Akankah Gubernur Perry Bawa Rupiah Menguat Lagi Hari Ini?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
22 April 2020 12:43
Gubernur BI Perry Warjiyo menyampaikan perkembangan ekonomi terkini (Youtube Bank Indonesia)
Foto: Gubernur BI Perry Warjiyo menyampaikan perkembangan ekonomi terkini (Youtube Bank Indonesia)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah cukup tajam melawan dolar Amerika Serikat (AS) hingga pertengahan perdagangan Rabu (22/4/2020). Sentimen pelaku pasar yang masih memburuk akibat merosotnya harga minyak mentah dunia membuat rupiah tertekan.

Begitu perdagangan hari ini dibuka, rupiah langsung melemah 0,65%, dan semakin tebal hingga 0,97% di Rp 15.550/US$. Posisi rupiah sedikit membaik, berada di level Rp 15.520/US$ atau melemah 0,78% pada pukul 12:00 WIB di pasar spot, melansir data Refinitiv.

Rupiah pada Selasa kemarin juga melemah tetapi tipis 0,16%, bisa dikatakan rupiah hanya "terpeleset" jika dibandingkan penguatan sepanjang bulan April sebesar 5,52%. Hari ini dengan pelemahan nyaris 1% rupiah akhirnya terjatuh.


Jagat finansial dibuat heboh kemarin setelah harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) mengakhiri perdagangan Senin di wilayah minus. Berdasarkan dara Refinitiv, minyak WTI sempat ambles hingga US$ -40,32/barel sebelum mengakhiri perdagangan di US$ -37,63/barel atau ambles 305,97% di awal pekan.

Sontak hal tersebut membuat sentimen pelaku pasar memburuk, dolar AS yang menyandang status aset aman (safe haven) kembali menjadi buruan pelaku pasar, rupiah pun tertekan.

Harga minyak WTI minus merupakan untuk kontrak Mei yang expired pada Selasa kemarin, dan kontrak yang paling aktif diperdagangkan saat ini adalah bulan Juni. Di akhir perdagangan Senin, minyak WTI kontrak Juni berada di level US$ 20,43/barel dan lebih tepat menggambarkan pasar minyak mentah yang sebenarnya.

Namun, Selasa kemarin minyak WTI kontrak Juni tersebut akhirnya ambles juga, sempat menyentuh level terendah intraday US$ 6,5/barel sebelum mengakhiri perdagangan di level US$ 11,57/barel. Harga minyak Brent juga ikut ambles ke bawah US$ 20/barel dan mencapai level terendah sejak 2001.

Ambrolnya harga minyak mentah masih berlanjut, hingga siang ini WTI ambles lebih dari 7% berada di kisaran US$ 10/barel, sementara Brent lebih parah, ambrol 15% lebih dan diperdagangkan di kisaran US$ 16/barel.



Harga minyak mentah biasanya dijadikan acuan tingkat aktivitas ekonomi global, sebab ketika roda perekonomian berputar dengan cepat, permintaan minyak mentah untuk industri akan menjadi tinggi, dan harga minyak mentah akan naik.

Sebaliknya, ketika harga minyak mentah terus menurun, itu artinya permintaan rendah dan roda perekonomian melambat, atau bahkan terhenti sehingga tidak ada permintaan minyak mentah yang membuat harganya menjadi negatif.

"Dalang" dari semua ini sudah jelas, virus corona yang membuat banyak negara menerapkan kebijakan karantina wilayah (lockdown) sehingga aktivitas ekonomi terhenti.

Sementara itu dari dalam negeri, Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, akan menyampaikan Perkembangan Ekonomi Terkini pada Rabu siang ini. Dalam beberapa pekan terakhir, BI secara rutin memberikan update Perkembangan Ekonomi Terkini dua kali sepekan pada hari Selasa dan Kamis, setelah rupiah mengalami gejolak di bulan Maret.

Jadwal rutin seharusnya kemarin, tetapi ditunda menjadi hari ini. Dalam beberapa kesempatan, setiap kali Gubernur Perry memaparkan kondisi ekonomi terkini rupiah selalu berakhir menguat. Sebabnya, dalam paparan tersebut Perry selalu menunjukkan optimisme dan menyampaikan beberapa kabar baik, dan optimistis. 

Sepanjang bulan April hingga Selasa kemarin, rupiah sudah membukukan penguatan, 5,52%. Penguatan tersebut terbilang cukup impresif, mengingat di bulan Maret rupiah ambles 13,67%.


Gubernur Perry juga beberapa kali menyebutkan aliran modal asing (hot money) kembali masuk ke dalam negeri (inflow) yang menjadi salah satu penopang penguatan rupiah.

Pergerakan rupiah memang sangat rentan oleh keluar masuknya aliran hot money sebagai sumber devisa. Sebabnya, pos pendapatan devisa lain yakni transaksi berjalan (current account), belum bisa diandalkan.

Sejak tahun 2011 transaksi berjalan RI sudah mengalami defisit (current account deficit/CAD). Praktis pasokan valuta asing hanya dari hot money, yang mudah masuk-keluar. Ketika terjadi capital outflow yang besar maka tekanan bagi rupiah akan semakin kuat.

Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, sepanjang bulan Maret terjadi capital outflow sebesar Rp 121,26 triliun di pasar obligasi, total kepemilikan asing di Surat Berharga Negara (SBN) menjadi Rp 926,91 triliun per 31 Maret. Dampaknya rupiah pun bergejolak.

Sementara sejak akhir Maret hingga 7 April, sempat terjadi capital inflow sekitar Rp 920 miliar, jumlah kepemilikan asing di SBN menjadi Rp 927,82 triliun, yang membuat rupiah perlahan mulai bangkit. Tetapi data terbaru dari DJPPR per 20 April menunjukkan kepemilikan asing di SBN sebesar Rp 923,79 triliun, yang artinya kembali terjadi outflow meski tak sebesar di bulan Maret.

TIM RISET CNBC INDONESIA

[Gambas:Video CNBC]





(pap/pap) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular