Skenario Terburuk, Industri Leasing Bakal Tekor Rp 87,6 T

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
28 April 2020 20:34
ilustrasi uang
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno mengatakan, ada potensi kerugian sebesar Rp 87,64 truliun apabila seluruh debitur pembiayaan motor dan mobil mengajukan restrukturisasi kredit di tengah wabah corona atau covid-19.

Proyeksi kerugian itu, lanjut Suwandi terjadi apabila kasus penyebaran virus corona tidak bisa dihentikan dan membuat masyarakat terus mengajukan restrukturisasi atau pelonggaran pembayaran kredit kepada perusahaan pembiayaan atau leasing.

"Ini adalah worst case skenario kalau semuanya memohon penundaan libur cicilan. Total kerugian yang ada, potensinya adalah Rp 87,64 triiun," kata Suwandi dalam video conference, Selasa (28/4/2020).

Proyeksi perhitungan kerugian itu, karena 70% kerugian leasing berasal dari pembiayaan mobil yang sebesar Rp 45,58 triliun dan 30% berasal dari pembiayaan motor yang sebesar Rp 42,06 triliun.


Kerugian itu, karena perusahaan harus menanggung lebih dahulu atas pokok dan bunga utang yang seharusnya merupakan kewajiban debitur.

Suwandi mencoba mengilustrasikannya. Misalnya, terdapat konsumen yang mendapatkan pembiayaan mobil senilai Rp 100 juta dengan tenor 60 bulan dan bunga efektif 18%. Di mana konsumen harus membayar angsuran per bulannya sebesar Rp 2,54 juta.

Kendati demikian, pada angsuran kedua konsumen menyatakan tidak sanggup karena terdampak penyebaran virus corona. Kemudian, debitur mengajukan libur cicilan 6 bulan, dan dia baru bayar dua kali.

Dari situ, lanjut Suwandi banyak debitur berasumsi bahwa kredit yang harusnya dibayar 58 kali, hanya menjadi 52 kali. Jadi, debitur berasumsi, apabila ada libur cicilan selama 6 kali, maka dia juga tidak harus membayar ke leasing dan cicilannya dihapuskan.

"Akan terjadi kerugian perusahaan pembiayaan dengan bunga efektif 18% menjadi 11,9%. Kerugiannya 6.1%. Dengan ilustrasi ini, perusahaan pembiayaan berpotensi merugi secara materiil sebesar Rp 14,05 juta untuk satu unit mobil yang senilai Rp 100 juta dengan tenor 60 bulan," jelas Suwandi.

Contoh lainnya, adalah dengan restrukturisasi pokok hutang, bunga, dan tenor yang sama. Tapi konsumen meminta pelonggaran dengan tidak membayar angsuran yang sebesar Rp2,54 juta selama 6 bulan, maka kerugian yang diterima perusahaan pembiayaan sebesar Rp8,14 juta untuk satu unit mobil.

"Potensi kerugian ini akibat arus kas terganggu dan tidak ada pembayaran dari konsumen," terang Suwandi.

Dengan ilustrasi tersebut, maka dampak perusahaan pembiayaan on dan off balance sheet, potensi kerugian perusahaan di pembiayaan mobil akan mencapai Rp 45,58 triliun dan pembiayaan motor mencapai Rp 42,06 triliun.

"Total kerugian yang ada, potensinya jika 100% debitur mengajukan permohonan restrukturisasi adalah Rp 87,64 triliun. Tapi kita mengharapkan gak semuanya melakukan permohonan untuk restrukturisasi," ujarnya.

Sementara, Suwandi mengeluh bahwa tidak ada relaksasi khusus kepada perusahaan pembiayaan, sehingga arus kas rentang terganggu.


Maka dari itu, dia berharap perusahaan pembiayaan bisa mendapatkan fasilitas pengajuan restrukturisasi kepada perbankan di tengah pandemi ini. Dengan demikian arus kas perusahaan tetap bisa terjaga.

"Yang diharapkan, jika debitur melakukan relaksasi dan harapan kami dengan perbankan, ada mirroring. Debitur relaksasi, kami juga harus dapat restrukturisasi yang sama," ucapnya.

[Gambas:Video CNBC]




(dob/dob) Next Article OJK Sebut 4 Multifinance Longgarkan Cicilan, yang Lain Mana?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular