
Ekonomi China Minus 6,8%, Renminbi Ambles 1,2% Dilibas Rupiah
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
17 April 2020 16:59

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah sedang perkasa pada perdagangan Jumat (17/4/2020), termasuk di hadapan yuan China. Sentimen pelaku pasar yang kembali membaik ke aset-aset berisiko dengan imbal hasil tinggi seperti rupiah kembali diuntungkan.
Reuters melaporkan, rupiah merupakan mata uang favorit pelaku pasar untuk melakukan carry trade, sehingga saat sentimen pelaku pasar membaik, rupiah akan menerima aliran modal asing yang membuatnya perkasa.
Carry trade merupakan strategi investasi dengan meminjam modal di negara yang suku bunganya rendah, kemudian diinvestasikan di negara dengan suku bunga yang tinggi.
Kurs yuan atau yang sering disebut renminbi pada hari ini melemah 1,2% di Rp 2.176,8/CNY di pasar spot, melansir data Refinitiv. Level tersebut merupakan yang terendah sejak 19 Maret. Nilai tukar renminbi sudah mulai mengalami tren penurunan sejak pekan lalu, hingga hari ini total sudah ambles 6,33%.
Untuk diketahui, kurs renminbi mencapai level termahal sepanjang sejarah pada 24 Maret lalu di Rp 2.337,24.
Kabar bagus lainnya datang dari AS dini hari tadi yang membuat sentimen pelaku pasar membaik. Harapan akan segera berakhirnya pandemi COVID-19 kembali muncul setelah adanya kabar Gilead Science Inc, raksasa farmasi di AS, memiliki obat yang efektif melawan virus corona.
CNBC International mengutip media STAT melaporkan rumah sakit di Chicago merawat pasien COVID-19 yang parah dengan obat antivirus remdesivir yang dalam uji coba klinis dan diawasi ketat. Hasilnya, pasien tersebut menunjukkan pemulihan yang cepat dari demam dan gangguan pernapasan.
Selain obat dari Gilead yang efektif melawan virus corona, laju penyebaran COVID-19 di AS juga sudah mulai melambat. Data US Centers for Desease Control and Prevention (CDC) menyebutkan jumlah pasien corona di Negeri Paman Sam adalah 632.548. Bertambah 4,49% dibandingkan hari sebelumnya.
Kenaikan 4,49% lebih rendah dibandingkan pertumbuhan hari sebelumnya yang sebesar 4,56%. Sejak 8 April, persentase kenaikan kasus corona di AS bertahan di kisaran satu digit dengan kecenderungan menurun.
Oleh karena itu, Presiden AS Donald Trump mulai berpikir untuk melonggarkan aturan pembatasan sosial (social distancing) dan karantina wilayah (lockdown) yang diberlakukan di banyak negara bagian. Pelonggaran itu akan dilakukan secara bertahap.
"Kami tidak membuka begitu saja, tetapi selangkah demi selangkah. Lockdown yang terlalu lama ditambah dengan depresi ekonomi yang menyertainya malah membuat masalah bagi kesehatan masyarakat. Akan lebih banyak kasus penyalahgunaan obat-obatan, kecanduan alkohol, kecenderungan bunuh diri, atau penyakit jantung," tegas Trump, sebagaimana diberitakan Reuters.
Sementara itu kabar kurang bagus datang dari China hari ini, pertumbuhan ekonominya mengalami kontraksi dalam di kuartal I-2020. Pemerintah China melaporkan produk domestic bruto (PDB) di kuartal I-2020 minus 6,8% alias berkontraksi sangat dalam. Laporan kontraksi tersebut juga lebih dalam dari hasil survei Reuters yang memprediksi minus 6,5%.
Rilis tersebut memberikan gambaran bagaimana besarnya dampak pandemi COVID-19 memukul perekonomian suatu negara. Pertumbuhan ekonomik China bisa jauh membaik di kuartal II mengingat Negeri Tiongkok sudah sukses meredam penyebaran COVID-19, dan aktivitas bisnis perlahan mulai berputar kembali.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Rupiah Terlemah Sepanjang Sejarah Lawan Yuan, Kok Bisa?
Reuters melaporkan, rupiah merupakan mata uang favorit pelaku pasar untuk melakukan carry trade, sehingga saat sentimen pelaku pasar membaik, rupiah akan menerima aliran modal asing yang membuatnya perkasa.
Carry trade merupakan strategi investasi dengan meminjam modal di negara yang suku bunganya rendah, kemudian diinvestasikan di negara dengan suku bunga yang tinggi.
Untuk diketahui, kurs renminbi mencapai level termahal sepanjang sejarah pada 24 Maret lalu di Rp 2.337,24.
Kabar bagus lainnya datang dari AS dini hari tadi yang membuat sentimen pelaku pasar membaik. Harapan akan segera berakhirnya pandemi COVID-19 kembali muncul setelah adanya kabar Gilead Science Inc, raksasa farmasi di AS, memiliki obat yang efektif melawan virus corona.
CNBC International mengutip media STAT melaporkan rumah sakit di Chicago merawat pasien COVID-19 yang parah dengan obat antivirus remdesivir yang dalam uji coba klinis dan diawasi ketat. Hasilnya, pasien tersebut menunjukkan pemulihan yang cepat dari demam dan gangguan pernapasan.
Selain obat dari Gilead yang efektif melawan virus corona, laju penyebaran COVID-19 di AS juga sudah mulai melambat. Data US Centers for Desease Control and Prevention (CDC) menyebutkan jumlah pasien corona di Negeri Paman Sam adalah 632.548. Bertambah 4,49% dibandingkan hari sebelumnya.
Kenaikan 4,49% lebih rendah dibandingkan pertumbuhan hari sebelumnya yang sebesar 4,56%. Sejak 8 April, persentase kenaikan kasus corona di AS bertahan di kisaran satu digit dengan kecenderungan menurun.
Oleh karena itu, Presiden AS Donald Trump mulai berpikir untuk melonggarkan aturan pembatasan sosial (social distancing) dan karantina wilayah (lockdown) yang diberlakukan di banyak negara bagian. Pelonggaran itu akan dilakukan secara bertahap.
"Kami tidak membuka begitu saja, tetapi selangkah demi selangkah. Lockdown yang terlalu lama ditambah dengan depresi ekonomi yang menyertainya malah membuat masalah bagi kesehatan masyarakat. Akan lebih banyak kasus penyalahgunaan obat-obatan, kecanduan alkohol, kecenderungan bunuh diri, atau penyakit jantung," tegas Trump, sebagaimana diberitakan Reuters.
Sementara itu kabar kurang bagus datang dari China hari ini, pertumbuhan ekonominya mengalami kontraksi dalam di kuartal I-2020. Pemerintah China melaporkan produk domestic bruto (PDB) di kuartal I-2020 minus 6,8% alias berkontraksi sangat dalam. Laporan kontraksi tersebut juga lebih dalam dari hasil survei Reuters yang memprediksi minus 6,5%.
Rilis tersebut memberikan gambaran bagaimana besarnya dampak pandemi COVID-19 memukul perekonomian suatu negara. Pertumbuhan ekonomik China bisa jauh membaik di kuartal II mengingat Negeri Tiongkok sudah sukses meredam penyebaran COVID-19, dan aktivitas bisnis perlahan mulai berputar kembali.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Rupiah Terlemah Sepanjang Sejarah Lawan Yuan, Kok Bisa?
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular