Usai Ambles 6% Lebih, Dolar Singapura Menguat ke Rp 10.842

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
22 April 2020 10:58
dollar singapura (cnbc indonesia/muhammad sabki)
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Singapura menguat melawan rupiah pada perdagangan Rabu (22/4/2020), setelah ambles lebih dari 6,21% sepanjang April ini. Kemerosotan tajam tersebut tentunya memicu koreksi apalagi sentimen pelaku pasar sedang kurang bagus terseret ambrolnya harga minyak mentah.

Pada pukul 10:40 WIB, SG$ 1 setara dengan Rp 10.842,95, dolar Singapura menguat 0,86% di pasar spot, melansir data Refinitiv.

Dolar Singapura dalam kondisi kurang bagus akibat melonjaknya kasus penyakit yang disebabkan virus corona (COVID-19).

Kementerian Kesehatan Singapura hari ini melaporkan ada penambahan kasus COVID-19 sebanyak 1.111, sehingga total menjadi 9.125 orang.

Akibatnya, Perdana Menteri Lee Hsien Loong memperpanjang kebijakan kebijakan "semi-lockdown" atau yang disebut dengan "circuit breaker". Seharusnya kebijakan tersebut berakhir 4 Mei, tetapi kini diperpanjang hingga 1 Juni



Kebijakan tersebut mulai diterapkan pada Selasa (7/4/2020), warga diminta untuk tetap tinggal di rumah, dan sekolah-sekolah juga diliburkan sehari setelahnya. Hanya layanan penting seperti pasar, supermarket, klinik, rumah sakit, transportasi dan perbankan yang diperbolehkan buka.

Singapura merupakan salah satu negara yang terpapar COVID-19 sejak awal kemunculannya, bahkan sempat menjadi negara dengan jumlah kasus terbanyak kedua setelah China. Tetapi, Singapura mampu meredam penyebarannya, hingga pertengahan Maret total jumlah kasus sekitar 200-an orang.

Tetapi setelahnya, Negeri Merlion menghadapi "serangan" virus corona gelombang kedua. Sebabnya, warga negara Singapura yang tinggal di Eropa maupun Amerika Serikat (AS) "mudik" setelah Eropa kemudian AS menjadi episentrum penyebaran COVID-19.

Dampaknya, Singapura mengalami lonjakan kasus, hingga hari ini jumlah kasus tercatat lebih dari 9.000 orang, meroket dibandingkan pertengahan Maret lalu yang hanya 200-an.

Sementara itu berlanjutnya penurunan harga minyak mentah membuat sentimen pelaku pasar memburuk.

Jagat finansial dibuat heboh kemarin setelah harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) mengakhiri perdagangan Senin di wilayah minus. Berdasarkan dara Refinitiv, minyak WTI sempat ambles hingga US$ -40,32/barel sebelum mengakhiri perdagangan di US$ -37,63/barel atau ambles 305,97% di awal pekan.



Harga minyak WTI minus merupakan untuk kontrak Mei yang expired pada Selasa kemarin, dan kontrak yang paling aktif diperdagangkan saat ini adalah bulan Juni. Di akhir perdagangan Senin, minyak WTI kontrak Juni berada di level US$ 20,43/barel dan lebih tepat menggambarkan pasar minyak mentah yang sebenarnya.

Namun, Selasa kemarin minyak WTI kontrak Juni tersebut akhirnya ambles juga, sempat menyentuh level terendah intraday US$ 6,5/barel sebelum mengakhiri perdagangan di level US$ 11,57/barel. Harga minyak Brent juga ikut ambles ke bawah US$ 20/barel dan mencapai level terendah sejak 2001.

Akibatnya sentimen pelaku pasar memburuk dan cukup membebani rupiah.

TIM RISET CNBC INDONESIA


[Gambas:Video CNBC]





(pap/pap) Next Article Sentuh Rp 16.500/US$, Rupiah Terus Terpuruk

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular