
Eropa Mau Buka Lockdown, Kurs Euro Menguat ke Rp 16.848
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
22 April 2020 14:46

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar euro masih malah bergerak alias mager melawan dolar Amerika Serikat (AS) hingga memasuki perdagangan sesi Eropa Rabu (22/4/2020). Padahal beberapa negara besar di Benua Biru berencana membuka karantina wilayah (lockdown) setelah penyebaran penyakit virus corona (COVID-19) melambat. Tetapi, melawan rupiah, euro mampu menguat tajam.
Berdasarkan data Refinitiv, pada pukul 14:10 WIB, euro diperdagangkan di level US$ 1,0863, menguat tipis 0,05% di pasar spot. Sementara melawan rupiah, mata uang yang digunakan oleh 19 negara ini menguat 0,78% ke Rp 16.848,51/EUR.
Roda perekonomian di Eropa perlahan mulai berputar kembali setelah beberapa negara mulai berencana membuka lockdown. Italia akan membuka lockdown pada 4 Mei nanti, dan dilakukan secara bertahap. Italia dan Spanyol sebenarnya sudah mulai mengijinkan warganya mulai beraktivitas meski terbatas sejak pekan lalu.
Kemudian Jerman juga mulai mengizinkan warganya beraktivitas, toko-toko kecil sudah diizinkan buka kembali sejak Senin, dan sekolah mulai aktif lagi per 4 Mei. Belanda juga berencana membuka lockdown secara bertahap mulai 11 Mei.
Berdasarkan data dari Johns Hopkins CSSE, hingga saat ini Spanyol menjadi negara dengan jumlah kasus terbanyak di Eropa dengan lebih dari 200 ribu kasus. Italia berada di posisi kedua dengan lebih dari 183 ribu kasus.
Jerman, negara dengan nilai ekonomi terbesar di Eropa memiliki jumlah kasus lebih dari 148 ribu. Sementara Belanda sebanyak 34.318 kasus.
Dengan dibukanya lockdown secara bertahap, tentunya menjadi kabar bagus, perekonomian global bisa perlahan bangkit dari keterpurukan.
Sayangnya kabar bagus tersebut masih tertutupi oleh ambrolnya harga minyak mentah.
Jagat finansial dibuat heboh kemarin setelah harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) mengakhiri perdagangan Senin di wilayah minus. Berdasarkan dara Refinitiv, minyak WTI sempat ambles hingga US$ -40,32/barel sebelum mengakhiri perdagangan di US$ -37,63/barel atau ambles 305,97% di awal pekan.
Harga minyak WTI minus merupakan untuk kontrak Mei yang expired pada Selasa kemarin, dan kontrak yang paling aktif diperdagangkan saat ini adalah bulan Juni. Di akhir perdagangan Senin, minyak WTI kontrak Juni berada di level US$ 20,43/barel dan lebih tepat menggambarkan pasar minyak mentah yang sebenarnya.
Namun, Selasa kemarin minyak WTI kontrak Juni tersebut akhirnya ambles juga, sempat menyentuh level terendah intraday US$ 6,5/barel sebelum mengakhiri perdagangan di level US$ 11,57/barel. Harga minyak Brent juga ikut ambles ke bawah US$ 20/barel dan mencapai level terendah sejak 2001.
Ambrolnya harga minyak mentah masih berlanjut, hingga siang ini WTI ambles lebih dari 7% berada di kisaran US$ 10/barel, sementara Brent lebih parah, ambrol 15% lebih dan diperdagangkan di kisaran US$ 16/barel.
Harga minyak mentah biasanya dijadikan acuan tingkat aktivitas ekonomi global, sebab ketika roda perekonomiannya berputar dengan cepat, permintaan minyak mentah untuk industri akan menjadi tinggi, dan harga minyak mentah akan naik.
Ambrolnya harga minyak mentah membuat sentimen pelaku pelaku pasar memburuk, dolar AS yang dianggap aset aman (safe haven) kembali menjadi pilihan pelaku pasar. Tetapi rencana dibukanya lockdown di Eropa juga menjadi kabar bagus. Tarik-menarik sentimen tersebut membuat euro mager pada hari ini melawan dolar AS, tetapi masih mampu menguat berhadapan dengan rupiah yang merupakan mata uang emerging market.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Jadi Korban Keganasan Dolar AS, Euro Anjlok 2% Lebih
Berdasarkan data Refinitiv, pada pukul 14:10 WIB, euro diperdagangkan di level US$ 1,0863, menguat tipis 0,05% di pasar spot. Sementara melawan rupiah, mata uang yang digunakan oleh 19 negara ini menguat 0,78% ke Rp 16.848,51/EUR.
Roda perekonomian di Eropa perlahan mulai berputar kembali setelah beberapa negara mulai berencana membuka lockdown. Italia akan membuka lockdown pada 4 Mei nanti, dan dilakukan secara bertahap. Italia dan Spanyol sebenarnya sudah mulai mengijinkan warganya mulai beraktivitas meski terbatas sejak pekan lalu.
Kemudian Jerman juga mulai mengizinkan warganya beraktivitas, toko-toko kecil sudah diizinkan buka kembali sejak Senin, dan sekolah mulai aktif lagi per 4 Mei. Belanda juga berencana membuka lockdown secara bertahap mulai 11 Mei.
Berdasarkan data dari Johns Hopkins CSSE, hingga saat ini Spanyol menjadi negara dengan jumlah kasus terbanyak di Eropa dengan lebih dari 200 ribu kasus. Italia berada di posisi kedua dengan lebih dari 183 ribu kasus.
Jerman, negara dengan nilai ekonomi terbesar di Eropa memiliki jumlah kasus lebih dari 148 ribu. Sementara Belanda sebanyak 34.318 kasus.
Dengan dibukanya lockdown secara bertahap, tentunya menjadi kabar bagus, perekonomian global bisa perlahan bangkit dari keterpurukan.
Sayangnya kabar bagus tersebut masih tertutupi oleh ambrolnya harga minyak mentah.
Jagat finansial dibuat heboh kemarin setelah harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) mengakhiri perdagangan Senin di wilayah minus. Berdasarkan dara Refinitiv, minyak WTI sempat ambles hingga US$ -40,32/barel sebelum mengakhiri perdagangan di US$ -37,63/barel atau ambles 305,97% di awal pekan.
Harga minyak WTI minus merupakan untuk kontrak Mei yang expired pada Selasa kemarin, dan kontrak yang paling aktif diperdagangkan saat ini adalah bulan Juni. Di akhir perdagangan Senin, minyak WTI kontrak Juni berada di level US$ 20,43/barel dan lebih tepat menggambarkan pasar minyak mentah yang sebenarnya.
Namun, Selasa kemarin minyak WTI kontrak Juni tersebut akhirnya ambles juga, sempat menyentuh level terendah intraday US$ 6,5/barel sebelum mengakhiri perdagangan di level US$ 11,57/barel. Harga minyak Brent juga ikut ambles ke bawah US$ 20/barel dan mencapai level terendah sejak 2001.
Ambrolnya harga minyak mentah masih berlanjut, hingga siang ini WTI ambles lebih dari 7% berada di kisaran US$ 10/barel, sementara Brent lebih parah, ambrol 15% lebih dan diperdagangkan di kisaran US$ 16/barel.
Harga minyak mentah biasanya dijadikan acuan tingkat aktivitas ekonomi global, sebab ketika roda perekonomiannya berputar dengan cepat, permintaan minyak mentah untuk industri akan menjadi tinggi, dan harga minyak mentah akan naik.
Ambrolnya harga minyak mentah membuat sentimen pelaku pelaku pasar memburuk, dolar AS yang dianggap aset aman (safe haven) kembali menjadi pilihan pelaku pasar. Tetapi rencana dibukanya lockdown di Eropa juga menjadi kabar bagus. Tarik-menarik sentimen tersebut membuat euro mager pada hari ini melawan dolar AS, tetapi masih mampu menguat berhadapan dengan rupiah yang merupakan mata uang emerging market.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Jadi Korban Keganasan Dolar AS, Euro Anjlok 2% Lebih
Most Popular