari perdagangan tersebut, minyak mentah mulai stabil lagi dalam tiga hari perdagangan di pekan lalu. Pada periode tersebut, S&P 500 berhasil menguat sebanyak 2 kali dan sekali nyaris stagnan.

Tapi, di dua hari pertama pekan ini, minyak mentah WTI kembali bergejolak. Pada Senin (27/4/2020), harga minyak WTI ambrol sekitar 25%, sementara pada Selasa pagi kemarin kemerosotan berlanjut lagi lebih dari 18% ke US$ 10,46/barel, sebelum mengakhiri perdagangan di level US$ 12,34/barel atau melemah 3,44%

Bagaimana kinerja S&P 500? Menguat di awal pekan, dan melemah Selasa kemarin.

Ketika harga minyak mentah melemah, sering kali bursa saham ikut merespon dengan bergerak turun. Sepanjang tahun ini misalnya, pergerakan harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) dengan indeks S&P 500 terlihat bergerak seirama.



Miripnya pergerakan tersebut disebabkan oleh minyak mentah yang kerap dijadikan indikator roda perekonomian. Ketika roda perekonomian berputar dengan kencang maka permintaan akan minyak mentah tentunya akan meningkat, dan harganya menjadi naik.

Sebaliknya ketika roda perekonomian melambat, maka permintaan minyak mentah akan menurun, dan harganya juga turun.

Oleh sebab itu, ketika harga minyak mentah merosot tajam, maka pelaku pasar melihat adanya penurunan permintaan, yang berarti roda perekonomian sedang melambat.



Penurunan harga minyak mentah sebenarnya memberikan dampak psikologis di pasar "perekonomian sedang melambat". Ketika perekonomian melambat laba korporasi tentunya terancam tergerus, sehingga aksi jual di pasar saham pun terjadi, seiring dengan penurunan harga minyak mentah.

Penurunan harga minyak mentah memicu aksi jual di bursa saham, saat itu terjadi maka mata uang emerging market seperti rupiah akan mendapat tekanan akibat dianggap lebih berisiko, dan mata uang safe haven seperti dolar AS, yen Jepang, hingga franc Swiss akan menjadi primadona.

Meski pergerakan harga minyak mentah sering kali searah dengan bursa saham saham, tetapi sebenarnya kedua instrumen tersebut tidak memiliki korelasi yang kuat.

Hasil riset Federal Reserve of Cleaveland menunjukkan harga minyak memiliki korelasi yang rendah terhadap pergerakan bursa saham. Melansir Investopedia, hasil riset tersebut bukannya menunjukkan dampak minyak terbatas ke bursa saham, tetapi memberikan gambaran analis tidak bisa benar-benar memprediksi bagaimana reaksi pasar saham terhadap pergerakan harga minyak mentah.

Ekonom dari Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) juga menguji hubungan antara harga minyak mentah dengan indeks S&P 500 di tahun 2008. Hasilnya, keduanya beberapa kali bergerak searah, tetapi tetap saja korelasinya dikatakan lemah.

Seperti yang disebutkan di halaman sebelumnya, kenaikan harga minyak mentah dipicu oleh meningkatnya permintaan akibat roda perekonomian yang berputar kencang. Saat itu terjadi maka harga minyak mentah akan bergerak searah dengan bursa saham.

Tetapi, jika melihat sisi lain yang mempengaruhi harga minyak mentah, yakni supply, maka minyak mentah dan bursa saham bisa jadi bergerak berlawanan arah. Ketika pertumbuhan ekonomi sedang naik, bursa saham akan menguat, di saat yang sama jika terjadi penambahan supply yang signifikan yang melebihi demand, maka harga minyak mentah akan bergerak turun.



Selain itu, harga minyak mentah juga ibarat dua sisi mata uang bagi perekonomian. Harga minyak yang tinggi bisa mendorong investasi di industri minyak, sehingga dan bisa menciptakan lapangan pekerjaan. Di sisi lain, tingginya harga minyak mentah bisa meningkatkan biaya dunia usaha, sehingga dapat menggerus laba. Harga minyak mentah yang tinggi juga menyebabkan hara bahan bakar minyak melambung, itu artinya biaya yang ditanggung konsumen untuk transportasi akan lebih tinggi, sehingga daya belinya menurun.

Belum lagi melihat negara-negara konsumen ataupun net importir minyak mentah seperti Indonesia yang tentunya diuntungkan jika harga minyak rendah. Hal tersebut diungkapkan Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo saat memaparkan Perkembangan Ekonomi Terkini pekan lalu.

"Bagi ekonomi, secara netto positif dari sisi ekonomi dan sisi moneter. Kalau moneter, ingat kita kan net importir dari minyak, dan mengurangi defisit neraca perdagangan minyak. Secara defisit transaksi berjalan dan perdagangan akan memperbaiki [ekonomi] Indonesia," kata Perry melalui video conference, Rabu (22/4/2020) pekan lalu.

Menurut Perry, jika harga minyak turun nantinya subsidi juga turun dan itu secara keseluruhan membuat neraca pembayaran akan positif.

Intinya, tinggi atau rendah harga minyak mentah ada yang diuntungkan dan dirugikan dari segi ekonomi maupun korporasi.

Sehingga harga minyak mentah sebenarnya tidak memiliki korelasi yang kuat terhadap bursa saham, meskipun jika dilihat dalam jangka pendek atau selama periode tertentu keduanya bergerak searah.



TIM RISET CNCB INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular