Harga Minyak Minus, Penjual Malah Bayar Pembeli Biar Laku

Gustidha Budiartie, CNBC Indonesia
22 April 2020 13:38
FILE - In this Sept. 21, 2016 file photo, an oil tanker approaches to the new Jetty during the launch of the new $650 million oil facility in Fujairah, United Arab Emirates. The United Arab Emirates said Sunday, May 12, 2019 that four commercial ships near Fujairah
Foto: File foto 21 September 2016 , Sebuah kapal tanker minyak mendekati Jetty baru selama peluncuran fasilitas minyak baru senilai $ 650 juta di Fujairah, Uni Emirat Arab. Uni Emirat Arab mengatakan pada hari Minggu, 12 Mei 2019 bahwa empat kapal komersial di dekat Fujairah
Jakarta, CNBC Indonesia- Fenomena turunnya harga minyak dunia sampai minus, membuat orang bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi?

Harga minus terjadi pada minyak West Texas Intermediate (WTI), ini merupakan minyak yang banyak diperdagangkan di pasar Amerika Serikat, negara produsen sekaligus konsumen terbesar minyak di dunia.

Mengutip AFP, harga minyak WTI sempat minus sampai US$ 40,32 per barel untuk kontrak Mei yang berakhir pada 21 April kemarin.

Lantas, kenapa harga bisa minus?

Dengan turunnya WTI ini harga Brent pun ikut-ikutan melemah. Kini berada di level US$ 16.98 per barel, bisa jadi terendah dalam 20 tahun terakhir. Brent merupakan patokan minyak mentah yang sangat dekat dengan ICP (Indonesia Crude Price) atau harga minyak Indonesia.

Penyebab jatuhnya harga minyak adalah para trader minyak ramai ramai menjual emas hitam ke pasaran sebelum akhirnya kontrak habis Selasa kemarin. Masalahnya, mencari pembeli sedang susah dikarenakan tangki-tangki minyak di Amerika Serikat masih penuh.

Agar minyak tetap bisa dijual, para trader pun akhirnya memberikan insentif ke pembeli. Harga minus itu mencerminkan justru trader yang kasih uang ke pembeli agar bisa menyerap minyak mereka. Soalnya, pembeli minyak harus keluarkan dana untuk biaya sewa tangki dan lainnya.


Harga minus ini akhirnya dilewati begitu pagi-pagi market mendengar bahwa para eksportir minyak OPEC dan sekutunya mengadakan telekonference soal pasokan minyak. Tapi itu gak lama, realitas soal permintaan yang masih tipis kembali menghampiri para pelaku pasar dan membuat harga minyak ke titik suram.

Sejak lockdown dan pelarangan tarvel berlaku akibat pandemi corona, harga minyak sudah terjun bebas tak berujung. Para pengmat meyakini, susah bagi harga minyak bangkit lagi jika pandemi belum berakhir.

Penjelasan serupa juga dipaparkan oleh Gubernur OPEC untuk Indonesia periode 2015-2016 Widyawan Prawira Atmaja.

Menurutnya untuk komoditas energi bukan kali pertama terjadi harga minus atau negatif, sebelumnya juga sempat dialami oleh komoditas gas di Amerika Serikat. Khususnya untuk gas yang merupakan hasil produksi ikutan minyak, sehingga gas tersebut tidak bisa dibuang ke udara atau flare.

"Sehingga buat yang mau ambil gas harus diberi insentif," jelasnya.

Hanya, jika terjadi pada minyak berarti kondisi ini sudah sangat ekstrim. Sebab, harga minus artinya kesusahan cari pembeli dan storage atau tangki buat tatuh produk minyaknya juga sudah penuh. "Menutup sumur minyak butuh biaya dan ini yang penting, belum tentu bisa dibuka kembali untuk diproduksi saat demand kembali. Artinya aset bisa hilang," jelas dia.

Sehingga, menjual dengan harga negatif adalah jalan tengah ambil kerugian palong kecil. Sebab, produksi tidak bisa disetop.

"Pembeli sekarang tidak buruh, jadi kalau diminta ambil ya perlu dikasih insentif. Salah satunya diberi uang oleh produsen jadilah harga negatif."



[Gambas:Video CNBC]





(gus/gus) Next Article Harga Minyak Sentuh Level Tertinggi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular