
Kurs Yuan China Naik Lagi, Dekati Rekor Termahal Rp 2.337/CNY
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
06 April 2020 15:05

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar yuan China (CNY) kembali menguat melawan rupiah pada perdagangan Senin (6/4/2020). Pandemi virus corona (COVID-19) terus membebani pergerakan rupiah, sementara yuan China terus menguat setelah pemerintah Tiongkok "menang" menghadapi COVID-19.
Pada pukul 14:30 WIB, CNY 1 setara dengan Rp 2.332,73, yuan menguat 0,91% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Yuan mencapai rekor termahal sepanjang sejarah Rp 2.337,24/CNY pada 23 Maret lalu.
China sudah sukses meredam penyebarannya COVID-19 dalam beberapa pekan terakhir. Laju penambahan kasus COVID-19 di China sudah jauh melambat, bahkan 0 untuk transmisi lokal. Kasus infeksi terbaru dilaporkan dari orang-orang yang datang ke China atau kasus impor.
Kota Wuhan sebagai asal COVID-19 hari Sabtu (28/3/2020) lalu sudah tidak dalam kondisi terkarantina atau lockdown lagi. Aktivitas warganya perlahan-lahan kembali normal.
Sementara di Indonesia baru diserang COVID-19 sejak awal Maret. hingga Minggu kemarin, dilaporkan sebanyak 2.273 orang positif COVID-19, dengan 198 meninggal dunia, dan 164 dinyatakan sembuh.
Meski jumlah kasus di Indonesia terbilang sedikit, tetapi dampaknya lebih besar di sektor keuangan, dan kini sudah menghantam sektor riil.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, sejak akhir 2019 hingga 2 April lalu, terjadi capital outflow di pasar obligasi sekitar Rp 130 triliun. Padahal, hingga 24 Januari lalu masih terjadi capital inflow sekitar Rp 30 triliun.
Besarnya capital outflow tersebut terutama yang terjadi di bulan Maret menjadi salah satu penyebab utama amblesnya nilai tukar rupiah.
Sementara dari sektor riil, pariwisata RI jeblok tajam, dan sektor manufaktur mengalami kontraksi hingga ke level terendah sepanjang sejarah pencatatan yang dimulai pada April 2011.
Guna memerangi pandemi COVID-19, Bank Indonesia (BI) sudah mengeluarkan stimulus moneter dengan menurunkan suku bunga dan beberapa kebijakan lainnya guna menyediakan likuiditas di pasar. Sementara pemerintah di bawah Presiden Joko Widodo juga mengeluarkan stimulus fiskal dengan nilai ratusan triliun rupiah.
Di tengah pandemi COVID-19, pelaku pasar dikatakan akan memilih mata uang dimana negaranya bertindak cepat guna meredam COVID-19 ketimbang perbedaan imbal hasil (yield) yang diberikan. Jika demikian, maklum saja jika rupiah terus tertekan melawan yuan.
"Kemerosotan ekonomi terjadi di mana-mana saat ini, jadi sejauh itu, kita akan melihat perdagangan berdasarkan perbedaan penanganan virus corona ketimbang perbedaan yield" kata Stephen Innes, kepala strategi pasar global di AxiCorp.
"Investor saat ini membeli mata uang negara yang mampu mengatasi virus corona lebih cepat dengan berbagai langkah yang diambil untuk menghentikan penyebarannya" tambah Innes.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Sentuh Rp 16.500/US$, Rupiah Terus Terpuruk
Pada pukul 14:30 WIB, CNY 1 setara dengan Rp 2.332,73, yuan menguat 0,91% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Yuan mencapai rekor termahal sepanjang sejarah Rp 2.337,24/CNY pada 23 Maret lalu.
China sudah sukses meredam penyebarannya COVID-19 dalam beberapa pekan terakhir. Laju penambahan kasus COVID-19 di China sudah jauh melambat, bahkan 0 untuk transmisi lokal. Kasus infeksi terbaru dilaporkan dari orang-orang yang datang ke China atau kasus impor.
Sementara di Indonesia baru diserang COVID-19 sejak awal Maret. hingga Minggu kemarin, dilaporkan sebanyak 2.273 orang positif COVID-19, dengan 198 meninggal dunia, dan 164 dinyatakan sembuh.
Meski jumlah kasus di Indonesia terbilang sedikit, tetapi dampaknya lebih besar di sektor keuangan, dan kini sudah menghantam sektor riil.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, sejak akhir 2019 hingga 2 April lalu, terjadi capital outflow di pasar obligasi sekitar Rp 130 triliun. Padahal, hingga 24 Januari lalu masih terjadi capital inflow sekitar Rp 30 triliun.
Besarnya capital outflow tersebut terutama yang terjadi di bulan Maret menjadi salah satu penyebab utama amblesnya nilai tukar rupiah.
Sementara dari sektor riil, pariwisata RI jeblok tajam, dan sektor manufaktur mengalami kontraksi hingga ke level terendah sepanjang sejarah pencatatan yang dimulai pada April 2011.
Guna memerangi pandemi COVID-19, Bank Indonesia (BI) sudah mengeluarkan stimulus moneter dengan menurunkan suku bunga dan beberapa kebijakan lainnya guna menyediakan likuiditas di pasar. Sementara pemerintah di bawah Presiden Joko Widodo juga mengeluarkan stimulus fiskal dengan nilai ratusan triliun rupiah.
Di tengah pandemi COVID-19, pelaku pasar dikatakan akan memilih mata uang dimana negaranya bertindak cepat guna meredam COVID-19 ketimbang perbedaan imbal hasil (yield) yang diberikan. Jika demikian, maklum saja jika rupiah terus tertekan melawan yuan.
"Kemerosotan ekonomi terjadi di mana-mana saat ini, jadi sejauh itu, kita akan melihat perdagangan berdasarkan perbedaan penanganan virus corona ketimbang perbedaan yield" kata Stephen Innes, kepala strategi pasar global di AxiCorp.
"Investor saat ini membeli mata uang negara yang mampu mengatasi virus corona lebih cepat dengan berbagai langkah yang diambil untuk menghentikan penyebarannya" tambah Innes.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Sentuh Rp 16.500/US$, Rupiah Terus Terpuruk
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular