
Gegara Minyak Mentah Ambrol, Rupiah Melemah Nyaris 1%
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
28 April 2020 13:03

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah melawan nyaris 1% dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (28/4/2020) akibat memburuknya sentimen pelaku pasar setelah harga minyak mentah kembali ambrol.
Begitu perdagangan hari ini dibuka, rupiah langsung melemah 0,59% di Rp 15.400/US$. Depresiasi rupiah semakin membesar hingga 0,98% di Rp 15.460/US$ di pasar spot, melansir data Refinitiv.
Meski demikian, tidak menutup kemungkinan rupiah dapat memangkas pelemahan bahkan berbalik menguat di akhir perdagangan seperti yang dilakukan kemarin. Rupiah menghabiskan mayoritas perdagangan hari ini di zona merah, bahkan menjadi yang terburuk di Asia sejak pagi hingga siang hari.
Tetapi di menit-menit akhir, rupiah memangkas pelemahan hingga berbalik menguat 0,26% ke Rp 15.310/US$ di penutupan perdagangan kemarin.
Style alias gaya khas rupiah dalam mengarungi perdagangan selalu seperti itu dalam tiga hari perdagangan beruntun pekan lalu, plus kemarin. Bahkan jika melihat jauh ke belakang, pergerakan seperti itu sering kali terjadi, rupiah style!
Dengan penguatan kemarin, total sepanjang bulan April rupiah sudah menguat 6,07%. Banyak sentimen positif dari eksternal sejak akhir pekan lalu yang membuat sentimen pelaku pasar membaik. Kala sentimen pelaku pasar sedang bagus, maka rupiah akan "mengerikan" bagi dolar AS.
Penguatan yang cukup besar tersebut tentunya rentan diterpa aksi ambil untung (profit taking) yang membuat rupiah melemah di awal perdagangan.
Upaya rupiah untuk bangkit terhalang oleh memburuknya sentimen pelaku pasar setelah harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) kembali ambrol hari ini. Senin kemarin harga minyak WTI ambrol sekitar 25%, sementara pada tadi berlanjut ambrol lagi lebih dari 18% ke US$ 10,46/barel.
Akibatnya sentimen pelaku pasar kembali memburuk, dan rupiah menjadi tertekan. Harga minyak mentah biasanya dijadikan acuan tingkat aktivitas ekonomi global, sebab ketika roda perekonomian berputar dengan cepat, permintaan minyak mentah untuk industri akan menjadi tinggi, dan harga minyak mentah akan naik.
Sebaliknya, ketika harga minyak mentah terus menurun, itu artinya permintaan rendah dan roda perekonomian melambat, atau bahkan terhenti sehingga tidak ada permintaan minyak mentah.
Kondisi tersebut terjadi akibat pandemi virus corona (Covid-19) yang membuat negara-negara mengambil kebijakan karantina wilayah (lockdown).
Tapi Eropa dan AS sudah mulai melonggarkan lockdown, yang menjadi salah satu faktor menguatnya rupiah, dan tidak menutup kemungkinan akan terjadi lagi pada hari ini.
Beberapa negara bagian di AS juga mulai membuka lockdown, menyusul negara-negara di Eropa yang berencana membuka lockdown secara bertahap di bulan Mei.
Gubernur New York, Andrew Cuomo, mengatakan lockdown akan dibuka dalam beberapa fase setelah Pusat Kontrol dan Pencegahan Penyakit (CDC) melaporkan jumlah pasien rawat inap sudah menurun dalam 14 hari terakhir.
Fase satu, New York dunia usaha di bidang konstruksi dan manufaktur akan diizinkan kembali beraktivitas. Fase kedua dunia usaha perlu rencana untuk beroperasi kembali, termasuk memiliki pengaman individual serta menerapkan social distancing.
Kemudian Gubernur Ohio, Mike DeWine, mengatakan sektor ritel dan jasa bisa kembali beroperasi pada 12 Mei.
Selain itu, negara bagian Alaska, Georgia, South Carolina, Tennessee dan Texas sudah mengizinkan restoran dan beberapa usaha lainnya untuk kembali beroperasi.
Dilonggarkannya lockdown di Eropa dan AS tentunya membuat roda perekonomian perlahan kembali berputar, dan bisa segera keluar dari jurang resesi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia
Begitu perdagangan hari ini dibuka, rupiah langsung melemah 0,59% di Rp 15.400/US$. Depresiasi rupiah semakin membesar hingga 0,98% di Rp 15.460/US$ di pasar spot, melansir data Refinitiv.
Meski demikian, tidak menutup kemungkinan rupiah dapat memangkas pelemahan bahkan berbalik menguat di akhir perdagangan seperti yang dilakukan kemarin. Rupiah menghabiskan mayoritas perdagangan hari ini di zona merah, bahkan menjadi yang terburuk di Asia sejak pagi hingga siang hari.
Tetapi di menit-menit akhir, rupiah memangkas pelemahan hingga berbalik menguat 0,26% ke Rp 15.310/US$ di penutupan perdagangan kemarin.
Style alias gaya khas rupiah dalam mengarungi perdagangan selalu seperti itu dalam tiga hari perdagangan beruntun pekan lalu, plus kemarin. Bahkan jika melihat jauh ke belakang, pergerakan seperti itu sering kali terjadi, rupiah style!
Dengan penguatan kemarin, total sepanjang bulan April rupiah sudah menguat 6,07%. Banyak sentimen positif dari eksternal sejak akhir pekan lalu yang membuat sentimen pelaku pasar membaik. Kala sentimen pelaku pasar sedang bagus, maka rupiah akan "mengerikan" bagi dolar AS.
Penguatan yang cukup besar tersebut tentunya rentan diterpa aksi ambil untung (profit taking) yang membuat rupiah melemah di awal perdagangan.
Upaya rupiah untuk bangkit terhalang oleh memburuknya sentimen pelaku pasar setelah harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) kembali ambrol hari ini. Senin kemarin harga minyak WTI ambrol sekitar 25%, sementara pada tadi berlanjut ambrol lagi lebih dari 18% ke US$ 10,46/barel.
Akibatnya sentimen pelaku pasar kembali memburuk, dan rupiah menjadi tertekan. Harga minyak mentah biasanya dijadikan acuan tingkat aktivitas ekonomi global, sebab ketika roda perekonomian berputar dengan cepat, permintaan minyak mentah untuk industri akan menjadi tinggi, dan harga minyak mentah akan naik.
Sebaliknya, ketika harga minyak mentah terus menurun, itu artinya permintaan rendah dan roda perekonomian melambat, atau bahkan terhenti sehingga tidak ada permintaan minyak mentah.
Kondisi tersebut terjadi akibat pandemi virus corona (Covid-19) yang membuat negara-negara mengambil kebijakan karantina wilayah (lockdown).
Tapi Eropa dan AS sudah mulai melonggarkan lockdown, yang menjadi salah satu faktor menguatnya rupiah, dan tidak menutup kemungkinan akan terjadi lagi pada hari ini.
Beberapa negara bagian di AS juga mulai membuka lockdown, menyusul negara-negara di Eropa yang berencana membuka lockdown secara bertahap di bulan Mei.
Gubernur New York, Andrew Cuomo, mengatakan lockdown akan dibuka dalam beberapa fase setelah Pusat Kontrol dan Pencegahan Penyakit (CDC) melaporkan jumlah pasien rawat inap sudah menurun dalam 14 hari terakhir.
Fase satu, New York dunia usaha di bidang konstruksi dan manufaktur akan diizinkan kembali beraktivitas. Fase kedua dunia usaha perlu rencana untuk beroperasi kembali, termasuk memiliki pengaman individual serta menerapkan social distancing.
Kemudian Gubernur Ohio, Mike DeWine, mengatakan sektor ritel dan jasa bisa kembali beroperasi pada 12 Mei.
Selain itu, negara bagian Alaska, Georgia, South Carolina, Tennessee dan Texas sudah mengizinkan restoran dan beberapa usaha lainnya untuk kembali beroperasi.
Dilonggarkannya lockdown di Eropa dan AS tentunya membuat roda perekonomian perlahan kembali berputar, dan bisa segera keluar dari jurang resesi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular