Round Up Sepekan

Penuh Gejolak, IHSG Terbenam di Zona Merah Sepekan

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
25 April 2020 12:55
Bursa Efek Indonesia
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pekan ini nasib baik belum juga menghampiri bursa saham dalam negeri. Berbagai sentimen negatif yang ada membuat pasar modal Tanah Air dijauhi investor asing dan membuat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpuruk.

Minggu ini IHSG terkoreksi 2,99% (week on week/wow). Indeks saham RI harus mengakui kekalahannya dengan indeks saham lainnya di kawasan Asia. Pada periode 20-24 April 2020, investor asing membukukan aksi jual bersih sebesar Rp 2,67 triliun di seluruh pasar. Dengan begitu net sell asing di sepanjang tahun ini mencapai Rp 17,54 triliun.



Pekan ini sentimen campur aduk datang silih berganti. Awal pekan, pasar saham global digemparkan dengan kejadian yang belum pernah terjadi sebelumnya. Bayangkan saja, harga minyak anjlok 300% lebih sehari dan memasuki zona minus.

Ya, harga minyak mentah kontrak West Texas Intermediate (WTI) pengiriman Mei sempat menyentuh level minus US$ 37,63/barel. Tidak salah lagi. Angkanya memang minus. Anjloknya harga kontrak WTI yang kadaluwarsa pada 21 April kemarin sempat menyeret harga kontrak WTI ikut terjun bebas.

Angka minus artinya produsen rela memberikan minyak secara cuma-cuma bahkan membayar konsumen agar mau menerimanya. Hal ini dilakukan karena saking banyaknya pasokan sementara kapasitas penyimpanan berada dalam kondisi penuh.

Ketidakseimbangan antara supply dan demand di pasar minyak memang dipicu oleh pandemi. Karantina wilayah di berbagai negara membuat roda perekonomian melambat bahkan nyaris berhenti. Kebutuhan minyak pun anjlok.

Di sisi lain, pengurangan pasokan yang disepakati kartel minyak global yakni OPEC+ yang terdiri dari Arab, Rusia dan koleganya sebesar 9,7 juta barel per hari (bpd) dinilai kurang bisa mengimbangi anjloknya permintaan minyak karena pandemi COVID-19.

Inilah yang jadi pemicu harga minyak ambles jor-joran dan membuat heboh dunia serta jagat finansial gonjang-ganjing. Pasar saham global pun di tutup di zona merah saat perdagangan awal pekan ini.

Namun seiring dengan membaiknya sentimen yakni harga minyak yang mulai merangkak naik. Pasar saham pun ikut sumringah. Kenaikan harga minyak dipicu oleh beberapa sentimen.

Pertama, negara-negara Eropa seperti Italia, Spanyol, Jerman dan Belanda yang sudah mulai melonggarkan aturan karantinanya. Bahkan rencana pencabutan status lockdown pun sudah diperhitungkan. Artinya ada harapan ekonomi bisa pulih.

Faktor kedua yang juga turut mengangkat harga minyak adalah kembali tegangnya hubungan antara AS dengan Iran. Presiden AS Donald Trump tak segan-segan memerintahkan militernya untuk membumihanguskan kapal Iran jika menghina kapal angkatan laut AS.

Sentimen positif yang ketiga adalah mendekati bulan Mei, kartel minyak global yakni Arab, Rusia dan koleganya yang disebut sebagai OPEC+ akan mulai memangkas produksi minyaknya sebesar 9,7 juta barel per hari (bpd).

Walau dinilai masih belum cukup, setidaknya pemangkasan produksi ini bisa memperbaiki keseimbangan supply dan demand yang rusak parah akibat pandemi COVID-19. Namun sentimen buruk justru datang di hari terakhir perdagangan.

Kabar buruk datang dari perkembangan obat COVID-19 yaitu Remdesivir milik Gilead Science. WHO mengatakan obat ini gagal untuk membuat pasien COVID-19 di China membaik. Wall Street yang awalnya sumringah akibat penguatan harga minyak masih berlanjut harus bergerak volatil sebelum ditutup flat.

Kabar perkembangan obat COVID-19 tampaknya lebih seksi dari paket stimulus tambahan AS untuk meredam dampak pandemi. Pada Jumat (24/4/2020) shubuh, DPR AS melakukan voting dan menyetujui stimulus tambahan sebesar US$ 484 miliar untuk program UMKM, rumah sakit dan tes corona masal.

Namun pasar terutama di Asia cenderung cuek dengan kehadiran kabar ini. Kemungkinan besar pasar sudah memperkirakan hal ini. Sementara untuk isu obat, kabar dari WHO tersebut bisa dikatakan mengejutkan mengingat pada pekan lalu obat ini dikatakan cukup manjur untuk menyembuhkan pasien COVID-19 di AS.

Overall, pekan ini pasar dibuka dengan sentimen negatif dan ditutup dengan sentimen negatif juga. Jadi tak heran mengapa IHSG akhirnya harus ditutup dengan koreksi dan bahkan menjadi yang kinerjanya paling buruk dibandingkan dengan indeks saham lain.




TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg) Next Article Jokowi Disuntik Vaksin Corona, Bursa RI Siap-siap ke 6.500

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular