
Terperosok Kian Dalam, Rupiah Kini Terlemah di Asia
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
28 April 2020 10:12

Pelemahan rupiah tidak lepas dari faktor domestik dan eksternal. Dari dalam negeri, sepertinya rupiah terpukul oleh aksi ambil untung (profit taking).
Harap maklum, penguatan rupiah memang sudah sangat tajam. Sejak awal April, apresiasi rupiah di hadapan dolar as mencapai hampir 6%.
Penguatan yang begitu tajam ini pada saatnya akan membuat investor tergoda untuk mencairkan cuan. Saat kondisi pasar kurang kondusif, rupiah bisa menjadi aset pertama yang dilepas oleh pelaku pasar.
Sedangkan dari sisi eksternal, sejumlah rilis data terbaru membuat investor pikir-pikir untuk masuk ke pasar keuangan Asia. Pertama adalah data sentimen konsumen Korea Selatan yang pada April 2020 diperkirakan berada di 70,8. Ini adalah titik terendah sejak Desember 2008.
Kedua adalah angka pengangguran Jepang yang pada Maret 2020 diumumkan sebesar 2,5%. Ini menjadi yang tertinggi sejak Maret tahun lalu.
Investor kebat-kebit karena dampak pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) di Asia masih sangat terasa. Virus yang bermula dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China ini membuat aktivitas ekonomi mati suri akibat kebijakan pembatasan sosial (social distancing).
"Apa yang terjadi saat ini adalah permulaan dari siklus penurunan. Ke depan, situasi sangat mungkin bisa lebih buruk," tegas Atsushi Takeda, Kepala Ekonom Itochu Research Institute, seperti dikutip dari Reuters.
Oleh karena itu, wajar investor belum berani bermain agresif. Pelaku pasar masih memilih bermain aman dengan memeluk dolar AS.
Pada pukul 09:48 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama) menguat 0,06%. Dalam sebulan terakhir, indeks ini sudah melesat hampir 2%.
Jadi wajar saja kalau rupiah dkk di Asia melemah. Wong dolar AS sedang perkasa di level global...
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(aji/aji)
Harap maklum, penguatan rupiah memang sudah sangat tajam. Sejak awal April, apresiasi rupiah di hadapan dolar as mencapai hampir 6%.
Penguatan yang begitu tajam ini pada saatnya akan membuat investor tergoda untuk mencairkan cuan. Saat kondisi pasar kurang kondusif, rupiah bisa menjadi aset pertama yang dilepas oleh pelaku pasar.
Sedangkan dari sisi eksternal, sejumlah rilis data terbaru membuat investor pikir-pikir untuk masuk ke pasar keuangan Asia. Pertama adalah data sentimen konsumen Korea Selatan yang pada April 2020 diperkirakan berada di 70,8. Ini adalah titik terendah sejak Desember 2008.
Kedua adalah angka pengangguran Jepang yang pada Maret 2020 diumumkan sebesar 2,5%. Ini menjadi yang tertinggi sejak Maret tahun lalu.
Investor kebat-kebit karena dampak pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) di Asia masih sangat terasa. Virus yang bermula dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China ini membuat aktivitas ekonomi mati suri akibat kebijakan pembatasan sosial (social distancing).
"Apa yang terjadi saat ini adalah permulaan dari siklus penurunan. Ke depan, situasi sangat mungkin bisa lebih buruk," tegas Atsushi Takeda, Kepala Ekonom Itochu Research Institute, seperti dikutip dari Reuters.
Oleh karena itu, wajar investor belum berani bermain agresif. Pelaku pasar masih memilih bermain aman dengan memeluk dolar AS.
Pada pukul 09:48 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama) menguat 0,06%. Dalam sebulan terakhir, indeks ini sudah melesat hampir 2%.
Jadi wajar saja kalau rupiah dkk di Asia melemah. Wong dolar AS sedang perkasa di level global...
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular