Harga Minyak Terendah Sepanjang Masa, Dolar Obrak-abrik Asia!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
21 April 2020 10:08
Penukaran uang
Ilustrasi Money Changer (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah di kurs tengah Bank Indonesia (BI). Rupiah juga melemah di perdagangan pasar spot, bahkan menjadi salah satu mata uang terlemah di Asia.

Pada Selasa (21/4/2020), kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 15.643. Rupiah melemah 0,64% dibandingkan posisi sehari sebelumnya.

Di 'arena' pasar spot, rupiah juga merah. Pada pukul 10:00 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 15.500 di mana rupiah melemah 0,81%.

Kala pembukaan pasar, rupiah sudah melemah tetapi 'cuma' 0,49%. Seiring perjalanan, depresiasi rupiah semakin dalam dan dolar AS berhasil menyentuh level Rp 15.500.


Tidak hanya rupiah, hampir seluruh mata uang utama Asia melemah di hadapan dolar AS. Hanya yen Jepang yang mampu selamat.

Depresiasi 0,81% membuat rupiah menjadi mata uang terlemah kedua di Benua Kuning. Rupiah hanya unggul dari won Korea Selatan yang melemah lebih dari 1%.

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 10:05 WIB:




Hari ini, bukti keganasan virus corona (Coronavirus Desease-2019/Covid-19) bertambah satu lagi. Gara-gara virus yang bermula dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China ini, harga minyak dunia jatuh sejatuh-jatuhnya.

Pada pukul 09:37 WIB, harga minyak jenis light sweet berada di US$ 1,17/barel. Anjlok 103,11% dibandingkan hari sebelumnya. Bahkan dini hari tadi harga minyak jenis ini sempat minus, jadi orang yang membeli malah mendapat uang. Harga minyak negatif jadi kejadian pertama sepanjang sejarah.


Sebenarnya ini lebih karena posisi kontrak. Harga yang rendah itu adalah posisi kontrak pengiriman Mei yang berakhir 21 April waktu AS. Saat ini harga acuan masih mengacu ke kontrak tersebut.

Padahal seiring waktu yang sudah hampir berakhir, tidak ada yang mau membeli minyak di kontrak tersebut. Saat ini pembeli sudah terkonsentrasi di kontrak pengiriman Juni yang berakhir 19 Mei. Harga minyak light sweet untuk kontrak itu masih normal, berada di atas US$ 20/barel.

Namun ini tidak menutup fakta bahwa biasanya peralihan masa kontrak berlangsung mulus tanpa gejolak. Sekarang ada kekhawatiran prospek harga minyak bakal suram seiring lemahnya permintaan.

Penyebabnya apa lagi kalau bukan pandemi virus corona. Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, per 20 April ada 2.314.621 pasien positif corona di seluruh dunia. Bertambah 72.846 orang dari hari sebelumnya.

Sementara jumlah pasien meninggal dunia tercatat 157.847 orang. Bertambah 5.296 orang.


Begitu cepat dan masifnya penyebaran virus ini membuat pemerintah di berbagai negara terpaksa membatasi kegiatan masyarakat. Maklum, virus bakal menyebar ketika semakin banyak orang membuat interaksi dan kontak dalam jarak dekat.

Kini, manusia tidak lagi berlaku seperti makhluk sosial. Pembatasan sosial alias social distancing menjadi norma baru, kedekatan menjadi hal yang tabu.

Akibatnya, segala bentuk aktivitas yang membuat orang berada dalam jarak dekat (apalagi dalam kerumuman) tidak dianjurkan, bahkan dilarang. Sekolah diliburkan, kantor dan pabrik ditutup, restoran tidak boleh melayani makan-minum di tempat, rumah ibadah tidak bisa menampung jamaah, dan sebagainya.

Ini membuat aktivitas publik seakan berhenti, pemandangan kota bak video game Silent Hill terjadi di mana-mana. Roda ekonomi yang nyaris berhenti berputar membuat resesi menjadi sebuah keniscayaan.


Dampak lainnya adalah harga minyak menjadi anjlok, karena memang permintaan turun tajam. Kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) berkurang karena mobil, sepeda motor, sampai pesawat terbang tidak beroperasi akibat social distancing.

Rystad Energy, lembaga riset yang berkantor pusat di Oslo (Norwegia), memperkirakan permintaan minyak dunia tahun ini turun 27,5 juta barel/hari. Permintaan BBM pesawat terbang alias jet fuel pada 2020 diperkirakan hanya 2,3 juta barel/hari, jauh dibandingkan proyeksi sebelum virus corona merebak yaitu 7,3 juta barel/hari.

"Apa yang terjadi di pasar komoditas, terutama minyak, adalah puncak manifestasi dari roda ekonomi yang tidak berputar. Ini menjadi sentimen negatif terbesar yang menghantui pasar," tegas Juan Perez, Senior Currency Trader di Tempus Inc, dikutip dari Reuters.



Dibayangi oleh kekhawatiran resesi ekonomi global yang semakin nyata, lagi-lagi investor tidak punya pilihan selain bermain aman. Aset-aset di pasar keuangan negara berkembang Asia mengalami tekanan jual, yang merontokkan rupiah dkk.

Namun bermain aman di sini bukan berarti investor memburu emas. Pada pukul 09:43 WIB, harga emas dunia malah turun 0,2% yang menunjukkan minat terhadap sang logam mulia tidak besar.


Ke mana larinya uang investor? Dolar AS.

Ya, mata uang Negeri Adidaya adalah tujuan pelarian pelaku pasar. Pada pukul 09:45 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,27%.

Dalam situasi yang serba penuh risiko seperti sekarang, paling aman memang memegang dolar AS. Segala urusan bisa kelar kalau punya dolar AS. Perdagangan, investasi, pembayaran utang, penyetoran dividen, dan sebagainya bisa diselesaikan dengan dolar AS.

"Dolar AS adalah safe haven (aset aman), tidak ada yang membantah. Satu-satunya yang bisa menjinakkannya adalah quantitative easing dari The Federal Reserve (bank sentral AS)," kata Shane Oliver, Head of Investment Strategy di AMP Capital Investors, seperti dikutip dari Reuters.


TIM RISET CNBC INDONESIA



Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular